Rumah adat Sulawesi Tenggara tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga mencerminkan kehidupan sosial, kepercayaan, dan nilai-nilai budaya masyarakatnya.
Setiap suku di provinsi ini memiliki gaya arsitektur khas yang mengandung filosofi dan simbol, sehingga bentuk dan material yang digunakan berbeda-beda.
Rumah Laikas adalah rumah adat Suku Tolaki yang ditemukan di Kota Kendari, Kabupaten Konawe, dan Konawe Utara. Rumah ini dibangun dengan konsep rumah panggung yang terdiri dari tiga hingga empat lantai. Setiap bagian rumah memiliki fungsi dan makna unik yang mencerminkan pandangan hidup masyarakat Tolaki.
Lantai kolong: Bagian kolong rumah digunakan untuk memelihara hewan ternak seperti ayam atau babi, menyimpan alat-alat pertanian, dan sebagai tempat berlindung dari ancaman banjir atau binatang buas.
Lantai pertama: Digunakan sebagai ruang tinggal keluarga, lantai ini menjadi pusat kehidupan sehari-hari penghuni rumah. Pada bagian ini terdapat ruang tamu dan kamar tidur.
Lantai kedua dan ketiga:Lantai ini difungsikan untuk menyimpan benda pusaka, sedangkan lantai tertinggi biasanya digunakan untuk tempat ibadah atau meditasi. Filosofi arsitektur Laikas menggambarkan tubuh manusia: bagian depan rumah melambangkan tangan, bagian tengah seperti pusar, dan bagian belakang melambangkan kaki.
Rumah Laikas dibangun tanpa bahan logam. Kayu dan alang-alang digunakan untuk atap dan tiang, disatukan menggunakan serat kayu atau pasak. Hal ini mencerminkan ketergantungan masyarakat pada alam serta keahlian mereka dalam menggunakan sumber daya lokal tanpa merusak lingkungan.
Editors' Pick
Rumah Adat Mekongga
borneohouse.com
Rumah Mekongga adalah rumah adat Suku Raha, yang juga dikenal sebagai rumah Poiaha. Dengan bentuk segi empat besar, rumah ini memiliki dua belas tiang penyangga dan 30 anak tangga yang mewakili 30 helai bulu sayap burung Kongga. Rumah ini memiliki sejarah sebagai tempat berkumpulnya para pemuka adat dan raja dalam acara seremonial.
Dua belas tiang yang menyokong rumah melambangkan jumlah pemimpin yang berpengaruh di Mekongga, sementara 30 anak tangga menggambarkan bulu sayap burung Kongga, simbol kebesaran dan kekuatan.
Ruangan dalam rumah ini terbagi menjadi empat bilik yang masing-masing memiliki fungsi: ruang rapat adat, ruang penyimpanan benda pusaka, ruang kerja raja, dan ruang untuk abdi raja.
Mekongga dibangun dengan semangat gotong royong, sebuah nilai penting dalam masyarakat Sulawesi Tenggara. Meski kini bahan bangunan sudah berkembang, prinsip kebersamaan dalam pembangunan masih dipegang teguh.
Banua Tada, Rumah Adat Peninggalan Kesultanan Buton
radarmukomuko.disway.id
Banua Tada adalah rumah adat Sulawesi Tenggara yang dibangun tanpa paku, terbuat sepenuhnya dari kayu dan berbentuk panggung. Banua Tada berarti "rumah siku," dan dikenal sebagai rumah dari Kesultanan Buton yang dipenuhi simbol dan dekorasi bermakna. Rumah ini terbagi menjadi tiga jenis sesuai hierarki pemiliknya:
Kamali (Malige): Istana atau rumah utama untuk raja beserta keluarganya. Rumah ini memiliki dua atap yang bersusun, dengan ornamen khas dan struktur yang kokoh.
Tare Pata Pale: Rumah untuk pejabat istana dengan empat tiang penyangga. Rumah ini lebih sederhana dibandingkan Kamali namun tetap memiliki beberapa dekorasi dan simbol yang mencerminkan status pemiliknya.
Tare Talu Pale: Tempat tinggal untuk rakyat biasa dengan tiga tiang penyangga. Meskipun memiliki desain yang lebih sederhana, rumah ini tetap mencerminkan nilai budaya lokal.
Dekorasi pada Banua Tada banyak dipengaruhi ajaran tasawuf yang mencerminkan kepercayaan dan nilai spiritual Kesultanan Buton. Hiasan-hiasan ini menggambarkan filosofi hidup, persatuan, dan kearifan lokal masyarakat Buton.
Rumah Adat Buton
commons.wikimedia.org
Rumah Buton dikenal sebagai Banua Walio atau Malige, berbentuk rumah panggung dengan tiang yang diteruskan dari bawah hingga atap. Jumlah tiang berbeda sesuai status sosial pemilik rumah: empat untuk rakyat biasa, enam untuk bangsawan, dan delapan untuk Sultan.
Rumah ini terdiri dari beberapa modul yang mewakili fungsi tertentu, seperti ruang pertemuan, ruang makan tamu, dan kamar tidur. Modul depan digunakan untuk tamu dan acara adat, sementara modul belakang untuk keluarga Sultan.
Tangga utama rumah ini cukup besar dan dikelilingi pagar rendah yang menjadi area transisi sebelum memasuki ruang dalam. Tangga dan teras dibuat lebar, memberikan kesan kemegahan pada bangunan ini.
Nilai dan Filosofi Mendalam dalam Arsitektur
commons.wikimedia.org
Arsitektur rumah adat Sulawesi Tenggara tidak sekadar bangunan, tetapi mencerminkan pandangan hidup masyarakat yang menghormati alam, kebersamaan, dan kepercayaan. Berikut adalah beberapa nilai dan filosofi yang ditemukan di rumah adat Sulawesi Tenggara:
Rumah adat dibangun dari bahan alami seperti kayu, bambu, dan alang-alang, tanpa menggunakan logam. Bahan-bahan tersebut disatukan dengan serat kayu atau pasak, sebuah teknik yang menunjukkan keahlian lokal serta pemahaman akan pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan.
Setiap rumah adat memiliki ciri yang mencerminkan status sosial pemilik, seperti jumlah tiang atau tingkat ruangan yang digunakan. Hal ini mencerminkan struktur sosial masyarakat Sulawesi Tenggara dan perbedaan kasta yang dihormati dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap bagian rumah memiliki fungsi yang spesifik, seperti ruang tamu, tempat penyimpanan pusaka, atau tempat meditasi, mencerminkan kedalaman makna filosofis dan religius masyarakat.
Ciri-ciri rumah adat Sulawesi Tenggara penuh dengan keunikan khas masyarakat Sulawesi Tenggara yang masih terjaga dengan baik. Semoga kebudayaan dan kebanggaan masyarakat Indonesia terhadap budaya Indonesia terus lestari sepanjang masa.