Pelaku Pemerkosaan 13 Santri Dihukum Mati, Komnas HAM: Tidak Setuju!
Komnas HAM bukan membela tetapi ada hak untuk hidup bagi pelaku
13 Januari 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Peristiwa pemerkosaan yang dilakukan oleh Herry Wirawan pada 13 santrinya sangat menghebohkan masyarakat Indonesia di akhir tahun 2021 lalu.
Sejak berita tersebut beredar, Herry langsung diamankan dan diadili oleh aparat yang berwajib. Sejauh ini, ia sudah mengikuti beberapa kali persidangan. Terakhir, pengadilan membacakan tuntutan berupa hukuman mati untuknya.
Sayangnya, setelah tuntutan tersebut rilis dan tersebar, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak setuju dengan keputusan itu. Komnas HAM ingin pelaku mendapat hukuman yang berat tetapi bukan hukum mati.
Untuk lebih jelas mengenai alasan penolakan dari Komnas HAM, berikut ini Popmama.com telah merangkum informasinya untuk Mama. Simak yuk!
Editors' Pick
1. Jaksa menuntut hukuman mati, kebiri, dan denda ratusan juta untuk Herry Wirawan
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep N Mulyana pada Selasa (11/1) menyampaikan tuntutan untuk Herry berupa hukuman mati serta membayar denda sebesar Rp 500 juta dan membayar restitusi Rp 331 juta untuk para korban.
"Kami menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai bukti, sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku atau pada pihak-pihak lain yang melakukan kejahatan (seksual)," kata Asep di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat.
Adapun denda yang harus dibayar sebesar 500 juta dan restitusi pada para korban dengan besaran Rp 331 juta.
Untuk membayarnya, pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menuntut agar aset dari terdakwa disita hingga dilelang untuk biaya hidup para korban dan bayi yang dilahirkan dari para korban.
Tak sampai disitu, Jaksa juga menyebutkan tuntutan hukuman kebiri untuk pelaku.
"Kami juga meminta kepada hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa pengumuman identitas, identitas terdakwa disebarkan dan penuntutan tambahan berupa kebiri kimia," lanjut Asep.
Semua tuntutan di atas berdasarkan dakwaan pertama yakni Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan (5) jo Pasal 76 D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
2. Tuntutan tersebut tidak disetujui oleh Komnas HAM dengan alasan hak hidup bagi setiap manusia
Setelah tuntutan tersebut rilis dan tersebar ke banyak orang, Komnas HAM tidak setuju.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara pada Kamis (13/1/2021) menegaskan, Komnas HAM mengecam keras kejahatan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Herry Wirawan. Namun, terkait tuntutan untuk pelaku, ia tetap meminta bukan hukuman mati.
Komnas HAM tidak setuju karena merujuk pada hak hidup yang merupakan salah satu hak asasi manusia paling mendasar. Hak itu tidak dapat dikurangi dalam situasi apapun.
"Jadi, karena alasan itulah Komnas HAM menentang hukuman mati," ujar Beka.
Ia pun menjelaskan, penolakan atas hukuman mati ini juga berlaku untuk tindakan kejahatan lainnya seperti narkotika, korupsi, dan terorisme.
Tidak hanya terkait hukuman mati, Komnas HAM secara tegas juga menolak pelaku dijatuhi hukuman kebiri kimia. Alasannya karena hukuman kebiri kimia bagi pelaku sama sekali tidak manusiawi sehingga perlu opsi hukuman lain.
3. Usulan hukuman dari Komnas HAM untuk Herry Wirawan
Walau tidak setuju dengan hukuman mati, Komnas HAM tetap minta pelaku dihukum sangat berat.
Menurut Beka, pemerintah melalui aparat penegak hukum bisa saja menjatuhi hukuman kurungan penjara seumur hidup bagi Herry Wirawan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Demikian beberapa informasi terbaru terkait hukuman untuk Herry Wirawan. Semoga pemerintah melalui petugas yang berwajib dapat menemukan titik terang mengenai hukuman berat yang pas untuk pelaku agar tak mengulangi perbuatannya lagi.
Baca juga:
- Pemerkosa 13 Santri Dituntut Hukuman Mati dan Kebiri Kimia
- Mengenal Kebiri Kimia, Hukuman bagi Pelaku Kekerasan Seksual pada Anak
- Nasib Anak-Anak yang Menjadi Korban Kekerasan Seksual