Tegas! 3 Langkah KPAI dalam Kasus Bunuh Diri Siswi SMPN 147 Cibubur
KPAI berharap bisa hadirkan 1 psikolog di tiap sekolah untuk mencegah kasus yang meningkat
31 Januari 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kasus percobaan bunuh diri tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, tetapi juga pada remaja usia sekolah. Percobaan bunuh diri dapat disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari keadaan lingkungan pergaulan atau keluarga. Masalah itu bisa menyebabkan kondisi mental seseorang terpukul sehingga berpikir untuk mengakhiri hidupnya.
Salah satu kasus percobaan bunuh diri yang sedang diperbincangkan akhir-akhir ini, yaitu peserta didik di salah satu SMPN 147 Cibubur, Jakarta. Siswi tersebut diketahui berinisial SN, ia melakukan percobaan bunuh diri dengan cara melompat dari gedung sekolah. Meskipun sempat dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan, SN akhirnya meninggal dunia (14/01/2020) sore.
Meninjau kasus tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun tidak tinggal diam. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan perlindungan anak, komisi meresponnya dengan beberapa langkah. Hal ini disampaikan pada konferensi pers yang dilakukan pada (30/01/2020) di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat. Berikut Popmama.com rangkum selengkapnya.
Editors' Pick
1. Mendesak Dinas Pendidikan untuk membuat SOP pelaporan kasus bunuh diri atau percobaannya
KPAI bersama dengan Dinas Pendidikan Prov. DKI Jakarta, Sudin Pendidikan Jakarta Timur Wilayah 2, Kasatlak Pendidikan Kec. Ciracas, pengawas sekolah, kepala sekolah dan jajarannya, termasuk wali kelas SN melakukan rapat koordinasi untuk melakukan pencegahan dan penanganan pasca kejadian.
Dalam rapat koordinasi tersebut KPAI menemukan fakta tentang penyebab atau alasan SN melakukan percobaan bunuh diri. Hingga saat ini, penyebab percobaan bunuh diri masih diduga dan belum diketahui secara pasti karena ada beberapa kemungkinan. KPAI pun menyerahkannya pada pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan. Meskipun sebenarnya dalam kasus ini pihak sekolah tidak melaporkan kejadian pada pihak kepolisian.
Pihak sekolah hanya melaporkan kejadian ke pihak Sudin Pendidikan Jakarta Timur secara berjenjang. Tidak ke kepolisian karena saat itu SN belum meninggal dan sempat dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan. Terkait hal ini, KPAI pun mendorong Dinas Pendidikan memiliki SOP pelaporan ketika ada peserta didik yang terindikasi melakukan upaya mencelakai dirinya saat di lingkungan sekolah.
2. Mendesak pemeriksaan dan terapi psikologis untuk murid-murid lain
Saat kejadian lompatnya SN dari gedung sekolah dan terjatuh di lapangan, ada banyak peserta didik lain yang menyaksikan karena sedang ada 2 kegiatan ekskul, yaitu anak-anak yang sedang latihan bela diri dan paskibra. Meskipun tidak menyaksikan SN melompat dari gedung, para siswa tersebut secara tidak langsung mengalami goncangan secara psikologis.
Dengan hal ini maka pihak KPAI akhirnya memutuskan untuk merujuk puluhan siswa tersebut diperiksa psikologisnya oleh psikolog P2TP2A. Pemeriksaan itu sangat penting untuk mencegah risiko trauma psikologis pada siswa lainnya. Pemeriksaan kondisi psikologis terhadap para siswa dilakukan di sekolah tempat SN melakukan upata bunuh diri. Hasil pemeriksaan menemukan dari 72 siswa yang diperiksa, ada 29 anak yang membutuhkan tindak lanjut terapi.
Sebagai langkah pencegahan, KPAI kemudian mengusulkan pada Dinas Pendidikan Prov. DKI Jakarta untuk bekerjasama dengan Dinas PPAPP Prov. DKI Jakarta agar kejadian serupa tidak terulang. Hal ini karena KPAI juga menerima sejumlah informasi bahwa terdapat upaya percobaan bunuh diri di sekolah lain, wilayah Jakarta Timur juga.
3. Mendesak Dinas Pendidikan memberi pelatihan tenaga didik untuk mencegah kejadian serupa
Dalam upaya pencegahan meminimalisir percobaan bunuh diri pada remaja usia sekolah, KPAI mendorong Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI terutama Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta untuk melakukan pelatihan bagi para guru. Hal ini dilakukan agar mereka memiliki kepekaan dan mengetahui cara mendeteksi murid yang dirundung masalah dan bisa berpotensi melakukan bunuh diri.
Pelatihan yang dilakukan pun tidak dilakukan dengan metode pembelajaran dan kurikulum. Guru juga seharusnya memiliki empati terhadap anak-anak didik yang mungkin bermasalah. Pelatihan ini diperuntukkan bagi kepala sekolah dan para guru yang menjabat sebagai wali kelas, serta pembina esktrakulikuler. Jadi, tidak hanya guru Bimbingan Konseling (BK) yang bertanggung jawab terhadap konsultasi atau konseling para siswa.
KPAI juga mendorong perlunya menerapkan program Sekolah Ramah Anak (SRA) karena SRA memenuhi perlindungan terhadap anak dan menjamin tumbuh kembang anak secara opimal.
Sekolah ramah anak ini juga diwajibkan memiliki sistem pengaduan yang melindungi anak korban dan anak saksi mengadu atau anak-anak yang dirundung masalah berani melakukan konseling sehingga bisa dibantu menghadapi masalah. Selain itu, KPAI juga berharap sekolah-sekolah memiliki 1 psikolog.
Baca juga:
- #RIPNadia, Fakta di Balik Bunuh Diri Siswi SMPN 147 Cibubur
- Yang Perlu Mama Ketahui tentang Sekolah Ramah Anak