Pastikan Anak Paham, Aturan Dibuat Bukan untuk Dilanggar!
Jangan biasakan anak bangga jika berhasil melanggar aturan
9 Juni 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Orangtua mana yang tak ingin anaknya senang? Setiap Mama pasti tak akan tega melihat si anak mendapat masalah, baik itu di rumah, maupun di sekolahnya. Tak jarang, Mama membela si Anak, meski tahu kalau dia bersalah dan harus bertanggung jawab.
Bahkan ada juga Mama yang rela ribut dengan orangtua lain atau guru si Anak, demi menutupi kesalahan mereka. Tak baik Mama menerapkan hal tersebut, apalagi jika itu dilakukan sejak si Anak masih dalam usia belajar.
Apa alasan Mama tidak boleh menolerir kesalahan anak? Simak penemuan Popmama.com ini.
1. Orangtua sering menggunakan kekuasaan untuk membela anak
Lisa Damour, seorang psikolog, dalam tulisannya untuk The New York Times menceritakan pengalamannya saat mengajar di sebuah universitas. Salah satu mahasiswinya kedapatan menyalin tugas kuliah. Beliau lalu memanggil anak itu untuk bicara soal aturan sekolah tentang plagiarisme. Obrolan mereka cukup lancar, sampai saat Lisa mengalihkan pembicaraan pada tugas si Anak. Remaja perempuan itu langsung meraih tasnya dan pergi meninggalkan kantor Lisa.
Rasanya belum sampai si Anak keluar gedung saat ayahnya menelepon Lisa dari New York dan mengancam akan memperkarakan kasus pemanggilan tersebut ke ranah hukum. Pastinya sang Ayah punya jabatan penting, sehingga bisa dengan mudah melontarkan ancaman tersebut. Hal ini sangat disayangkan, di mana si Anak menolak mengakui kesalahan dan sang Ayah menyalahgunakan kekuasaan dan hak istimewa untuk membela putrinya.
Hal ini tidak baik ditiru sebab anak jadi mengandalkan kekuasaan orangtua untuk menyelamatkan dirinya. Bayangkan, jika Mama telah tua dan tidak lagi berkuasa, bagaimana anak mama bisa menyelesaikan masalahnya? Menyelesaikan masalah adalah keterampilan yang perlu dilatih dan mama harus juga menanamkan disiplin serta kejujuran dalam keseharian anak. Jelas, dalam kasus di atas, plagiarisme adalah sikap tidak jujur karena mencontek.
Editors' Pick
2. Melatih disiplin sejak kecil
Meski kisah ini sudah lampau, tapi rasanya sangat relevan dengan beberapa kasus yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Anak-anak tak lagi hormat pada gurunya, dan orangtua justru melakukan pembelaan terhadap si anak. Kembali ke atas, orangtua mana yang tak ingin anaknya senang? Namun jika Mama melakukan hal yang sama dengan ayah tadi, sesungguhnya Mama secara tak sadar telah menghancurkan masa depan si anak.
Bukan kebahagiaan masa kecil yang bikin anak tumbuh menjadi orang dewasa yang juga bahagia. Ditulis Lisa, menurut penelitian, justru anak-anak yang rajib, tertib, dan bisa mengandalikan diri, yang lebih banyak tumbuh menjadi orang dewasa yang bahagia. Jika Mama mendukung anak menyalahi aturan yang sudah disepakati, memang mereka akan senang saat itu. Namun di masa depannya, dia akan mengalami banyak kesulitan, karena tak terbiasa disiplin dan mandiri.
3. Bersikap tega saat anak sedih atau kecewa
Mama yang tak tega melihat anak sedih atau kecewa, justru menggiring si Anak pada masa depan yang suram. Karenanya, Mama harus tegas dalam setiap aturan yang dibuat, tak hanya di sekolah, tapi juga di rumah. Dimulai dari rumah, mama bisa menerapkan aturan-aturan yang dirasa penting, dan membiasakan mereka mematuhinya sedari kecil. Namun jangan sampai aturan yang Mama buat justru mengekang kebebasan mereka berkreasi, ya!
Jangan pernah memberi keringanan untuk aturan yang sudah Mama dan anak sepakati di rumah. Dengan demikian, mereka akan terbiasa menaati peraturan, dan kemudian menerapkannya di sekolah. Nah, untuk aturan di sekolah sebaiknya bukan lagi jadi urusan Mama. Percayakan anak pada guru yang membimbing mereka. Selama aturan yang dirancang sekolah masih masuk akal dan baik untuk anak, biarkan mereka mematuhinya.
4. Tidak memberikan bantuan instan
Pada umumnya, orang-orang yang terbiasa tidak bertanggung jawab atau tidak jujur, akan mendapat kemudahan secara instan, karena punya koneksi untuk menuju masa depan yang tampak cukup cerah. Namun pada umumnya juga, kebahagian yang didapat dengan cara seperti itu akan mudah berlalu, saat mereka menyadari bahwa mereka tak bisa mengambil keputusan sendiri. Sementara mereka yang mengikuti proses, akan lebih awet berbahagia.
5. Tidak berhenti menjadi pengingat
Mama pasti tak mau kan, anaknya tidak berbahagia di masa depan? Karenanya, Mama harus selalu ingat bahwa kesuksesan anak juga tergantung dari bagaimana perilaku baiknya di masa kecil. Tak mudah memang membesarkan anak yang lapang dada. Terkadang Mama akan merasa menjadi orangtua yang cerewet, dan itu sangat wajar.
Anak-anak mungkin merasa semua aturan yang harus mereka patuhi itu sangat menjengkelkan, tapi Mama harus ingat bahwa ini semua akan menjadi 'tabungan' untuk masa depan mereka yang lebih baik. Jangan takut mereka akan membenci jika Mama cerewet.