5 Upacara Adat untuk Ibu Hamil dalam Budaya Jawa
Tradisi ini telah dilakukan secara turun-temurun agar ibu hamil dan janin diberi keselamatan
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Masyarakat Jawa terkenal dengan beragam tradisi turun temurun, seperti misalnya melakukan upacara adat di momen tertentu. Salah satu tradisi perayaan yang kerap digelar hingga saat ini adalah upacara adat untuk ibu hamil sebagai wujud rasa syukur.
Dalam pandangan masyarakat Jawa, momen kehamilan bukanlah suatu peristiwa yang sederhana. Seorang perempuan yang hamil dianggap sedang menjalankan proses suci yang melibatkan keselarasan tubuh, roh, dan pikiran.
Itulah mengapa, budaya Jawa memiliki tradisi upacara khusus untuk ibu hamil. Selain sebagai wujud rasa syukur, tradisi ini juga menjadi bentuk harapan agar ibu hamil selalu sehat serta dapat melahirkan anak yang baik dan tidak kekurangan apapun.
Dilansir dari berbagai sumber, kali ini Popmama.comtelah merangkum beberapa upacara adat untuk ibu hamil dalam budaya Jawa.
1. Ngebor-ngebori
Ngebor-ngebori adalah upacara adat untuk ibu hamil yang ditujukan sebagai selamatan atau syukuran atas kehamilan pada bulan pertama. Upacara adat ini biasanya dilaksanakan ketika seorang perempuan diketahui sedang hamil.
Bentuk dari upacara adat kehamilan ini nantinya akan melibatkan warga sekitar untuk memberi doa kepada janin. Sarana yang digunakan dalam upacara ngebor-ngebori berupa jenang sumsum atau bubur dari tepung beras.
Keberadaan jenang sumsum dalam prosesi ini menjadi simbol dari kekuatan dan harapan. Hal ini ditujukan agar calon ibu diberi kekuatan selama masa kehamilan hingga nantinya sang bayi dilahirkan.
2. Mapati
Selanjutnya, mapati merupakan upacara adat untuk ibu hamil yang dilakukan pada bulan keempat kehamilan sebagai bentuk selamatan serta doa bersama untuk jabang bayi dan calon ibu.
Dalam kepercayaan agama Islam, tradisi mapati harus dilakukan pada usia kandungan empat bulan, sebab saat itulah roh janin ditiupkan. Kehidupan akan dimulai dengan jiwa ketika janin berusia 120 hari atau empat bulan.
Kemudian, di usia empat bulan kehamilan pula akan ditentukan bagaimana janin melanjutkan hidupnya di dunia hingga akhirat. Sebagai cara untuk menghormati ketetapan ini, maka diadakanlah upacara mapati atau ngapati berupa doa sebagai ungapan syukur.
Adapun bentuk doa yang biasa dipanjatkan saat upacara mapati, yaitu memohon agar sang bayi nantinya lahir menjadi manusia yang sempurna, sehat, dilimpahi rezeki yang baik, berumur panjang, serta mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat.
3. Mitoni atau tingkeban
Mitoni atau lebih dikenal sebagai upacara tingkeban adalah tradisi yang biasa digelar ketika kehamilan ibu menginjak usia tujuh bulan. Penamaan mitoni diambil dari bahasa Jawa ‘pitu’ yang artinya tujuh.
Menariknya, serba-serbi ritual dalam upacara adat ini berkaitan dengan angka tujuh. Misalnya, acara diadakan pada tanggal berangka tujuh, tumpengan yang disiapkan berjumlah tujuh, serta ibu hamil dimandikan dengan tujuh guyuran bersama pendamping yang juga berjumlah tujuh.
Sejumlah hidangan yang biasa disajikan saat upacara Tingkeban, yaitu rujak tujuh jenis buah, waluh atau labu, kencur, tumpeng lengkap, ketupat, lepet, tujuh jenis bubur, jajanan pasar, dan dawet.
Tak hanya itu, ada pula bahan-bahan lain yang perlu disiapkan, seperti air dari tujuh sumber, telur ayam, kelapa muda, bunga tujuh rupa, dan tujuh lembar kain batik dengan tujuh pola yang berbeda.
4. Mrocoti atau ndadung
Mrocoti atau ndadung adalah upacara adat untuk ibu hamil yang digelar pada saat usia kehamilan memasuki sembilan bulan.
Penamaan tradisi mrocoti sendiri diambil dari kata ‘mrocot’ yang dalam bahasa Jawa artinya mudah lepas. Hal ini menjadi bentuk harapan agar nantinya proses persalinan sang ibu diberi kemudahan.
Pada prosesi upacara ini, para tamu akan disuguhkan dengan jenang atau bubur dari tepung ketan, santan kelapa, dan gula kelapa. Jenang yang disebut sebagai jenang procot ini akan disajikan dalam sebuah wadah yang terbuat dari daun pisang.
Leher ibu hamil saat prosesi upacara mrocoti akan diikat dengan longgar menggunakan tali dadung, kemudian sang suami akan membawanya ke kandang sapi atau kerbau.
5. Ndaweti
Ketika kehamilan telah memasuki usia 10 bulan sementara bayi belum lahir, maka akan dilakukan upacara ndaweti. Perlengkapan yang disajikan dalam prosesi ini, yaitu minuman dawet plencing yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula merah.
Minuman dawet ini secara simbolis akan dijual kepada anak-anak di sekitar rumah. Sedangkan anak-anak nantinya akan membayar dengan kreweng, yakni pecahan genting atau pecahan alat rumah tangga yang terbuat dari tanah liat.
Upacara adat ini umumnya dilakukan secara sederhana tanpa bimbingan kyai atau modin sebagai pemandunya. Keberadaan dawet mengacu pada harapan orangtua agar anak-anak mereka diberkahi dengan kehidupan yang manis dan kekayaan seperti biji dawet yang berlimpah.
Adapun kata plecing dalam bahasa Jawa artinya berjalan cepat. Dalam hal ini, orangtua mengharapkan agar proses kelahiran sang jabang bayi dapat berjalan dengan lancar.
Demikian itulah beberapa upacara adat untuk ibu hamil dalam budaya Jawa yang beberapa di antaranya masih kerap dijalankan hingga kini. Kalau di daerah Mama, adakah tradisi seperti ini selama masa kehamilan?
Baca juga:
- 7 Tradisi Kehamilan dari Berbagai Daerah di Indonesia
- 12 Pantangan Suami saat Istri Hamil Menurut Adat Jawa
- Ciri Hamil Anak Laki-Laki Menurut Orang Jawa