Penerapan Kurikulum Merdeka, Pembelajaran Siswa Berbasis Proyek
Salah satu langkah untuk mengatasi learning loss pada anak
5 Maret 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia telah meresmikan Kurikulum Merdeka pada Februari 2022.
Kurikulum tersebut bertujuan untuk mengatasi krisis pembelajaran atau learning lost pada siswa yang selama ini terjadi, khususnya di era pandemi Covid-19.
Melalui Kurikulum Merdeka, para siswa akan memilih mata pembelajarannya sendiri sesuai dengan minatnya. Dengan demikian, mereka menjadi lebih fokus dalam menyerap ilmu dan informasi. Hingga akhirnya kemampuannya telah dipupuk sejak dini.
Tentunya adanya pembaruan kurikulum ini membuat tim Kemendikbud merancang sistem belajar yang baru dan lebih relevan untuk para siswa. Salah satunya yakni pembelajaran berbasis proyek.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai sistem pembelajaran kurikulum merdeka, simak informasi dari Popmama.com berikut ini yuk, Ma!
Editors' Pick
1. Pembelajaran kurikulum merdeka berbasis proyek
Hal yang sangat membedakan sistem pembelajaran Kurikulum Merdeka dengan yang sebelumnya yakni terkait sistem pembelajaran berbasis proyek. Jadi, setelah guru menjelaskan anak-anak akan mendapat proyek yang harus diselesaikan.
"Salah satu karakteristik kurikulum prototipe adalah menerapkan pembelajaran berbasis proyek untuk mendukung pengembangan karakter sesuai dengan profil pelajar pancasila. Dalam kurikulum prototipe (merdeka), sekolah diberikan keleluasaan dan kemerdekaan untuk memberikan proyek-proyek pembelajaran yang relevan dan dekat dengan lingkungan sekolah," jelas Supriyanto selaku Pelaksana Tugas Kepala Pusat Perbukuan Kemendikbud Ristek pada Senin (17/1/2022).
Sistem pembelajaran ini dianggap penting guna mengembangkan karakter siswa. Sebab, mereka akan diberi kesempatan untuk memulai pengalaman (experiential learning).
“Mereka mengalami sendiri bagaimana bertoleransi, bekerja sama, saling menjaga, dan lain-lain, juga mengintegrasikan kompetensi esensial dari berbagai disiplin ilmu,” ucap Supriyatno.
Sistem pembelajaran tersebut telah diterapkan di SMA Pangudi Luhur II Servasius yang telah menggunakan Kurikulum Merdeka.
Dalam hal ini, Januar Dwi Sri selaku guru matematika bercerita jika anak didiknya sudah mulai mengerjakan proyek dengan menciptakan produk matematika secara berkelompok. Untuk menyukseskan projek ini, setiap peserta didik dan guru akan berdiskusi melalui Microsoft Team.
"Untuk pelajaran kolaboratif learning kami membuat kd untuk tujuh mata pelajaran untuk membuat produk. Produknya itu bukan lagi pembelajaran rumus dan angka-angka, melainkan produk jadi seperti podcast, vlog, blog, dan komik," jelas Januar.
2. Memantau dan mengevaluasi para siswa melalui jurnal digital
Terkait proyek yang diberikan pada siswa, Januar menjelaskan, pada mulanya anak-anak harus menentukan produk apa yang mereka buat. Selanjutnya, menentukan timeline atau rencana kerja agar produk yang telah ditentukan selesai dikerjakan.
Setelah itu, para siswa bisa langsung mengerjakan tugas-tugas yang telah direncanakan. Mulai dari diskusi, mengumpulkan materi, pembuatan naskah, dan langkah-langkah lainnya hingga project selesai.
Dalam hal ini, para guru akan memantau aktivitas para muridnya melalui jurnal digital.
Januan mencontohkan proyek milik siswanya, dalam Microsoft Team tersebut tertera timeline dan jurnal digital yang dibuat secara rutin.
"Jumat, 20 Agustus 2021. Topiknya kegiatan pembelajaran 2. Tema literasinya human right and basic need. Tujuannya berdiskusi pembuatan vlog. Lalu ada refleksinya juga," tutur Januar membacakan isi jurnal salah satu kelompok muridnya.
Januar pun menjelaskan melalui jurnal digital yang telah dibuat oleh para siswa tersebut, guru akan mencocokan dengan timeline yang telah dibuat pada awal proyek, apakah mereka tepat waktu dan disiplin atau tidak.
Setelah jurnal digital, nantinya siswa akan memberikan hasil diskusi yang berisi tentang pendapat para siswa terkait topik yang diangkat.
"Setiap anggota mengeluarkan pendapatnya (pada hasil diskusi) sehingga proses diskusi itu berlangsung. Tidak menunjuk. Kamu bagiannya pelajaran matematika ya, kamu Bahasa Indonesia, lalu setelah selesai semua dijadikan satu. Di situ proses diskusi tidak terjadi dan tidak menghasilkan keterampilan 4C pada siswa, creative thinking, critical thinking and problem solving, communication, dan collaboration," jelas Januar.