Remaja Ternyata Memiliki Peran Penting dalam Mencegah Stunting
Remaja merupakan calon orangtua generasi di masa depan
5 November 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Stunting masih menjadi masalah penting yang perlu diwaspadai oleh para orangtua di Indonesia. Hal ini karena stunting atau masalah tubuh perawakan pendek tersebut merupakan salah satu gangguan pertumbuhan pada anak-anak.
Dikutip laman resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sebagian besar stunting disebabkan oleh masalah nutrisi. Sudah sepatutnya, orangtua bekerja sama dengan dokter spesialis anak dalam memantau kebutuhan nutrisi anak agar masalah stunting tidak terjadi.
Namun, tidak hanya menjadi tanggung jawab para orangtua atau pasangan yang sudah menikah saja. Anak-anak remaja pun memiliki peran yang cukup penting dalam mencegah stunting, lho.
Lebih lanjut, berikut Popmama.com jelaskan secara lengkap mengenai peran remaja dalam mencegah stunting. Disertai dengan hal-hal penting yang perlu diajarkan pada remaja agar anak-anak masa depan tidak mengalami stunting.
Editors' Pick
1. Remaja berperan dalam cegah stunting
Terdapat alasan tersendiri mengapa para remaja berperan penting dalam pencegahan stunting, Ma. Hal ini karena remaja merupakan kelompok yang memiliki andil besar dalam menghasilkan keturunan di masa depan.
Dengan adanya edukasi mengenai konsep berkeluarga serta anak-anak, remaja diharapkan dapat menjadi orangtua yang memiliki keturunan sehat dan anti stunting. Jadi, keterlibatan remaja dalam pencegahan stunting ini sangat penting untuk diperhatikan.
2. Perlunya edukasi tentang keluarga pada remaja
Meski memiliki peran yang penting dalam pencegahan stunting, tetapi edukasi mengenai stunting pada remaja ini masih belum dilaksanakan dengan maksimal. Di tempat belajar, seperti sekolah, tidak ada pelajaran khusus mengenai parenting terutama stunting sehingga para remaja cenderung tidak tahu.
Untuk itu, apabila Mama dan Papa memiliki remaja di rumah, sudah sebaiknya memberikan edukasi terkait konsep keluarga, cara pengasuhan, serta pendidikan anak. Dengan begitu, para remaja bisa lebih tahu, lebih siap, dan lebih mampu dalam bertanggungjawab pada rumah tangganya kelak.
Menurut Dr. Reisa Broto Asmoro, edukasi yang mendalam tentang keluarga pada remaja sangat perlu dilakukan. Mengingat angka pernikahan remaja di Indonesia masih cukup tinggi.
Berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2018, jumlah remaja yang menikah di bawah usia 16 tahun mencapai angka 15,66% dan angka ini justru meningkat dibandingkan data sebesar 14,18% di tahun 2017. Padahal, pernikahan usia remaja cukup berisiko karena bisa saja menimbulkan beberapa dampak berikut:
- meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi,
- kehamilan di bawah usia 20 tahun dapat menimbulkan risiko pendarahan, anemia, preeklampsia dan eklampsia, infeksi saat hamil, dan keguguran,
- hamil pada usia 10–14 tahun memiliki risiko 5x lebih besar,
- berisiko melahirkan prematur,
- berisiko mengalami stunting, dan
- ketidakstabilan emosi pada remaja dapat menimbulka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).