13 Santri Diperkosa Pemilik Pondok Pesantren, 4 Orang Telah Melahirkan
Ada yang melahirkan hingga dua kali
9 Desember 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tokoh masyarakat adalah seseorang yang memiliki pengaruh besar di masyarakat. Mereka dituntut untuk berperilaku baik sebagai contoh untuk masyarakat. Apalagi ketika ia merupakan tokoh masyarakat dalam hal agama. Ia tidak boleh sekali-kali mencontohkan perbuatan yang melanggar agama.
Namun nyatanya, seorang guru serta ketua forum pondok pesantren pondok tahfiz al-Ikhlas, Yayasan Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School Cibiru di Bandung melakukan perbuatan keji pada anak-anak santri di pesantren tersebut. Pelaku berinisial HW ini melakukan kekerasan seksual pada 13 santri.
Berikut ini, Popmama.com telah merangkum informasi tentang keadaan korban dan hal-hal yang janggal dari pondok pesantren tersebut. Simak yuk, Ma!
Editors' Pick
1. Keadaan korban terkini
Berdasarkan data dari UPTD PPA setempat, korban dari kekerasan seksual yang terjadi di pondok pesantret tersebut berjumlah 13 orang. Mereka berusia belasan tahun.
"Laporan dari orang tua korban menyebutkan para santriwati yang menjadi korban rata-rata berusia belasan (13-16 tahun)," tulis Mary Silvita dalam akun Facebook pribadinya.
Dari 13 korban, 4 di antaranya telah melahirkan. Bahkan, salah satunya telah melahirkan sebanyak dua kali.
"Ada empat anak (korban) yang hamil. Sudah melahirkan semua," ucap Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung Agus Mudjoko saat dikonfirmasi, Rabu (8/12/2021).
"Bahkan salah seorang korban telah dua kali melahirkan akibat perbuatan terdakwa (HW)," imbuhnya.
Diketahui, kekerasan ini ternyata sudah terjadi sejak tahun 5 tahun yang lalu yakni tahun 2016.
2. Kesaksian warga sekitar terhadap keadaan pondok pesantren
Setelah mendapat laporan dari orangtua korban tentang keadaan para korban, Mary Silvita dan timnya melakukan investigasi ke tempat tinggal sekaligus tempat belajar para korban. Di mulai dari Pondok di bilangan Komplek Sinergi Antapani, Jl. Suka Nagar Antapani, lalu di Cibiru.
Di sana, ia meminta kesaksian para warga, salah satunya Dewi. Ia merupakan salah satu warga yang tinggal persis di depan pondok pesantren.
Dewi mengatakan sering melihat santriwati terlihat ketakutan dan langsung masuk ke dalam rumah setiap kali HW pulang. Tampak seperti ada pembatasan untuk berbicara dan berkomunikasi bagi santriwati dengan para tetangga.
Selain itu, Dewi pun menuturkan, ada seorang anak berusia 9 tahun, berkulit hitam manis asal Papua sering terlihat menangis dan mengadu kepadanya bahwa dia sering didorong dan dimarahi.
Kejanggalan lain yang dilihat oleh Dewi adalah keberadaan anak-anak balita yang menurutnya memiliki paras mirip dengan HW.
"Padahal usia balita seperti sepantaran," tutur Dewi.
Adapun kejanggalan lainnya yang dilihat oleh Dewi yakni para santri lebih sering bekerja daripada belajar.
"Mulai dari mencuci, menjemur pakaian, bersih-bersih, sampai mengaduk semen untuk membangun pagar," ucap Dewi.
Dari keterangan tersebut membuat Mary Silvita mengetahui kebenaran baru, korban bukan hanya mendapat kekerasan secara seksual tetapi mereka juga dieksploitasi oleh HW.