Biduran pada Bayi: Penyebab, Risiko, dan Cara Mengobati
Bentol-bentol merah pada tubuh si Kecil bisa jadi pertanda ia mengalami biduran, Ma
21 November 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pernahkan Mama melihat bayi mama mengalami bentol-bentol merah di seluruh permukaan tubuhnya? Jika pernah, bisa jadi si Kecil mengalami biduran, Ma. Dalam istilah medisnya, biduran lebih dikenal dengan nama urtikaria.
Dr. Anthony Christian Darmawan dalam situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan, biduran memiliki bentuk seperti bentol-bentol di tubuh, berbatas tegas, memudar bila ditekan, dan disertai dengan gatal.
Atau lebih sederhanya, bentuk biduran adalah seperti digigit nyamuk atau terkena ulat bulu.
Umumnya, biduran bisa menyerang siapa saja, namun yang paling rentan yang mengalaminya adalah bayi. Hal ini dikarenakan sistem kekebalan tubuh bayi masih sangat lemah dan sensitif, Ma.
Nah, untuk lebih jelasnya, di bawah ini Popmama.com rangkumkan mengenai biduran pada bayi, mulai dari penyebab hingga cara mengobatinya. Yuk, langsung saja disimak, Ma!
Penyebab Biduran pada Bayi
Penyebab biduran pada bayi bermacam-macam, Ma. Bukan hanya alergi, biduran pada si Kecil juga dapat disebabkan oleh infeksi, faktor fisik (suhu panas, dingin, tekanan), penyakit autoimun, dan sebagian lainnya tidak diketahui penyebabnya.
Infeksi yang dapat menyebabkan biduran dapat berupa infeksi oleh bakteri, virus, parasit atau cacing. Sedangkan biduran yang disebabkan alergi dapat dicetuskan oleh alergi makanan ataupun alergi obat.
Editors' Pick
Berapa Lama Umumnya Biduran Berlangsung?
Biduran pada bayi dapat berlangsung sampai lebih dari 24 jam dan berpindah-pindah lokasi.
Namun umumnya, biduran pada lokasi yang sama tidak menetap sampai 24 jam, kecuali apabila urtikaria yang disebabkan oleh penyakit autoimun.
Biduran dapat timbul dalam waktu 1-2 jam setelah diekspos dengan faktor pencetus.
Biduran dapat dibagi menjadi dua, berdasarkan lama berlangsungnya biduran, yaitu akut (kurang dari 6 minggu) dan kronik (6 minggu atau lebih).