Kenapa Suara Petasan Bisa Sebabkan Bayi Meninggal? Ini Kata Dokter!
Tingkat kebisingan yang aman untuk bayi ternyata hanya 50-60 dB (desibel)
30 April 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Beberapa waktu lalu ada berita mengenai seorang bayi di Gresik, Jawa Timur. Bayi yang baru berusia 38 hari itu meninggal dunia karena kaget setelah mendengar kerasnya ledakan petasan di sekitar rumahnya.
Bayi tersebut merupakan anak kedua dari pasangan suami istri Nur Hasim dan Nur Faizah, warga Jatirembe, Benjeng, Gresik. Sebelum meninggal dunia bayi tersebut sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit selama 6 hari.
Menurut tante dari sang Bayi, petasan itu disulut pada Sabtu (22/4/2023) sekitar pukul 19.00 WIB. Mendengar ledakan petasan, bayi pasangan ini langsung kaget hingga mata kanannya menutup sebelah dan lidahnya terbalik ke atas.
Mengapa hal itu bisa terjadi? dr. Kurniawan Satria Denta, M.Sc, Sp.A melalui akun Twitternya @sdenta menjelaskan kemungkinan hal itu bisa terjadi. Menurutnya mungkin saja bayi meninggal karena kaget mendengar ledakan semacam petasan.
"Yang jelas gini, bayi usia sebulan dua bulan itu rentan terjadi perdarahan di otaknya. Nah pemicunya ini bisa macam-macam," jelasnya melalui thread Twitter, Jumat (28/4/2023).
Berikut Popmama.com rangkum informasi selengkapnya mengenai kata dokter soal suara petasan bisa sebabkan bayi meninggal.
1. Suara keras membuat bayi mengalami refleks moro, efek terkejut
Dijelaskan oleh dokter Kurniawan, kalau refleks moro akan dialami bayi jika mendengar hentakan atau suara keras di sekitarnya. Refleks moro atau refleks kejut ini disebabkan jika bayi terkejut.
Adapun bayi yang mengalami refleks moro yakni bayi akan merentangkan kedua tangannya dengan telapak tangan menghadap ke atas, lalu menariknya kembali. Menurut sang Dokter bayi bisa mengalami refleks ini karena beberapa hal.
"Mulai dari benturan/hentakan/defisiensi vitamin K, dan lain-lain. Perlu diingat juga bayi kurang dari 6 bulan kalau mendengar suara kencang kan otomatis kaget kejengkang gitu. Refleks moro namanya. Nah, kita nggak tahu persis apa yang terjadi pada bayi selama waktu-waktu awal suara kencang petasan itu terjadi," tuturnya.
Editors' Pick
2. Efek suara kencang bisa menyebabkan gangguan telinga bayi
Efek suara petasan kepada bayi hingga menyebabkan meninggal langka terjadi. Namun, bukan tidak mungkin. Pasalnya suara aman yang dianjurkan pada bayi sekitar 50-60 db (desibel) saja.
Jika lebih dari itu maka akan banyak risiko pada pendengaran bayi.
"Yang perlu diketahui banyak orang adalah, bayi nggak bisa kena suara kencang. Batas suara aman yang dianjurkan pada bayi sekitar 50-60 dB. Lebih tinggi dari itu maka risiko tinggi terjadi kerusakan pendengaran dan gangguan perkembangan lebih lanjut," tegasnya.
Oleh karenanya dokter Kurniawan mengingatkan bagi orangtua untuk tegas jika ada masyarakat yang menyulut dan membakar petasan dekat rumah. Karena berisiko tinggi menyebabkan gangguan pendengaran pada bayi.
Sementara itu kaitannya dengan membawa bayi ke bioskop atau konser. Dokter Kurniawan menegaskan batasnya rentang di rentang 50-60 dB.
"Bayi jangan dibawa nonton konser atau bioskop. Kecuali konser/crowd dan filmnya ada di rentang suara 50-60 dB," tulisnya.
3. Efek suara sangat keras pada pendengaran bayi, sebabkan pendarahan
Dikutip dari berbagai sumber, suara yang lebih dari 100 dB seperti suara ledakan bom, mesin pesawat jet, suara tembakan, suara pesawat tinggal landas, atau suara konser yang sangat kencang bisa merusak telinga seketika. Selain itu, suara mesin pabrik yang berkisar antara 90-100 db juga bisa merusak telinga dalam waktu kurang dari 1 jam
Mendengar suara sangat keras dari jarak dekat dapat berpotensi menyebabkan pecah pada gendang telinga dan kerusakan pada saraf pendengaran di telinga dalam. Suara 120 desibel ke atas (seperti suara petir yang sangat keras) dapat menyebabkan kerusakan yang segera pada saraf pendengaran.
Sementara suara 140 desibel ke atas (seperti suara tembakan senjata api dari dekat, kembang api dari dekat) berpotensi menyebabkan pecah pada gendang telinga juga disamping kerusakan pada saraf pendengaran.
