KPAI: TPPO dan Eksploitasi pada Anak Masih Terjadi Selama Pandemi
KPAI merespon dengan mengeluarkan kebijakan bersama KPPPA dan lembaga perlindungan anak lainnya
6 Juni 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Di masa pandemi, kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan eksploitasi terhadap anak tetap terjadi. Padahal, seharusnya anak-anak ini berada di rumah untuk belajar dan terpenuhi hak-hak lainnya.
Selain melanggar hukum pemerintah, tindakan TPPO dan eksploitasi anak selama masa pandemi juga berisiko tinggi untuk terjangkit virus Covid-19. Untuk itu, KPAI pun akan bertindak tegas pada orang yang terlibat dan melindungi anak-anak yang menjadi korban.
Berdasarkan press release yang diterima Popmama.com pada Jumat (5/6/2020). Berikut informasi lengkap dan kebijakan KPAI dalam menyikapi kasus TPPO dan eksploitasi anak selama pandemi.
Editors' Pick
1. Kasus TPPO dan eksploitasi anak selama pandemi
Berdasarkan data dari KPAI, kasus dalam pengaduan ke KPP dan PA melalui Simponi, anak korban Kekerasan secara umum berjumlah 2.569 kasus. Pengaduan dan pengawasan KPAI sepanjang tahun 2020 sampai dengan 30 April 2020 terdapat 1.717 kasus.
Dengan 27 kasus TPPO dan Eksploitasi, serta laporan ke Bareskrim yang memperlihatkan kasus-kasus terlaporkan di tahun 2020 tersebut berbarengan dengan situasi pandemi.
Contoh kasus terlihat pada kejadian akhir Mei dimana polisi mengamankan 2 anak perempuan di tempat hiburan Gang Royal Jakarta. Tempat tersebut tidak mematuhi PSBB, melibatkan anak dalam bisnis prostitusi. Kemudian, laporan orangtua, anak pergi dari rumah dan ditemukan dalam jaringan prostitusi online.
Selain itu, laporan warga adanya pekerja anak sebagai Pemulung di Depok berada dalam keluarga terdampak Covid-19. Anak-anak jadi pemulung yang tidak bisa mengikuti protokol kesehatan untuk dirumahkan.
2. Anak yang menjadi korban perlu pendampingan
Pada penanganannya, anak-anak yang menjadi korban TPPO dan eksploitasi ini membutuhkan layanan pemulihan rehabilitasi yang melibatkan lintas sektor, seperti kepolisian, pendamping dan lembaga yang menyelenggarakan rehabilitasi.
Dalam konteks penerimaan, penjangkauan dan penanganan memerlukan kejelasan bagaimana protokol kesehatan memfasilitasi agar anak terlindungi dan penyelenggara pun tetap terlindungi dari virus Covid-19.
Diharapkan seluruh sektor yang terlibat dapat berkoordinasi sebaik mungkin sehingga tak ada anak yang terdiskriminasi dan seluruhnya dapat terlayani dalam proses perlindungan anak di masa pandemi.
Prinsipnya, anak sebagai korban akan terus terlayani, dipastikan kesehatannya dan kemudian mengikuti mekanisme layanan rehabilitasi.