Bayi Rewel dan Kejang, Waspada Sindrom Sandifer
Sindrom ini terjadi karena refluks asam lambung pada bayi
19 Februari 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dengan keterbatasannya dalam mengungkapkan apa yang dirasakan, bayi berkomunikasi lewat tangisan, ekspresi, dan gerak tubuhnya. Terkadang, bayi rewel sepanjang hari dan membuat orangtua bingung apa yang terjadi padanya.
Dalam beberapa situasi, rewel dan tangisan adalah hal yang normal terjadi. Namun, ada saatnya kerewelan dan gerakan tubuh yang ditunjukkan oleh si Kecil tampak janggal dan harus diwaspadai. Sindrom Sandifer, misalnya.
Berikut Popmama.com merangkum serba-serbi sindrom Sandifer pada bayi yang penting diketahui orangtua sejak dini, dilansir dari Healthline:
Apa Itu Sindrom Sandifer?
Sindrom Sandifer adalah kelainan langka yang biasanya menyerang bayi hingga usia 18 sampai 24 bulan. Sindrom ini menyebabkan gerakan tidak biasa pada leher dan punggung bayi yang membuatnya tampak seperti kejang.
Gejala sindrom ini biasanya disebabkan oleh refluks asam lambung atau GERD yang parah.
Editors' Pick
Penyebab Sindrom Sandifer
Hingga kini, para dokter masih belum yakin tentang penyebab pasti dari sindrom Sandifer ini. Tetapi dugaan terkuat adalah adanya masalah pada esofagus bagian bawah, yang mengarah ke lambung, atau hernia hiatus. Keduanya dapat menyebabkan GERD.
GERD seringkali menyebabkan nyeri pada dada dan ketidaknyamanan tenggorokan. Gerakan yang terkait dengan sindrom Sandifer hanyalah respon bayi terhadap rasa sakit atau cara menghilangkan rasa tidak nyaman yang dirasakannya.
Gejala Sindrom Sandifer
Gejala utama sindrom ini adalah tortikolis dan distonia. Tortikolis mengacu pada gerakan leher yang tidak disengaja. Sedangkan distonia adalah sebutan untuk gerakan menggeliat dan memutar karena kontraksi otot yang tak terkendali. Gerakan-gerakan inilah yang menyebabkan bayi terlihat melengkungkan punggungnya secara berlebihan.
Gejala tambahan sindrom Sandifer dan GERD lainnya:
- Batuk,
- sulit tidur,
- mudah tersinggung,
- sulit menambah berat badan,
- tersedak,
- lambat makan,
- pneumonia berulang.
Diagnosis Sindrom Sandifer
Beberapa gejala sindrom Sandifer memang sulit dibedakan dari masalah neurologis, seperti epilepsi. Umumnya dokter anak menggunakan electroencephalogram (EEG) untuk melihat aktivitas listrik di otak.
Jika EEG tampak normal, dokter mungkin melakukan pemeriksaan pH dengan memasukkan selang kecil ke esofagus bayi. Tindakan ini bertujuan untuk memeriksa tanda-tanda asam lambung di kerongkongan selama 24 jam. Observasi mungkin memerlukan rawat inap di rumah sakit semalam.
Mama juga dapat mencatat waktu makan dan kapan Mama melihat gejala-gejalanya pada bayi. Hal ini dapat membantu dokter anak melihat apakah ada pola atau apa pun yang dapat mempermudah diagnosis sindrom Sandifer.
Pengobatan dan Perawatan Sindrom Sandifer
Dalam upaya pengobatan sindrom Sandifer juga turut dilakukan tindakan untuk mengurangi gejala GERD. Sebagian besar yang disarankan dokter adalah mengubah kebiasaan makan pada bayi, antara lain memberi makan bayi secukupnya, menjaga postur bayi tetap tegak selama setengah jam setelah menyusui.
Bagi bayi yang minum susu formula, dianjurkan menggunakan susu formula protein terhidrolisis atau menghentikan sama sekali semua konsumsi produk susu jika dokter menduga bayi memiliki sensitivitas protein susu.
Apabila cara-cara di atas masih belum berhasil, dokter mungkin akan menyarankan obat-obatan yang mengandung antasida, penghambat reseptor H2, atau pun inhibitor pompa proton.
Masing-masing obat ini memiliki efek samping yang potensial dan mungkin tidak selalu efektif mengurangi gejala.
Dalam kasus yang jarang terjadi, bayi mama mungkin memerlukan prosedur pembedahan disebut fundoplication nissen. Pembedahan ini dilakukan dengan membungkus bagian atas perut di sekitar esofagus bagian bawah yang bertujuan mengencangkan bagian tersebut untuk mencegah asam masuk ke kerongkongan yang menyebabkan rasa sakit.
Pada bayi, GERD biasanya akan berangsur menghilang dengan sendirinya setelah usia 18 bulan saat otot di esofagus semakin matang. Sindrom Sandifer pun akan berlalu seiring hal tersebut.
Demikian informasi mengenai sindrom sandifer pada bayi. Meski sebagian besar kasus sindrom ini tidak serius, tetapi dapat sangat menyakitkan bagi bayi dan menyebabkan masalah makan yang bisa memengaruhi pertumbuhannya. Jadi, jika Mama mendapati gejala-gejala di atas, sebaiknya segera berkonsultasi ke dokter.
Baca Juga:
- Begini Cara Ampuh Mengatasi Kolik pada Bayi Baru Lahir
- Ini Pilihan Susu Formula untuk Bayi dengan Asam Lambung
- Bayi Bisa Kena Asam Lambung, Lho! Ini 5 Cara Mengatasinya!