Paparan suara bising dalam waktu lama atau suara sangat keras yang tiba-tiba dapat merusak komponen telinga bagian dalam, yang bertanggung jawab untuk pendengaran.
Kerusakan pada sel-sel tersebut, meskipun hanya seperempatnya, dapat menyebabkan pendengaran hilang hingga seperti yang disebutkan oleh dokter Kurniawan kemungkinan pendarahan di otak.
4. Bayi belum bisa melindungi dirinya dari paparan suara sangat keras
Pada dasarnya bayi sudah mampu merasakan bunyi sejak masih dalam kandungan. Janin mulai peka terhadap rangsang bunyi sejak usia kehamilan 28 minggu dan pada usia kehamilan 33 minggu respons terhadap bunyi telah lebih terarah.
Lalu pada usia kehamilan 36 minggu janin sudah dapat menunjukkan respons stres terhadap bunyi keras seperti peningkatan denyut jantung dan gelisah.
Oleh karenanya, bayi yang baru lahir sampai berusia 6 bulan sudah mampu membedakan bunyi satu dengan lainnya, kemudian kemampuan tersebut akan menjadi normal ketika mencapai usia 1 tahun dan terus berkembang menjadi dewasa sejak usia 5 tahun.
Tidak hanya polusi udara yang perlu diwaspadai, tetapi polusi pendengaran juga perlu dipikirkan.
Paparan suara bising dalam waktu lama atau suara sangat keras yang tiba-tiba dapat merusak komponen telinga bagian dalam, yang bertanggung jawab untuk pendengaran seperti sel-sel telinga bagian dalam dan saraf-saraf pendengaran di telinga bagian dalam.
Kerusakan pada sel-sel tersebut, meskipun hanya seperempatnya, dapat menyebabkan hilangnya pendengaran. Berbeda dengan orang dewasa, bayi tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari bunyi yang keras atau berbahaya.
Oleh karenanya, orangtua perlu memahami bunyi-bunyi yang tidak aman untuk si Kecil, sehingga dapat membantu menjauhkannya dari bahaya, karena kerusakan pendengaran pada si Kecil dapat bersifat permanen.
5. Tingkat kebisingan suara yang perlu mama tahu, untuk melindungi si Kecil
Diungkapkan oleh dokter Kurniawan kalau tingkat kebisingan aman yang bisa didengar bayi adalah 50-60 dB.
Desibel, atau disingkat dengan dB, merupakan satuan untuk mengukur suara yang biasanya digunakan untuk elektronik, sinyal dan juga komunikasi. Semakin tinggi desibel, maka akan semakin keras suaranya.
Berikut adalah tingkat kebisingan suara yang bisa mama tahu agar melindungi si Kecil.
- 0-10 dB, bunyi yang nyaris tidak dapat terdengar seperti suara daun yang jatuh dan suara bernapas manusia.
- 20 dB, misalnya daun-daun yang gemerisik serta nyamuk berdengung sekitar telinga, suara detak jam. Melansir dari CDC, suara pada tingkat ini biasanya tidak menyebabkan kerusakan pada pendengaran.
- 30 dB, orang berbisik di sekitar telinga atau suara hening di perpustakaan.
- 40-50 dB, suara rintik hujan sedang serta percakapan bicara sehari-hari. Selain itu bunyi suara kulkas juga masuk kategori ini.
- 60 dB, misalnya percakapan biasa antara dua orang yang berada pada jarak sekitar 1 meter hingga suara dari AC.
- 70 dB, suara hair dryer atau vakum cleaner.
- 80 dB, suara lalu-lintas perkotaan dan jika terpapar dalam waktu yang lama, bisa mengganggu kesehatan pendengaran.
- 100 dB, masuk dalam kategori tingkat tinggi. Frekuensi ini cukup berbahaya bahkan bagi pendengaran orang dewasa. Karena bisa menyebabkan kerusakan pendengaran atau bahkan kehilangan pendengaran apabila terkena paparan 100 dB melebihi dari 15 menit. Misalnya konser, teater bioskop, dan klakson mobil.
- 110-120 dB, jika terpapar dalam waktu lama bisa berbahaya bagi kesehatan pendengaran. Suara intensitas ini bisa ditemukan pada konser-konser rock, suara tembakan peluru, sirine pada ambulans dan lepas landas pesawat terbang.
Itulah tadi kata dokter soal bunyi petasan bisa sebabkan bayi meninggal. Semoga ini jadi tambahan informasi bermanfaat untuk melindungi si Kecil, ya, Ma.
Baca juga:
- Bayi Usia 38 Hari Meninggal Usai Kaget Dengar Ledakan Petasan
- Kronologi Bayi Jadi Korban Ledakan Petasan di Blitar, Alami Gegar Otak
- Purple Crying, Masalah saat Bayi Menangis Keras dan Tanpa Henti