KPAI: Pencegahan Perkawinan Anak Jadi Tanggung Jawab Bersama
Berat jika anak harus menjalani pernikahan di usia dini. Jangan sampai anak mengalami ekonomi sulit
7 Desember 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
KPAI memandang bahwa perkawinan anak harus menjadi perhatian semua pihak. Mengingat ada dampak sistemik dan berkelanjutan dari terjadinya perkawinan anak.
Perkawinan anak akan menyebabkan kondisi sulit bagi anak. Beberapa hal yang perlu dicegah dari efek buruk pernikahan di usia muda adalah sebagai berikut:
- putusnya pendidikan,
- kerentanan kesehatan reproduksi,
- kerentanan kehidupan keluarga,
- hingga berdampak pada stunting,
- kemiskinan yang berkelanjutan.
Perkawinan anak berdampak bagi sumber daya manusia Indonesia di masa mendatang. Itulah yang membuat hal ini menjadi tanggung jawab bersama. Peran orangtua sangat pending untuk mencegah hal ini.
Berikut Popmama.com mengulas pentingnya mencegah pernikahan anak untuk dilakukan oleh semua pihak.
Editors' Pick
1. Hukum perkawinan anak di Indonesia
Pengesahan Undang-Undang Nomer 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Perkawinan merupakan momentum baik untuk mencegah praktik perkawinan anak serta membuat mekanisme kehadiran negara mencegah perkawinan anak melalui aturan dispensasi kawin.
“Selain menjaga agar teknis pelaksanaan dispensasi kawin berjalan sebagai upaya perlindungan anak, upaya pencegahan lainnya mulai dari pembuatan kebijakan, program dan penganggaran khususnya kabupaten/kota hingga ke desa/kelurahan, pencegahan perkawinan anak yang tidak tercatat, hingga pembentukan tim pencegahan dan penanganan perkawinan anak harus ada” kata Rita Pranawati, wakil ketua KPAI, dalam Rapat Koordinasi Hasil Pengawasan Implementasi Dispensasi Kawin Usia Anak yang diselenggarakan KPAI, Rabu 2 Desember 2020.
Angka prevalensi perkawinan anak di tahun 2019 adalah 10,8% dengan target 8,74% pada tahun 2024.
Sedangkan angka permohonan dispensasi kawin dari BADILAG RI, Januari-Juni 2020 sebanyak 49.684, padahal di tahun 2019 berjumah 29.359.
Kenaikan usia perkawinan dalam UU Perkawinan tentu akan ada peningkatan jumlah permohonan dispensasi kawin.
Hal ini harus dimaknai positif sebagai bentuk ketertiban hukum dan memudahkan pendampingan.
Sedangkan selama pandemi dilaporkan adanya perkawinan usia anak karena situasi kerentanan ekonomi keluarga, situasi pengasuhan dan pendidikan selama pandemi, maupun karena kekhawatiran anak pulang malam, serta potensi melanggar norma susila dan agama, sehingga anak dinikahkah orangtua.
2. Temuan baru KPAI terkair praktik perkawinan anak
Dalam kegiatan yang diikuti 500 peserta secara virtual baik dari kalangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri, Kementrian Agama, Dinas PP dan PA beserta Puspaga, dan KPAD seluruh Indonesia, KPAI menyampaikan temuannya.
KPAI dalam pengawasan perkawinan usia anak, terkait teknis persidangan dispensasi kawin, menemukan bahwa prosedur mengadili perkara dispensasi kawin secara umum sudah berjalan dengan baik meskipun masih ada catatan.
Misalnya penggunaan atribut mengadili perkara anak, masih kurangnya perspektif perlindungan anak dalam mengadili dispensasi yang seharusnya juga merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Anak, pemastian hak pendidikan dan kesehatan anak jika dikabulkan, dan landasan kebolehan anak menikah dengan perspektif aqil baligh.
Dalam hal ini KPAI merekomendasikan adanya pelatihan hakim yang berperspektif perlindungan anak dan ketersediaan ruang khusus untuk mengadili perkara anak di Pengadilan Agama.
Kebijakan pencegahan harus dilakukan diantaranya dengan sosialisasi tentang hadirnya UU Perkawinan yang baru.
Studi Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menyebutkan bahwa 59% responden penelitian menyatakan belum memahami UU Perkawinan paska perubahan.
Studi ini juga didukung hasil pengawasan KPAI bahwa proses permohonan dispensasi sering berjalan lambat karena kurang pahamnya masyarakat akan perubahan Undang-undang tersebut.