5 Fakta tentang Botulisme pada Bayi
Duh, bisa menyebabkan kematian, Ma!
13 Desember 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dalam memberikan MPASI untuk si Kecil, Mama pasti ingin memberikan segala yang terbaik. Tidak hanya rasanya yang beragam, namun vitamin dan mineral yang diterima anak juga harus beragam.
Asalkan tidak memicu reaksi alergi, bayi memang perlu dikenalkan dengan aneka makanan bergizi.
Walau begitu, bukan berarti semua makanan sudah boleh diberikan pada bayi lho, Ma. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada beberapa makanan yang sebaiknya tidak diberikan pada bayi yang usianya masih di bawah 12 bulan.
Salah satu contoh makanan yang dimaksud IDAI adalah madu. Mungkin hal ini membuat Mama bingung, karena madu adalah makanan alami yang tidak mengandung pengawet.
“Bagaimana mungkin madu tidak boleh diberikan pada bayi?” mungkin kalimat itu sering muncul di benak mama, ya.
Faktanya, IDAI mengatakan kalau konsumsi madu pada bayi berusia kurang dari 12 bulan dapat meningkatkan risiko infant botulism atau penyakit botulisme pada bayi. Penyakit apa sih ini?
Untuk meningkatkan kewaspadaan Mama akan penyakit botulisme, yuk simak 5 fakta penting tentang penyakit ini.
Madu Ternyata Beracun
Menurut IDAI, botulisme terjadi akibat racun yang diproduksi oleh kuman Clostridium botulinum. Ini adalah bakteri gram positif yang ditemukan dalam tanah, dan dapat terbawa oleh udara.
“Spora Clostridium botulinum dapat ditemukan juga pada madu, suatu hal yang sudah terbukti secara mikrobiologis dan epidemiologis,” tulis dr. Devina Angela, dalam tulisannya untuk IDAI.
Editors' Pick
Paling Sering Menyerang Bayi
Walau semua anak bisa saja mengalami botulisme, namun penyakit ini ternyata paling sering terjadi pada anak. Menurut IDAI, sebanyak 95 persen kasus infant botulisme terjadi pada bayi berusia 6 minggu hingga 6 bulan.
Kenapa lebih sering menyerang bayi?
“Bayi yang menelan spora Clostridium botulinum berisiko mengalami infant botulism karena masih belum lengkapnya flora normal pada usus bayi sehingga belum dapat berkompetisi dengan spora yang masuk ke saluran cerna,” jelas dr. Devina Angela.