Temuan: Angka Kelahiran Meningkat di Negara yang Melarang Aborsi
Hasil penelitian di AS menemukan larangan aborsi meningkatkan kelahiran
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mungkin Mama sudah mengetahui jika aborsi merupakan praktek ilegal di Indonesia, tapi tidak di sejumlah negara Barat. Walaupun begitu, di beberapa negara bagian Amerika Serikat misalnya, ada yang sudah melarang aborsi.
Melansir CNN, penelitian baru-baru ini di Amerika Serikat menemukan bahwa larangan aborsi meningkatkan angka kelahiran di sejumlah negara. Sama halnya dengan angka kesuburan yang ikut meningkat seiring dengan adanya larangan aborsi.
Simak informasi lengkapnya yang telah Popmama.com rangkum seputar temuan: angka kelahiran meningkat di negara yang melarang aborsi.
1. Apa itu aborsi dan risikonya?
Aborsi sudah tidak asing lagi di telinga. Ini merupakan prosedur untuk menghentikan kehamilan.
Kehamilan diakhiri dengan minum obat atau menjalani prosedur pembedahan. Melansir National Health Service UK, aborsi yang paling aman terjadi dengan lebih sedikit rasa sakit dan pendarahan, dilakukan jika sedini mungkin pada kehamilan.
Praktek aborsi ilegal juga tidak bisa dipungkiri yang mengancam nyawa bayi dan ibunya. Adapun risiko kecil terjadinya komplikasi dari aborsi, seperti:
- Infeksi rahim.
- Terdapat sebagian sisa kehamilan di dalam rahim.
- Pendarahan yang berlebihan.
- Kerusakan pada rahim atau pintu masuk rahim (leher rahim).
Jika komplikasi memang terjadi, kemungkinan Mama memerlukan perawatan lebih lanjut, termasuk pembedahan. Melakukan aborsi tidak akan memengaruhi peluang untuk hamil kembali dan memiliki kehamilan normal di kemudian hari.
Mama mungkin bisa hamil segera setelah aborsi. Namun, jika memang tidak ingin hamil, sebaiknya menggunakan alat kontrasepsi dibanding mengugurkan kandungan.
2. Larangan aborsi meningkatkan kesuburan
Hampir seperempat orang yang ingin aborsi di Amerika Serikat tidak bisa aborsi karena adanya larangan yang mulai berlaku setelah keputusan Dobbs v. Jackson Women's Health Organization dari Mahkamah Agung, menurut perkiraan para peneliti.
Pada paruh pertama tahun 2023, menurut analisis, negara-negara bagian AS yang melarang aborsi memiliki tingkat kesuburan rata-rata 2,3% lebih tinggi dibandingkan negara-negara bagian yang tidak melarang aborsi, sehingga menyebabkan 32.000 kelahiran lebih banyak dari perkiraan.
Temuan ini didasarkan pada data awal kelahiran dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS. Data tersebut memberikan gambaran yang jelas tentang dampak langsung dari pembatasan aborsi.
Dobbs v. Jackson Women's Health Organization merupakan sebuah kasus yang diajukan ke Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 2021.
Kasus ini membahas undang-undang Mississippi yang melarang aborsi setelah 15 minggu kehamilan, menantang keputusan sebelumnya dalam Roe v. Wade yang mengizinkan aborsi hingga trimester kedua.
3. Konsekuensi larangan aborsi
Menurut penelitian terbaru, keputusan Dobbs menyebabkan peningkatan angka kesuburan yang paling signifikan di negara-negara bagian AS dengan waktu perjalanan lebih jauh ke tempat aborsi, seperti Texas dengan peningkatan 5,1% dan Mississippi sebesar 4,4%.
“Orang mungkin berpikir bahwa data tersebut bertentangan, tetapi pada kenyataannya, kami tahu bahwa masih banyak orang yang tidak bisa melakukan aborsi," profesor di Pusat Kesehatan Reproduksi Global Bixby di Universitas California, San Francisco.
Walau beberapa orang bisa bepergian ke negara bagian lain yang tidak melarang aborsi, kemungkinan aborsi juga meningkat di negara bagian yang masih mengizinkan praktek tersebut.
Hal ini bisa menjadi sumber daya tambahan untuk membantu orang mengatasi kebutuhan yang belum terpenuhi, sebelum keputusan Roe v. Wade dicabut.
4. Konsekuensi kematian bayi
Nyatanya, tidak semua orang yang aborsi mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, kata para ahli. Beberapa di antaranya adalah kehamilan yang diinginkan dengan kelainan janin atau kondisi yang mengancam jiwa lainnya.
“Kematian bayi adalah salah satu konsekuensi nyata yang dapat kita ukur saat ini, dan kami melihat dampaknya,” kata Alison Gemmill, asisten profesor di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health.
Di Texas, misalnya, angka kematian bayi meningkat sekitar 12% pada tahun 2022, termasuk lonjakan kematian bayi sebesar 22% yang disebabkan oleh cacat genetik dan kelahiran yang parah.
“Saya memikirkan tentang para perempuan yang harus mengandung dan melahirkan bayinya, mengetahui bahwa mereka kemungkinan besar akan meninggal segera setelah melahirkan dan trauma yang terkait dengan hal tersebut,” lanjutnya.
5. Peraturan aborsi di Indonesia
Melansir KemenPPPA, peraturan aborsi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 75 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi. Hal ini bertujuan melindungi hak hidup termasuk janin yang belum dilahirkan.
Dalam ayat (2) UU Kesehatan lebih lanjut menjelaskan bahwa tindakan aborsi dapat dikecualikan dalam kondisi medis yang mengancam nyawa ibu atau janin, serta dalam kasus kehamilan akibat perkosaan.
Pasal 194 UU Kesehatan menyebutkan, bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan bagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) akan dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak 1 milyar.
Pemerintah Indonesia bersikeras melarang aborsi untuk memastikan hak hidup setiap manusia, termasuk janin. Namun, dalam situasi tertentu, seperti kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan, aborsi dapat dikecualikan.
Nah, itu dia informasi seputar temuan: angka kelahiran meningkat di negara yang melarang aborsi. Semoga menjawab.
Baca juga:
- Seorang Perempuan di Makassar 7 Kali Aborsi dalam 6 Tahun
- Terungkap, Ini Cara Keji Tersangka Praktik Aborsi Ilegal di Paseban
- 7 Hal yang Jangan Diucapkan pada Ibu yang Baru Melahirkan