Ilmuwan dan ahli bioetik dunia terguncang dan kaget ketika seorang ilmuwan China mengumumkan bahwa ia telah berhasil merekayasa genetik janin untuk dilahirkan sebagai bayi super.
Bayi kembar berjenis kelamin perempuan hasil rekayasa genetik itu telah lahir di awal bulan November 2018.
Menurut ABC News, He Jiankui dari Southern University of Science and Technology of China menjadikan dua bayi yang lahir itu tidak akan terinfeksi virus HIV penyebab AIDS.
Bagaimana faktanya?
1. Gen buruk dihapus
Flickr/NIH Image Gallery
Jiankui menghapus gen yang jelek, menambahkan gen yang bisa membuat bayi-bayi ini akan menjadi manusia dewasa yang sangat sehat, cerdas, dan kuat.
Target utama penelitian Jiankui kali ini adalah menciptakan bayi yang kelak tahan menghadapi infeksi HIV/AIDS.
Embrio bayi kembar bernama Lulu dan Nana itu didapat dari tujuh pasang suami istri yang ikut program fertilitas. Semua suami terinfeksi virus HIV sementara istri mereka sehat. Lalu, dari semua embrio, terpilihlah embrio Lulu dan Nana.
Jiankui kemudian memeriksa DNA dan melakukan pemotongan pada bagian DNA yang memungkinkan manusia terinfeksi virus HIV.
Editors' Pick
2. Diprotes lewat petisi 100 ilmuwan
Pixnio/public domain (CC0)
Sebagian besar ahli sains dan bioetik dunia mengeluarkan reaksi marah dan syok. Bahkan 100 orang ilmuwan membuat petisi untuk menghentikan apa yang telah dilakukan oleh Jiankui.
Universitas tempat Jiankui bekerja sampai merekrut ahli-ahli sains dan bioteknologi untuk menyelidiki legalitas dan etika penelitian itu dari segi sains dan ilmu pengetahuan.
Universitas mengaku tidak mengetahui penelitian ini meskipun Jiankui mengaku bahwa ia telah mempublikasikan hasil penelitian yang ia kerjakan sejak 3 tahun lalu.
3. Rekayasa genetika bukan hal baru tapi penelitian ini memakai teknologi teranyar
Pixnio/kkolosov
Para ahli bilang, apa yang dilakukan Jiankui itu bukan hal baru. Pemotongan DNA adalah sains yang sangat mungkin dilakukan namun tidak etis dipraktekan pada sel telur, sel sperma, atau embrio.
Rekayasa genetika yang berlaku adalah upaya untuk memperbaiki hal yang salah, misalnya, memperbaiki kondisi seseorang yang mengalami penyakit karena kelainan genetika.
Menurut Feng Zhang, peneliti dari MIT Broad Institute, rekayasa genetika bisa membahayakan kelangsungan masa depan manusia.
“Melakukan praktek rekayasa genetika sangat berbahaya. Selain risiko kesalahannya yang tinggi, ada risiko etik yang tidak mudah dipertanggungjawabkan,” komentar Zhang.
Rekayasa embrio, menurut Zhang akan bersifat permanen. Jika DNA direkayasa bisa saja terjadi kesalahan yang mungkin diturunkan ke generasi selanjutnya dan mengancam keberadaan manusia di bumi.
Jiankui memanfaatkan teknologi genetika yang disebut CRISPR-Cas9. Teknologi itu memungkinkan orang memotong sebuah rantai DNA yang buruk dan kemudian menyambungkan sisa rantai lainnya.
4. Jiankui berharap penelitiannya berlanjut
Standard.co.uk
Meski menerima banyak protes dan penolakan, Jiankui masih sangat bersemangat untuk melanjutkan penelitiannya. Ia menganggap apa yang dilakukannya malah akan membuat manusia menjadi lebih sempurna.
Di dalam konferensi the Human Genome Editing di Hongkong, Rabu, (28/11), Jiankui mengaku sangat bangga dan merasa sangat bangga karena hasil kerja kerasnya telah berhasil. Ia mengatakan akan mengawal tumbuh kembang bayi Lulu dan Nana hingga mereka berusia 18 tahun.
Jiankui juga mengaku bahwa saat ini ada beberapa wanita hamil lainnya yang juga menjadi obyek penelitiannya.
Ia berharap penelitiannya ini bisa dimanfaatkan untuk membuat kehidupan lebih baik. “Cita-cita saya adalah menghentikan penyakit-penyakit yang diturunkan secara genetik. Jadi, jika pasangan orangtua mengidap penyakit tertentu, dengan rekayasa genetika ini dipastikan anak-anak mereka akan tetap sehat,” kata Jiankui.
Jiankui mengaku membiayai sendiri semua penelitiannya dan ia memahami ketika banyak orang memprotes hasil kerjanya. Namun ia berkeras melakukannya demi kebaikan.