Sampai Kapan Menggendong si Kecil? Cari Tahu Pendapat Para Ahli Disini
Ternyata masa menggendong anak itu hanya sebentar
7 Januari 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Punya bayi baru lahir, bawaannya pasti Mama ingin menggendong terus ya?
Secara alami, menggendong memang bertujuan memenuhi kebutuhan dasar bayi untuk dipeluk dan didekap Mama. Maklum saja, setelah 9 bulan berada dalam kandungan, lahir ke dunia membuat bayi mungil perlu beradaptasi.
Namun, masa menggendong bayi ternyata tidak berlangsung lama. Mengamati perkembangan bayi dari hari ke hari, Mama kadang tak menyadari bahwa ia tumbuh begitu cepat.
Dari semua hal pertama yang ia lakukan akan berujung pada akhir suatu masa, termasuk menggendong. Yuk, cari tahu sampai kapan Mama akan menggendong si Kecil, seperti dilansir Popmama.com dari Carryingmatters berikut ini.
1. Berhenti menggendong karena merasa pegal-pegal
Mama merasa pegal menggendong si Kecil? Alasan badan penggendong tidak cukup kuat untuk menggendong bayi yang beratnya terus bertambah memang kerap muncul.
Menurut Dr. Rosie Knowles dari Carrying Matters, biasanya hal ini terjadi karena penggendong belum menemukan alat gendong yang tepat, nyaman, dan suportif.
Kemungkinan lain, penggendong belum terbiasa dan jarang berlatih menggunakan gendongan yang ada. Padahal, menggendong anak hingga balita atau prasekolah mungkin dilakukan jika Mama tahu bagaimana cara menggendong yang benar dan alat gendong yang ergonomis.
Editors' Pick
2. Berhenti menggendong karena khawatir gendongan tidak aman
Dalam menggendong, ada prinsip TICKS, yaitu tight, in view at all times, close enough to kiss, keep chin off the chest, dan supported back. Pastikan cara Mama menggendong sudah memenuhi kelima prinsip tersebut.
Begitu juga dalam memilih alat gendong. Jika ada satu saja prinsip TICKS yang belum dipenuhi oleh alat gendong tersebut, pikir ulang untuk memakainya.
Namun, jangan sampai Mama justru berhenti menggendong. Cari tahu lebih banyak jenis gendongan yang ergonomis, aman, dan memenuhi prinsip keselamatan menggendong tadi.
Untuk itu, Mama bisa bergabung dengan komunitas lokal menggendong di kota domisili atau berkonsultasi dengan para konsultan menggendong.
3. Berhenti menggendong karena dianggap terlalu memanjakan anak
Nah, ini berkaitan dengan mitos bau tangan, Ma. Orang tua zaman dulu selalu berpesan pada ibu baru, “Bayi jangan keseringan digendong, nanti bau tangan! Maunya nempel terus.”
Padahal, bau tangan itu hanya mitos, Ma. Lagipula, kebutuhan bayi paling mendasar, selain ASI, adalah kenyamanan dan kehangatan pelukan Mama. Menggendong jadi salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan itu.
Berada dalam dekapan Mama membuatnya merasa nyaman dan aman. Jadi, wajar jika bayi ingin selalu digendong. Mama hanya perlu belajar bagaimana cara menggendong yang tepat dan memilih gendongan yang ergonomis.
Lebih lanjut, menggendong anak terlalu sering tidak akan membuat anak jadi manja. Justru, perkembangan emosional anak bisa lebih optimal sebab kebutuhan dasar anak atas kehangatan dan kasih sayang sudah terpenuhi.
4. Berhenti menggendong karena anak tidak nyaman digendong
Tak sedikit penggendong yang merasa begini, “Bayiku kok nggak suka digendong, nggak bisa diam, dan menangis terus?”
Mendapati situasi seperti ini, sebenarnya ada beberapa hal yang bisa Mama lakukan alih-alih langsung berhenti menggendong, yaitu:
- Cek lagi cara menggendongnya, apakah sudah tepat, prinsip TICKS sudah terpenuhi?
- Bagaimana perasaan Mama saat menggendong: tenang atau panik? Ketika Mama panik, si Kecil bisa merasakannya, sehingga ia ikut gelisah.
- Cek juga keselamatan alat menggendong, apakah semua dalam kondisi baik atau ada bagian yang rusak.
- Berlatih dan terus berlatih. Wajar kok Ma, kalau saat mencoba pertama kali si Kecil merasa tidak nyaman. Menggendong juga perlu penyesuaian, terutama dalam hal pemakaian alat gendong. Solusinya, Mama bisa berlatih lebih dulu dengan boneka untuk mengetahui cara pemakaian alat gendong yang benar. Setelah Mama merasa cukup percaya diri, baru coba menggendong si Kecil.
- Pastikan kebutuhan bayi sudah terpenuhi sebelum menggendong, seperti ia sudah kenyang dan popoknya tidak penuh.
5. Berhenti menggendong karena anak sudah tidak ingin digendong
Umumnya hal ini terjadi saat anak mahir berjalan, meski tidak selalu demikian. Dr. Rosie Knowles berpendapat, sebagian besar balita akan ada pada fase “sling strike” alias enggan digendong saat mereka sedang senang-senangnya berjalan.
Namun, balita tetap akan kembali pada Mama saat ia membutuhkan dekapan Mama. Kadang anak juga ingin digendong karena mengantuk. Pada tahapan ini, Mama cukup membaca “sinyal” yang diberikan anak tentang kapan ia mau dan enggan digendong.
Rata-rata masa menggendong anak itu paling lama hanya dua tahun, Ma. Bisa sedikit lebih lama dari itu, ada balita usia 3 atau 4 tahun yang masih ingin digendong Mama, tetapi frekuensi gendongnya tetap tidak sesering sewaktu bayi.
Menjawab sampai kapan menggendong si Kecil, tentu sampai ia tidak ingin digendong lagi. Pasti ada perasaan campur aduk melihat anak yang dulu Mama gendong ke mana-mana, berubah menjadi anak mandiri dan percaya diri.
Maka, selagi Mama bisa menggendong si Kecil, nikmatilah setiap detik momen kedekatan itu. Selamat menggendong dengan penuh cinta, Ma!