Mengenal Craniosynostosis, Bentuk Kepala Bayi yang Tidak Sempurna
Bentuk kepala bayi yang aneh, bukan karena tekanan waktu lahir lho, Ma!
22 Juli 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Selama masa-masa kehamilan, Mama tentunya sangat fokus terhadap tumbuh kembang janin terutama masalah kesehatannya. Namun, selama menjalani sembilan bulan kehamilan tak menutup kemungkinan adanya risiko bayi terlahir cacat.
Sebagai calon Mama untuk si Kecil, perlu diketahui bahwa ada salah satu bentuk kecacatan saat bayi terlahir yang disebut craniosynostosis.
Craniosynostosis adalah sebuah kondisi kelainan tulang tengkorak bayi saat lahir akibat ubun-ubunnya tertutup lebih cepat sewaktu dilahirkan. Kecacatan lahir seperti ini membuat kepala bayi terlihat tidak normal. Bayi yang terlahir dengan craniosynostosis akan menyebabkan otak kurang bisa berkembang dengan maksimal.
Untuk Mama yang penasaran dan ingin mengetahui banyak informasi mengenai craniosynostosis lebih jauh, kali ini Popmama.com telah merangkum informasinya.
Editors' Pick
1. Tanda dan diagnosis craniosynostosis pada kepala bayi
Craniosynostosis dapat terjadi karena adanya faktor lingkungan dan genetik dari riwayat kesehatan keluarga. Selain itu, perlu diketahui bahwa craniosynostosis juga dapat dipicu oleh beberapa sindrom yang memengaruhi perkembangan tengkorak bayi seperti sindrom Crouzon, sindrom Apert, dan sindrom Pfeiffer.
Bayi terlahir dengan kondisi craniosynostosis, risikonya juga dapat meningkat pada ibu hamil yang menderita penyakit tiroid. Bahkan penggunaan obat penyubur kandungan saat sebelum hamil juga dapat memicu terjadinya craniosynostosis.
Diagnosis kondisi cacat pada bagian kepala bayi ini dapat dilakukan melalui beberapa pemeriksaan seperti:
- Mengunakan tes genetik untuk mengetahui beberapa faktor pemicu kondisi craniosynostosis.
- Melakukan CT scan untuk memeriksa tulang tengkorak, sehingga hasilnya menjadi lebih detail.
- Pemeriksaan terhadap kepala bayi dengan melihat detail bagian ubun-ubun dan kelainan pada kepalanya.
Jika Mama melihat bentuk kepala bayi terkesan tidak wajar, ada baiknya untuk selalu konsultasi ke dokter karena belum tentu mengalami craniosynostosis. Dilansir dari Healthline, begini tanda-tanda craniosynostosis yang bisa terlihat saat si Kecil telah lahir yaitu:
- Bentuk kepala bayi terlihat lebih kecil dibandingkan usianya.
- Posisi salah satu telinga lebih tinggi daripada bagian telinga yang lain.
- Bagian ubun-ubun atau bagian lunak di kepala bayi tidak terasa sama sekali saat dipegang.
- Bentuk dahi terlihat tidak seperti anak normal karena berbentuk segitiga dengan bagian belakang kepala yang lebar.
- Bentuk kepala berkembang tidak normal, seperti lebih pipih, memanjang atau terlihat datar saat diperhatikan dari salah satu sisi.
Pastikan untuk tetap datang dan rutin melakukan imunisasi ke dokter anak, sekalian memantau tumbuh kembang anak termasuk pertumbuhan kepalanya.
Baca juga: Wajib Baca! Ketahui 3 Fakta Penting Mengenai Benjolan di Kepala Bayi
2. Pengobatan craniosynostosis dilakukan dengan metode bedah
Kondisi bayi terlahir dengan craniosynostosis memiliki tingkat yang berbeda-beda. Sebagian kasus beberapa bayi dengan craniosynostosis yang tidak memerlukan pengobatan khusus, namun ada juga yang memiliki tingkat keparahan cukup serius membutuhkan penanganan tersendiri seperti operasi.
Tak jarang dokter juga menyarankan para orangtua yang memiliki bayi terlahir dengan craniosynostosis untuk diberikan helm khusus. Ini berguna untuk memperbaiki bentuk tengkorak menjadi lebih baik serta membantu perkembangan otak semakin optimal.
Dilansir dari Mayoclinic perlu diketahui juga bahwa untuk melakukan pengobatan bayi terlahir dengan kondisi craniosynostosis bisa dilakukan melalui dua jenis operasi, seperti:
- Bedah terbuka dapat dilakukan bila usia bayi sudah di atas 6 bulan. Umumnya bedah terbuka ini memiliki panduan yang lebih kompleks seperti perlu melakukan transfusi darah dan memerlukan 3-4 hari rawat inap.
- Bedah endoskopi termasuk salah satu metode yang bisa dilakukan ketika usia bayi masih di bawah 6 bulan. Berbeda dengan bedah terbuka, saat orangtua memilih untuk melakukan bedah endoskopi ini tidak memerlukan transfusi darah. Namun, setelah melakukan bedah endoskopi dibutuhkan waktu untuk merapikan bentuk tulang tengkorak bayi.
Metode bedah ini semua tergantung tingkat keparahan dari masing-masing dengan kondisi craniosynostosis. Tujuan dari operasi bedah ini dapat bermanfaat untuk memperbaiki bentuk tengkorak, mengurangi tekanan pada otak serta mengoptimalkan ruang di tengkorak agar otak bayi tetap bisa berkembang.
Baca juga: