Hak Waris Anak Angkat Berdasarkan Hukum Islam, Adat, dan Perdata
Seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat
17 April 2024

Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Berdasarkan pasal 875 KUH Perdata, seseorang berhak membuat wasiat atau testamen berisi pernyataan tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia. Termasuk harta yang ditinggalnya setelah meninggal.
Namun bagaiamana dengan anak angkat atau adopsi? Dengan pijakan pasal tersebut, orangtua angkat bisa membuat wasiat yang memberikan bagian kepada anak angkat, tetapi pernyataan itu harus memperhatikan legitime portie ahli waris.
Legitime portie adalah semua bagian dari harta warisan yang harus diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang.
Mengutip dari Hukum Online, khazanah hukum baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat.
Untuk lebih jelasnya, Mama bisa menyimak rangkuman informasi tentang hak mewaris anak angkat menurut hukum Islam, adat, dan perdata pada ulasan Popmama.com berikut ini.
Editors' Pick
Hak Mewaris Anak Angkat Menurut Hukum Islam
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali dan hubungan waris dengan orangtua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya.
Hukum kewarisan Islam didasarkan pada prinsip ijbari, bilateral, dan individual. Asas ijbari mengandung arti bahwa manusia tidak bebas memberikan tirkahnya hanya kepada orang-orang yang dikehendakinya.
Asas bilateral mengandung arti seseorang dapat menerima hak warisan dari kedua belah pihak garis kerabat, baik dari keturunan perempuan maupun garis keturunan laki-laki.
Asas individual mengandung arti membagikan semua tirkah pewaris kepada seluruh kerabat dengan adil.
Mengutip dari laman Hukum Online, pasal 174 Kompilasi Hukum Islam merangkum siapa saja yang berhak menjadi ahli waris menurut hukum Islam.
- Pertama, menurut hubungan darah: golongan laki-lagi terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek; golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.
- Kedua, menurut hubungan perkawinan, terdiri dari duda atau janda. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya anak, ayah, ibu, janda, atau duda.
Dari kelompok ahli waris yang disebutkan ternyata tidak termasuk anak angkat, karena ahli waris tak punya hubungan darah dengan pewaris dan tidak ada pula hubungan perkawinan.
Menurut Abdul Manan, dalam bukunya Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (2006: 219), anak angkat dimasukkan ke dalam kategori pihak di luar ahli waris yang dapat menerima harta peninggalan pewaris berdasarkan wasiat wajibah.
Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam memuat normanya:
“Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyak 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.”
Hak Mewaris Anak Angkat Menurut Hukum Adat
Menurut laman Hukum Online, negara mengakui hukum adat, termasuk dalam pengangkatan anak. Pengakuan ini diperkuat dalam rumusan pasal 39 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Masyarakat adat di Indonesia mengakui soal pengangkatan anak. Tetapi dampaknya terhadap pewarisan bisa berbeda-beda untuk masing-masing adat. Ada masyarakat adat yang menganggap dan memperlakukan anak angkat sebagai anak yang lahir dari orangtua angkatnya. Jadi anak angkat itu diperlakukan sama dengan anak kandung.
Sebaliknya, ada yang tetap tidak memutus hubungan anak angkat dengan orangtua biologisnya. Malah ada yang memperbolehkan anak angkat mendapatkan warisan dari orangtua angkat sekaligus dari orangtua kandungnya. Di daerah yang pengaruh Islamnya kuat, anak angkat tidak mewaris dari orangtua angkatnya.
Jadi jika perihal hak waris ini menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung pada hukum adat yang berlaku.
Mengutip dari laman Hukum Online, keluarga Jawa misalnya pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, si Anak juga tetap berhak atas waris dari orangtua kandungnya.
Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya.