10 Manfaat Mendidik Anak dengan Dua Bahasa Sejak Dini
Konon, memakai dua bahasa malah bikin si Kecil terlambat bicara. Mana yang benar, nih?
1 Januari 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dahulu, para ahli percaya bahwa bayi yang dibesarkan di lingkungan yang menggunakan dwibahasa atau bilingual (misalnya si Kakak atau Papa mengajarinya bahasa Indonesia, dan Mama mengajak si Kecil mengobrol dalam bahasa Inggris), akan menghambat perkembangan bahasanya.
Kini, penelitian justru membuktikan hal berbeda.
Francois Grosjean, penulis buku Bilingual: Life and Reality menegaskan, perkembangan bahasa sebagai salah satu keterampilan kognitif, tak akan terhambat pada bayi yang dibesarkan dalam lingkungan bilingual.
Kesimpulan ini juga dikeluarkan oleh peneliti ahli saraf kognitif Laura-Ann Petitto dan rekan-rekannya, yang meneliti bayi yang belajar dua bahasa cakap dibandingkan dengan bayi yang belajar satu bahasa cakap dan satu bahasa isyarat.
Berikut manfaat yang didapatkan oleh Si Kecil jika ia dibiasakan tumbuh di dalam lingkungan yang terbiasa menggunakan dua bahasa.
1. Memicu ingatan yang lebih kuat
Dibandingkan dengan bayi monolingual (yang hanya diajarkan satu bahasa), bayi bilingual memiliki ingatan yang lebih baik, termasuk kemampuan awal untuk menggeneralisasikan hal, dalam konteks yang berbeda-beda. Hal ini dipublikasikan oleh Natalie Brito dari Columbia University dan rekan-rekannya, yang melakukan penelitian terhadap 42 bayi monolingual dan 30 bayi bilingual.
Brito memberikan boneka bebek kuning bersarung tangan dengan bel di dalamnya. Permainan dilakukan dengan membuka sarung tangan berisi bel tersebut, menggoyangkannya agar berdenting, dan mengganti sarung tangan tersebut dengan yang lain. Setelah itu, boneka diganti dengan sapi berwarna hitam putih.
Walaupun lambat, bayi monolingual bisa meniru permainan dengan menggunakan boneka bebek. Namun, saat boneka diganti dengan sapi, bayi ini akan memperlakukan boneka tersebut seperti mainan baru. Sementara itu, anak bilingual lebih cepat meniru permainan, dan bahkan melakukan permainan dengan boneka sapi, sama seperti boneka bebek.
2. Melatih bayi memecahkan masalah
Naja Ferjan Ramirez, penulis utama publikasi ilmiah yang dikeluarkan oleh University of Washington memaparkan, bahwa bahkan sebelum bisa berbicara, keadaan dwibahasa tak hanya merangsang perkembangan bahasa bayi, namun juga bagian otak yang membantunya memecahkan masalah.
3. Membuat bayi mampu membagi perhatian
Dengan dua bahasa, otak bagian prefrontal cortex dan orbitofrontal cortex akan terlatih secara rutin untuk belajar beralih dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Bayi pun belajar untuk membagi perhatiannya terhadap hal-hal berbeda.
4. Melatih bayi untuk memerhatikan detail
Janet Werker, seorang profesor di University of British Columbia yang meneliti mengenai bahasa, mengatakan bahwa bayi yang dibesarkan dalam dua bahasa lebih sensitif terhadap perbedaan visual.
Hal ini disebabkan karena mereka akan memerhatikan dengan cermat saat orang mengucapkan kata-kata dalam bahasa yang berbeda, termasuk memerhatikan ekspresi wajah saat mengucapkan kata tersebut.
Editors' Pick
5. Bayi lebih baik dalam melacak beragam petunjuk
Janet Werker memaparkan, bahwa dibandingkan dengan anak monolingual, bayi bilingual akan belajar untuk memperhatikan masing-masing tata bahasa.
Anak monolingual akan bisa membuat kalimat sederhana berdasarkan tata bahasa yang ada. Namun selain menguasai hal itu, anak bilingual lebih mampu mengenali intonasi serta seberapa lama sebuah kata diucapkan.
6. Bayi lebih terbuka mempelajari bahasa baru
Bayi yang dibesarkan mendengarkan dua bahasa membuatnya "terbuka" untuk mempelajari bahasa baru dengan durasi lebih lama, dibandingkan dengan anak yang dibesarkan hanya dengan satu bahasa.
"Proses adaptasi ini baik bagi otak," ungkap Patricia Kuhl, rekan penulis dari University of Washington yang penelitiannya dipublikasikan dalam Developmental Science.
7. Bayi mampu memilah dua bahasa
Uniknya, menurut Janet Werker, sensitivitas terhadap prosodi (rima, irama, tekanan dalam bahasa), membuat bayi bisa membedakan kedua bahasa sembari mempelajarinya, tanpa mengalami kebingungan antara bahasa yang satu dengan bahasa lainnya. Artinya, bayi menjadi mampu memilah dua bahasa dengan baik.
8. Memotivasi si Kecil untuk belajar
Patricia Kuhl melakukan percobaan dengan membiarkan sekelompok bayi Amerika berusia 9 bulan untuk berinteraksi dengan orang yang berbicara Mandarin sebagai bahasa ibu. Orang ini mengajak bayi bermain dan membacakan buku dalam bahasa Mandarin, dalam 12 sesi. Kelompok bayi 9 bulan lainnya dibiarkan mendengarkan DVD dan audio dalam jumlah sesi yang sama.
Hasilnya, kelompok pertama memiliki kemajuan tinggi dalam membedakan fonetik, dibandingkan kelompok dengan DVD. Artinya, kehadiran sosok seseorang untuk mengajak bayi berinteraksi amatlah penting, karena hal ini akan menarik perhatian bayi, dan akan memotivasinya untuk belajar.
9. Saat si Kecil dewasa, otaknya tak cepat menua
Brian Gold, ahli neurobiologi dari Kentucky, AS, mengatakan bahwa, "orang yang berbicara dalam dua bahasa, area kognitifnya tidak cepat menua."
Bahkan, berdasarkan publikasinya dalam Lifelong Bilingualism Maintains Neural Efficiency for Cognitive Control in Aging, ia membandingkan hasil tugas yang sama yang diberikan kepada kelompok paruh baya dan kelompok anak muda.
Paruh baya yang terbiasa dengan bilingual memiliki reaksi yang lebih cepat dibandingan dengan paruh baya yang monolingual, bahkan mendekati hasil yang diraih oleh kelompok anak muda.
10. Menunda demensia
Dalam berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ahli, dwibahasa yang terus dipraktikkan hingga usia tua, akan menunda demensia atau sindrom yang berkaitan dengan penurunan kemampuan fungsi otak alias pikun.
Ayo Mama, mulailah kenalkan si Kecil pada bahasa asing. Membacakan buku-buku bahasa lain yang sederhana, juga bisa membantu.
Namun, Mama juga perlu memerhatikan si Kecil. Pada artikel yang berjudul What to do When You Find a Child with Speech and Language Delay yang dipublikasian di bawah Ikatan Dokter Anak Indonesia, Hardiono D. Pusponegoro menulis, bahwa lingkungan rumah yang bilingual baik untuk anak normal, tetapi sebaliknya dapat menghambat kemajuan anak yang memang mengalami keterlambatan dalam hal bicara.
Semangat ya, Ma!
Baca juga: 5 Ciri Buku yang Cocok untuk Si Kecil Usia Delapan Bulan