Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Retensi plasenta adalah ketika persalinan pervaginam didiagnosis ketika plasenta tidak lahir secara spontan dalam waktu yang ditentukan. Umumnya terjadi pada periode 18-60 menit.
Kondisi retensi plasenta juga bisa didiagnosis jika pasien mengalami pendarahan yang signifikan, yakni sebelum melahirkan plasenta. Ini adalah masalah serius, karena dapat menyebabkan infeksi parah atau kehilangan darah yang mengancam jiwa.
Agar lebih jelas, berikut Popmama.com berikan 5 fakta mengenai retensi plasenta. Yuk, segera cek ulasannya!
1. Apa penyebab retensi plasenta?
Secara medis, plasenta dapat dipertahankan jika kontraksi tidak cukup kuat untuk mengeluarkannya. Ini bisa terjadi karena serviks menutup dan menjebak plasenta di dalam rahim. Dimana setelah melahirkan, biasanya plasenta akan segera keluar dalam waktu 18-60 menit.
Namun terkadang semua atau sebagian plasenta tetap berada di dalam rahim. Kondisi ini disebut retensi plasenta dan dapat memiliki efek samping yang serius.
Tapi sayangnya beberapa perempuan lebih berisiko mengalami retensi plasenta apabila ia berusia di atas 30 tahun, memiliki bayi prematur atau persalinan tahap pertama dan kedua berlangsung sangat lama. Terkadang hal tersebut bisa dialami karena disebabkan oleh berbagai hal, antara lain:
- Tidak cukup kontraksi
- Plasenta tumbuh ke dalam dinding rahim
- Leher rahim menutup
- Melahirkan berkali-kali
- Operasi sebelumnya di rahim
- Pembuahan dengan fertilisasi in vitro
- Memiliki plasenta yang tertinggal di kehamilan lain
- Terlahir dengan kelainan bentuk rahim
- Terlalu lama minum obat oksitosin
2. Apa saja gejala retensi plasenta?
Gejala utama dari retensi plasenta adalah plasenta tidak keluar sepenuhnya dari rahim setelah bayi lahir. Salah satu tandanya, yakni keluarnya darah sebelum plasenta keluar.
Tanda paling jelas sepotong plasenta tertinggal, mungkin mengalami gejala beberapa hari atau minggu setelah kelahiran menyebabkan gejala yang muncul seperti:
- Pendarahan yang tertunda dan berat
- Pembekuan darah
- Demam
- Panas dingin
- Merasa sakit atau seperti flu
- Keputihan berbau busuk
- Potongan besar jaringan keluar dari vagina
- Timbul rasa sakit
3. Apa saja risiko komplikasi dari retensi plasenta?
Sebagian besar perempuan, mereka yang mengalami plasenta tetap berada di dalam rahim biasanya menyebabkan pendarahan. Ketidakmampuan untuk berkontraksi ini membuat pendarahan hebat pada pembuluh darah selama sekitar 24 jam. Kondisi tersebut dikenal sebagai pendarahan postpartum primer (PPH).
Diwartakan dari Healthline, komplikasi dari retensi plasenta berupa pendarahan berat. Termasuk infeksi, jaringan parut rahim, transfusi darah dan histerektomi. Salah satu dari komplikasi ini menyebabkan kematian jika tidak didiagnosis dan diobati dengan cepat. Retensi plasenta membuat penyesuaian menjadi ibu baru semakin sulit.
Bahkan menyebabkan efek samping yang serius, yakni plasenta atau selaput yang tertinggal harus diangkat. Jika pasien mengalami pendarahan hebat, ini adalah keadaan darurat medis dan harus segera pergi ke rumah sakit terdekat.
4. Apa pengobatan untuk retensi plasenta?
Ketika perempuan yang melahirkan bayinya dan mengalami retensi plasenta, terkadang dapat diobati jika mengosongkan kandung kemih. Ini termasuk mengubah posisi dan meminta dokter menarik tali pusar secara lembut.
Dimana dokter akan dengan hati-hati memeriksa riwayat kesehatan sang pasien. Kemudian dokter meminta pasien untuk melakukan beberapa hal tepat setelah melahirkan. Tujuannya membantu mencegah retensi plasenta.
Jika itu tidak berhasil, maka akan memerlukan prosedur operasi dan diberikan epidural atau anestesi. Saat pasien menunggu operasi, tim medis pun mengawasi pasien untuk memastikan tidak mengalami pendarahan hebat.
5. Pencegahan retensi plasenta pada kehamilan berikutnya?
Mungkin sebagian perempuan bertanya mengenai apakah dirinya bisa mencegah retensi plasenta pada kehamilan berikutnya?
Sayangnya, tidak ada banyak studi ilmiah yang terbukti tentang cara mencegah kondisi ini. Tetapi jika seseorang pernah mengalami retensi plasenta sebelumnya, ada kemungkinan besar hal itu terjadi lagi.
Apabila Mama termasuk dalam kategori berisiko tinggi untuk retensi plasenta atau pernah mengalaminya di masa lalu, bicarakan dengan dokter sebelum melahirkan lagi. Dokter akan membantu Mama menghindari kemungkinan komplikasi.
Dokter biasanya mencegah retensi plasenta dengan mengambil beberapa langkah, yakni mengeluarkan bayi lengkap bersama plasentanya selama tahap persalinan. Dimana dokter memberi obat yang mendorong rahim berkontraksi dan melepaskan plasenta.
Ma, itulah kelima fakta mengenai retensi plasenta. Ketahuilah, bahwa dokter akan selalu mengawasinya dengan cermat.
Baca juga:
- 5 Fakta Ekstraksi Vakum, Memudahkan Persalinan Jadi Lebih Lancar
- 5 Fakta Mengenai Fetal Distress saat Proses Persalinan
- 5 Risiko Masalah Medis dari Induksi Persalinan yang Sering Terjadi