Upaya Kemen PPPA Tekan Risiko Gangguan Psikososial Pada Peserta Didik
Gangguan psikososial harus segera ditangani sebelum berujung pada bunuh diri
11 April 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong satuan pendidikan semakin berempati dan ramah terhadap anak serta remaja (09/04). Hal ini dilakukan sebagai upaya menekan risiko gangguan psikososial yang marak terjadi saat ini.
Gangguan psikososial pada anak dan remaja harus segera ditangani. Kondisi ini dapat menyebabkan efek bola salju dan berbahaya bagi anak itu sendiri jika dibiarkan. Selain itu, lingkaran pertemanan dan lingkungan sosialnya pun akan terpengaruh.
Berdasarkan data hasil kajian Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan 2020, sebanyak 4,3 persen laki-laki dan 5,9 persen perempuan SMP dan SMA memiliki keinginan bunuh diri sebagai ujung dari gangguan psikososial yang dialami.
Hal ini dikarenakan tidak banyak yang menyadari kondisi mereka, termasuk tenaga pendidik. Akibatnya, penanganan yang dilakukan oleh pihak sekolah maupun tenaga pendidik kurang tepat.
Maka dari itu, Kemen PPPA melakukan beberapa upaya. Apa saja? Lebih lanjut, Popmama.com bahas di bawah ini.
Editors' Pick
1. Upaya Kemen PPPA dalam Menekan Risiko Gangguan Psikososial Anak dan Remaja
Gangguan psikososial pada anak dan remaja merupakan masalah yang tak kasatmata, tapi tanda-tandanya dapat dideteksi. Oleh karena itu, perlu pengamatan khusus oleh orang-orang di sekitarnya, termasuk guru.
“Guru merupakan pihak yang objektif dalam mengamati apakah seorang anak mengalami gangguan psikososial atau tidak,” jelas Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar.
Untuk mewujudkannya, Kemen PPPA menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Penanganan Gangguan Psikososial pada Peserta Didik secara virtual.
Bimtek ini diikuti oleh sekitar 300 peserta perwakilan Satuan Pendidikan Sekolah Ramah Anak (SRA) jenjang SD/MI hingga SMA/MA dari Provinsi Bengkulu, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Peserta terdiri dari perwakilan kepala sekolah/madrasah, guru kelas, guru BK, dan PJOK.
Bimtek dilaksanakan selama 3 hari, yaitu pada 7-9 April 2021. Dalam rangkaian tersebut, para peserta melakukan diskusi dan tanya jawab dengan psikolog serta psikiater tentang gejala gangguan psikososial, deteksi dini, dan penanganan pada peserta didik yang mengalaminya.
Selain itu, pada tahun 2020, Kemen PPPA juga bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Buku Penanganan Gangguan Psikososial Pada Peserta Didik.
Melalui buku ini, Kemen PPPA berharap seluruh tenaga pendidik dapat memahami dan membangun kerja sama yang baik dalam memberikan pertolongan pertama terkait gangguan psikososial yang dialami peserta didik sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
2. Langkah-langkah yang Dapat Diambil Oleh Satuan Pendidikan
Psikolog Rahajeng Ikawahyu Indrawati, narasumber Bimtek, menjelaskan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pihak satuan pendidikan ketika menemukan tanda-tanda gangguan psikososial pada peserta didik, yaitu sebagai berikut.
- Mewawancarai anak. Pihak satuan pendidikan diharapkan lebih banyak mendengarkan anak secara aktif dan berfokus pada apa yang dirasakan anak ketika melakukannya. Ini dilakukan untuk mencari tahu latar belakang anak melakukan sesuatu.
- Menanyakan kepada pihak lain. Pihak tersebut adalah guru, wali kelas, dan teman-temannya.
- Berkomunikasi dengan orangtua.
- Konseling dan stabilisasi. Konseling yang dilakukan tidak hanya memberikan saran saja, tapi juga memahami apa yang anak alami.
- Melakukan psikoedukasi.
- Merujuk anak tersebut ke seorang ahli.
Sementara itu, Psikiater Shelly Iskandar mengatakan bahwa seluruh sistem satuan pendidikan bertanggung jawab dalam memberikan dukungan dan harapan pada anak-anak yang mengalami gangguan psikososial.
Untuk melakukannya, Shelly menghimbau pihak satuan pendidikan agar mengaplikasikan metode DEKAP sebagai pertolongan pertama mempertahankan kesehatan mental.
DEKAP adalah akronim dari Dengarkan dan nilai kegawatan, Empati (berikan informasi dan dukungan), Kerjakan (bantu solusi dan mencari pertolongan profesional), dan Pertahankan kesehatan mental.