Agar Tak Galau, Ketahui Mitos dan Fakta Penting Seputar Imunisasi
Benarkan vaksin kombo tidak aman, atau mengandung babi?
5 September 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Banyak mitos beredar seputar imunisasi, yang membuat orangtua ragu memberikannya kepada anak-anaknya. Ketika rumor beredar, banyak pula orangtua yang memilih menjadi anggota kelompok antivaksin. Apakah itu langkah yang bijaksana? Apakah wabah penyakit menular yang muncul belakangan ini: TBC, campak, difteri, ada hubungannya dengan hal ini?
Imunisasi amat penting bagi kesehatan dan masa depan anak-anak kita. Rekomendasi Badan Kesehatan Dunia atau WHO hanya satu, vaksinasi anak Mama sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Nah, bagaimana mitos dan fakta mengenai imunisasi?
Popmama.com rangkum liputannya di sini.
Mitos #1 Suntikan vaksin kombo itu tidak aman
Fakta: Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan, vaksin sama aman dan efektifnya saat diberikan sendiri-sendiri, atau secara bersama-sama, seperti vaksin DPT (Difteri, Pertusis (batuk rejan—infeksi bakteri pada paru-paru yang muda sekali menular), dan Tetanus).
Vaksin kombo seperti ini terus dikembangkan oleh para ahli. Kabar yang lebih baik bagi para Mama: dengan vaksin kombo, bayi akan semakin sedikit berhadapan dengan jarum, karena sekali suntik, 3 atau lebih penyakit bisa dicegah.
Baca juga: Tak Boleh Imunisasi, Nadja Meninggal karena Campak
Editors' Pick
Mitos #2 Suntikan terasa menyakitkan bagi bayi
Fakta: Rasa sakit akibat suntikan itu hanya berlangsung sementara. Lebih baik si Kecil merasa sakit sedikit saat disuntik, alih-alih sengsara karena terkena penyakitnya, kan Ma.
Penelitian menunjukkan, bayi yang dipeluk atau dialihkan perhatiannya oleh orangtuanya saat disuntik, akan menangis lebih sebentar. Bayi yang segera disusui setelah disuntik, juga merasakan rasa sakit yang lebih sedikit.
Baca juga: Vaksinasi Wajib untuk Anak 1-3 Tahun
Mitos #3 Kalau anak lain sudah divaksin, maka anak saya akan sehat meski tidak divaksin
Fakta: Beberapa orangtua percaya bahwa jika anak-anak lain di sekitar sudah mendapatkan vaksinasi, maka mereka akan sehat dan tak akan menulari anaknya sendiri. Namun, kenyataannya adalah:
- Kita tak pernah tahu, bisa saja ada banyak orangtua lain berpendapat sama di sekelilingnya. Jika satu anak yang tidak divaksin telah kena penyakit, hal ini bisa memicu penyebaran penyakit yang cepat lewat anak yang tak divaksin lainnya.
- Anak yang tidak divaksin juga bisa membahayakan anak yang telah divaksin, karena imunisasi hanya memiliki efektivitas sebanyak 90 persen untuk mencegah penyakit. Semakin banyak anak yang telah divaksin, semakin kecil kemungkinan penyebarannya.
- Bayi yang tidak divaksin bisa tertular dari orang dewasa yang daya tahan tubuhnya telah melemah, seperti terhadap batuk rejan. Mungkin efeknya pada orang dewasa tidak parah, namun saat menular ke bayi yang tak divaksin, akibatnya akan sangat mengkhawatirkan.
Baca juga: Lihat, Ini yang Terjadi Jika Mama Tidak Melakukan Imunisasi untuk Anak
Mitos #4 Vaksin tak perlu diulang. Sekali saja sudah cukup.
Fakta: Beberapa orangtua kadang meremehkan pengulangan vaksin, seperti vaksin DPT. Bayi yang tak mengalami pengulangan vaksin akan memiliki risiko lebih tinggi untuk terpajan penyakit, terutama terhadap campak dan batuk rejan.
Pengulangan diperlukan, karena biasanya antibodi bayi terhadap penyakit tertentu akan menurun seiring berjalannya waktu. Jadi pastikan bahwa bayi kita mendapatkan perlindungan yang maksimal.
Mitos #5 Vaksin mengandung babi
Fakta: IDAI, atau Ikatan Dokter Anak Indonesia, menegaskan dalam lamannya, bahwa vaksin tidak mengandung babi.
Jadi, bagaimana anggapan ini bisa terjadi?
Menurut laman IDAI, sebelum vaksin dibuat, khususnya vaksin polio, enzim tripsin babi memang digunakan untuk mendapatkan kuman. Lalu, kuman itu sendiri dibiakkan dan difermentasi.
Selanjutnya, (terpisah dari enzim babi tersebut), karbohidrat kuman yang merupakan antigen (zat yang dapat merangsang pembentukan antibodi jika diinjeksikan ke dalam tubuh), diambil sebagai bahan vaksin.
Setelah itu, untuk membentuk produk vaksin, bahan vaksin ini diproses melalui pemurnian serta penyaringan dengan pengenceran 1/67,5 miliar kali, sebelum menjadi vaksin.
IDAI menegaskan, pada hasil akhir vaksin polio itu sendiri, sama sekali tidak terdapat bahan yang mengandung enzim babi. Intinya, vaksin polio telah dicuci bersih dengan bahan kimia jutaan kali hingga akhirnya menghasikan vaksin yang terbebas dari zat haram.
Bahkan, Maura Linda Sitanggang (Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI) menegaskan, vaksin polio produksi PT Bio Farma, Bandung, yang kita gunakan, telah diimpor ke lebih dari 130 negara. Dari sejumlah negara ini, bahkan 49 negara di antaranya adalah negara-negara muslim, seperti Arab Saudi, yang telah menghalalkan dan mewajibkan vaksin polio ini sendiri di negaranya menggunakan vaksin dari Indonesia.
Jadi, pilih kelompok provaksin atau kontravaksin, Ma? Pilih yang terbaik ya untuk anak mama.