Apa Itu Sidratul Muntaha? Berhubungan dengan Isra Miraj
Kisah Nabi Muhammad SAW yang diizinkan melampaui batas untuk bertemu Allah Swt.
17 Januari 2025

Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sidratul Muntaha adalah salah satu konsep spiritual yang sarat makna dalam ajaran Islam, membawa pesan mendalam tentang keagungan Allah Swt. dan keistimewaan perjalanan Nabi Muhammad SAW.
Istilah ini merujuk pada tempat yang berada di puncak langit ketujuh, yang menjadi batas akhir dari alam semesta dan hanya dapat dicapai oleh Nabi Muhammad dalam peristiwa luar biasa Isra Miraj.
Sebagai salah satu bagian penting dari kisah perjalanan Nabi, Sidratul Muntaha digambarkan dalam Al-Qur’an dengan keindahan yang melampaui imajinasi, seperti pohon bidara besar yang daunnya seindah telinga gajah dan buahnya sebesar kendi.
Tempat ini juga dikelilingi oleh cahaya yang tidak dapat dijangkau oleh makhluk lain, termasuk Malaikat Jibril.
Dalam Islam, Sidratul Muntaha bukan hanya sekadar lokasi, tetapi juga simbol keistimewaan spiritual dan kebesaran Ilahi yang menjadi pelajaran bagi umat manusia.
Berikut Popmama.com akan menjelaskan lebih lanjut tentang apa itu Sidratul Muntaha? Simak dengan baik, ya!
Editors' Pick
1. Makna Sidratul Muntaha
Secara bahasa, "Sidratul Muntaha" berasal dari dua kata dalam bahasa Arab:
Sidrah: Pohon bidara, sejenis pohon yang dikenal memiliki kekuatan dan keteduhan. Pohon ini sering disebutkan dalam tradisi Islam sebagai simbol kedamaian dan keindahan.
- Muntaha: Ujung, puncak, atau batas akhir.
Jika digabungkan, Sidratul Muntaha berarti "pohon bidara di batas akhir". Tempat ini dianggap sebagai ujung dari alam semesta yang dapat dijangkau oleh makhluk-makhluk Allah.
Lebih jauh lagi, Sidratul Muntaha digambarkan sebagai tempat transenden yang berada di luar jangkauan pemahaman manusia biasa.
Di sanalah batas perjalanan semua makhluk, termasuk para malaikat.
Hanya Nabi Muhammad SAW yang diizinkan melampaui batas ini dalam rangka bertemu langsung dengan Allah Swt.
Sidratul Muntaha disebutkan dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam surah An-Najm (53:13-15).
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah Swt. menggambarkan pengalaman Nabi Muhammad SAW yang melihat Sidratul Muntaha:
وَلَقَدْ رَاٰهُ نَزْلَةً اُخْرٰىۙ ١٣ عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهٰى ١٤ عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوٰىۗ ١٥ اِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشٰىۙ ١٦ مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغٰى
“Dan sungguh, dia (Nabi Muhammad) telah melihatnya (Jibril) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. Ketika Sidrah diliputi oleh sesuatu yang meliputinya, penglihatan (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sungguh, dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar.”(Surah An-Najm: 13-15)
2. Tentang Sidratul Muntaha dalam Isra Miraj
Isra Miraj adalah peristiwa luar biasa dalam sejarah Islam, di mana Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan malam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha di Yerusalem (Isra), kemudian dilanjutkan dengan perjalanan menuju langit (Miraj).
Dalam perjalanan Miraj inilah Nabi Muhammad SAW mencapai Sidratul Muntaha, yang menjadi salah satu titik puncak dari pengalaman spiritual beliau.
Sidratul Muntaha digambarkan sebagai tempat yang luar biasa indah dan mulia, berada di langit ketujuh.
Diceritakan dalam Kitab al-Isra' wa al-Mi'raj karya Ibnu Hajar As-Asqalani dan Imam as-Suyuthi, yang merujuk pada hadis riwayat Imam Muslim melalui Hamad ibn Salamah, Tsabit al-Banani, dan Anas ibn Malik RA, bahwa ketika Rasulullah Saw bersama Malaikat Jibril tiba di langit ketujuh, mereka melanjutkan perjalanan menuju Sidratul Muntaha.
Di sana, Nabi Muhammad SAW ditemani oleh Malaikat Jibril, tetapi Jibril tidak diizinkan untuk melampaui Sidratul Muntaha. Jibril berkata kepada Nabi Muhammad SAW:
“Ini adalah batasku. Jika aku melangkah lebih jauh, maka aku akan terbakar oleh cahaya (keagungan Allah).”
Setelah melewati Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad SAW berkomunikasi langsung dengan Allah Swt. dan menerima perintah salat lima waktu, yang awalnya diperintahkan sebanyak lima puluh waktu sehari.
Berkat permohonan Nabi Muhammad SAW atas umatnya, Allah Swt. menguranginya menjadi lima waktu sehari, namun dengan pahala yang setara dengan lima puluh waktu.
Sidratul Muntaha disebutkan secara jelas dalam Al-Qur'an, sebagaimana Allah Swt. berfirman:
وَلَقَدْ رَاٰهُ نَزْلَةً اُخْرٰىۙ ١٣ عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهٰى ١٤ عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوٰىۗ ١٥ اِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشٰىۙ ١٦ مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغٰى ١٧
"Sungguh, dia (Nabi Muhammad) benar-benar telah melihatnya (dalam rupa yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu ketika) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Nabi Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha dilingkupi oleh sesuatu yang melingkupinya. Penglihatan (Nabi Muhammad) tidak menyimpang dan tidak melampaui (apa yang dilihatnya)." (QS An Najm: 13-15)