Bertemu Andini, Marselus dan Karin dalam Kisah Mereka Raih Pendidikan
Harapan, sukacita, dan keadilan bagi anak-anak Indonesia. Simak kisah mereka!
20 Desember 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pada Kamis (19/12/2024), Wahana Visi Indonesia (WVI) menggelar kampanye bertajuk “Hope, Joy, Justice for All Children” di restoran Pancious, Mal Pacific Place.
Acara ini mengajak masyarakat untuk menjadi Sponsor Anak, sebuah program yang mendukung anak-anak dampingan tanpa memisahkan mereka dari keluarga dan komunitasnya.
Kampanye ini juga menjadi panggung bagi tiga anak inspiratif dari berbagai daerah untuk berbagi kisah mereka tentang harapan, sukacita, dan perjuangan keadilan.
Dengan tujuan mempromosikan harapan, sukacita, dan keadilan, WVI menghadirkan Andini, Maselus, dan Karin yang berbagi pengalaman mereka yang menggugah hati.
Berikut kisah lengkap Andini, Marselus dan Karin dalam menegakkan hope, joy, dan justice di daerahnya dan kisah mereka dalam raih pendidikan yang telah dirangkum Popmama.com.
Editors' Pick
1. Harapan di Tengah Tantangan, Kisah Andini dari Nagekeo, NTT
Andini, gadis 15 tahun dari Nagekeo, NTT, setiap hari harus berjalan kaki sejauh 5 kilometer ke sekolah. Jalan yang dilaluinya tidak mudah, terutama saat musim hujan dengan kondisi licin dan banjir. Namun, semangatnya untuk menuntut ilmu tak pernah surut.
“Harapan itu penting. Jangan mudah menyerah pada tantangan yang kita hadapi. Jadikan setiap rintangan sebagai pijakan menuju impian kita,” kata Andini. Ia juga mendorong teman-temannya untuk memanfaatkan teknologi dan internet untuk mencari peluang, seperti beasiswa yang diraih kakaknya.
Sidney Mohede, salah satu Hope Ambassador, menambahkan, “Masalah utama di daerah seperti ini adalah infrastruktur yang belum merata. Namun, semangat anak-anak seperti Andini membuat kita bersyukur dan terinspirasi.”
2. Sukacita di Tengah Kehilangan, Kisah Maselus dari Sintang, Kalimantan Barat
Maselus, remaja 16 tahun dari Sintang, Kalimantan Barat, tumbuh dalam kondisi yang penuh kehilangan. Kehilangan orang tua dan kakek-neneknya membuatnya merasa gagal dan terpuruk. Namun, berkat pendampingan WVI, ia menemukan kembali sukacita hidup.
“Sukacita terbesar bagi saya adalah saat saya bisa menghibur orang lain. Kita tidak boleh terus-menerus terpuruk dalam duka,” ujar Maselus. Ia juga mengapresiasi meningkatnya perhatian komunitas terhadap anak-anak di Sintang, yang memberi harapan baru bagi masa depan mereka.
Becky Tumewu, Joy Ambassador, menambahkan, “Kita sering lupa bahwa sukacita adalah kebutuhan anak. Anak-anak harus dilindungi dari pengalaman traumatis agar mereka bisa tumbuh dengan baik.”