Angka Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah di Jakarta Meningkat
Penyebab bayi lahir dengan berat badan rendah bisa dikarenakan kekurangan gizi dan Infeksi kehamilan
15 Desember 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kesehatan anak masih menjadi perhatian di Indonesia, terutama pada bayi. Kesehatan pada bayi yang umum terjadi ialah mengenai kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
BBLR pada bayi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti masalah kesehatan pada ibu hamil selama kehamilan sehingga berdampak pada bayi, kekurangan gizi, kelainan genetik dan lain-lain.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa pada tahun 2021, angka BBLR di provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan.
Untuk informasi selengkapnya mengenai angka bayi dengan berat badan lahir rendah di Jakarta meningkat akan Popmama.com rangkum di bawah ini.
Editors' Pick
1. Angka bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di Jakarta Meningkat
Muhadjir menjelaskan, kenaikan angka BBLR bayi di Provinsi DKI Jakarta dilihat berdasarkan data milik Dinas Kesehatan Provinis DKI Jakarta tahun 2021.
Kasus BBLR bayi pada tahun 2018 sebanyak 1.381 atau persentase 0,6 persen lahir dengan kondisi BBLR dari 210.284 bayi yang baru lahir.
Disebutkan angka tersebut mengalami kenaikan menjadi dari 170.777 bayi yang lahir, 2.145 bayi atau setidaknya 1,26 persen bayi dipastikan mengalami BBLR di tahun 2021.
2. Peningkatan angka bayi dengan berat badan lahir rendah juga terjadi di beberapa provinsi
Faktor penyebab BBLR pada bayi tentunya banyak sekali, seperti kesehatan ibu hamil saat mengandung hingga memberikan faktor risiko pada janin hingga dilahirkan. Infeksi kehamilan, kekurangan gizi dan lain sebagainya.
Menurut Muhadjir, tidak hanya DKI Jakarta yang mengalami peningkatan BBLR, dari kurun waktu 2018 hingga 2020. Beberapa provinsi juga mengalami hal serupa, di antaranya:
- Nusa Tenggara Timur dari 5,52 persen di tahun 2018 menjadi 6,9 persen.
- Kalimantan Utara dari 5,33 persen menjadi 6.33 persen.
- DI Yogyakarta dari 5,52 persen menjadi 6,12 persen.
- Kalimantan Selatan dari 4,77 persen menjadi 5,68 persen.
- Papua menjadi 5,25 persen.