TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Tak Sembarangan, Ketahui Risiko di Balik Induksi Persalinan

Induksi akan mempercepat kontraksi, tapi dokter tak bisa melakukannya begitu saja

freepik.com/wavebreakmedia-micro

Jelang persalinan, tubuh mama akan mengirimkan sinyal-sinyalnya sendiri yang menandakan kapan bayi siap dilahirkan.

Namun terkadang pada beberapa kasus, tanda-tanda persalinan tak kunjung muncul. Jika waktu tunggunya terlalu lama atau ketuban mama sudah pecah tapi bayi tak juga lahir, dokter mungkin akan melakukan induksi persalinan. 

Induksi dilakukan dengan tujuan merangsang rahim untuk mulai berkontraksi sebelum berkontraksi secara alami. Dalam beberapa kasus, induksi memang dilakukan dengan sengaja.

Misalnya saat calon ibu tinggal sangat jauh dari rumah sakit sehingga berisiko untuk menunggu sampai ia melahirkan sesampainya di sana. Kondisi ini disebut induksi elektif.

Di satu sisi, induksi adalah cara yang baik untuk sang Mama dan anaknya. Tetapi, banyak dokter mempertimbangkannya dan tidak terburu-buru melakukannya karena beberapa risiko yang mungkin terjadi.

Berikut Popmama.com rangkum beberapa risiko induksi persalinan, dilansir dari Very Well Family:

1. Meningkatkan risiko komplikasi selama persalinan

Freepik/Rawpixel.com

Memicu kontraksi berarti melibatkan proses alami tubuh dalam memecahkan ketuban, penggunaan obat-obatan, atau keterlibatan keduanya.

Jika hal ini dilakukan maka dapat memperbesar risiko terjadinya gawat janin, misalnya detak jantung yang abnormal. Selain itu, seringkali induksi justru membuat proses persalinan menjadi lebih lama.

2. Risiko intervensi selama kelahiran

smartparenting.com.ph

Saat diinduksi, posisi bayi biasanya cenderung tetap sehingga membuatnya lebih sulit bergerak ke jalan lahir.

Selain itu, kontraksi yang terjadi terasa jauh lebih menyakitkan. Karena itulah kebutuhan akan epidural atau anestesi untuk membuat mati rasa area panggul, menjadi meningkat. 

Kedua kondisi ini dapat mengakibatkan sang Mama kesulitan mendorong bayinya keluar dengan efektif. Dokter pun perlu menggunakan forsep atau ekstraksi vakum untuk membantu persalinan.

3. Berisiko menjalani operasi caesar

pixabay/asin Tipchai

Jika setelah diinduksi dan ketuban pecah, Mama masih belum bisa melahirkan secara normal, maka perlu tindakan operasi caesar untuk melahirkan bayi.

Ini harus segera dilakukan karena begitu cairan ketuban habis, bayi lebih rentan untuk mengalami infeksi.

Operasi caesar juga lebih mungkin dilakukan jika bayi dalam posisi yang kurang baik untuk dilahirkan melalui persalinan normal atau dalam kondisi gawat janin.

4. Bayi membutuhkan perawatan intensif

Pixabay/Engin_Akyurt Ilustrasi

Salah satu risiko yang dihadapi oleh bayi yang dilahirkan dengan bantuan induksi adalah ia mungkin membutuhkan perawatan intensif.

Sebetulnya, bukan induksi itu sendiri yang meningkatkan risiko perawatan intensif ini. Tetapi jika bayi harus dilahirkan dengan bantuan induksi, itu artinya ada potensi gangguan kesehatan yang dialaminya saat dalam kandungan.

5. Meningkatkan risiko penyakit kuning

Pixabay/bongbabyhousevn

Penyakit kuning diakibatkan ketidakmampuan hati memecah sel darah merah. Pada bayi yang baru lahir, ini disebabkan karena hati bayi yang belum cukup matang untuk melakukan fungsi ini.

Akibatnya kadar bilirubin dalam darah bayi meningkat, membawa warna kuning pada kulit dan bagian putih matanya. 

Sebuah studi di tahun 2017 menemukan bahwa penggunaan oksitosin selama persalinan dikaitkan dengan tingkat bilirubin yang tinggi.

Tapi kondisi ini hanya terjadi hingga hari kedua setelah kelahiran. Namun, butuh penelitian lebih lanjut untuk dapat menarik kesimpulan yang lebih valid terkait hal ini. 

Itulah beberapa risiko induksi persalinan yang bisa terjadi. Penting untuk mengetahui risiko di balik tindakan induksi yang dilakukan untuk mempercepat proses kelahiran bayi.

Diskusikan dengan dokter kandungan yang membantu persalinan mama sebelum waktunya melahirkan, agar Mama bisa mendapatkan penjelasan yang detil dan mempersiapkan diri. 

Baca Juga:

The Latest