KPAI Terima Pengaduan PPDB dan Tunggakan SPP Selama Pandemi Covid-19
KPAI mendorong Pemda untuk bisa mencari solusi agar anak-anak bisa sekolah dengan tenang
8 Juni 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 7 pengaduan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sebanyak 7 kasus.
Pengaduan berasal dari DKI Jakarta (5 kasus), Banten (1 kasus) dan Jawa Barat (1 kasus).
Ketiga wilayah ini termasuk yang terdepan dalam membuat juknis dan pembagian zonasi. Pengaduan diterima KPAI mulai 27 Mei hingga 5 Juni 2020.
Selain PPDB, KPAI juga menerima 5 pengaduan terkait tunggakan SPP yang membuat para siswa tidak diperkenankan mengikuti ujian kenaikan kelas atau Penilaian Akhir Semester (PAT).
Pengaduan SPP berasal dari Jawa Barat, DKI Jakarta dan Tangsel.
Berikut Popmama.com laporkan berita terkait pendidikan anak sekolah selama masa pandemik yang berdasarkan rilis resmi KPAI.
PPDB Belum Dimulai Tapi Pengaduan Sudah Masuk
Pengaduan terkait PPDB yang telah diadukan ke KPAI antara lain masalah teknis berupa 4 kasus, yaitu kekeliruan pendaftar dalam mengisi data seperti asal sekolah.
1. Salah input data calon siswa
Ada pengadu yang berasal dari SMPN 6 Tangerang, tetapi salah data menjadi SMPN 6 Serang.
Pengaduan teknis semacam itu merupakan kewenangan Dinas Pendidikan setempat, sehingga staf pengaduan KPAI memberikan nomor telepon pengaduan PPDB Disdik setempat yang dapat dihubungi langsung oleh orangtua calon peserta didik tersebut.
Editors' Pick
2. Kebijakan yang dianggap tidak adil bagi anak-anak
Selain salah pendataan, ada pengaduan lainnya lagi terkait kebijakan yang dianggap tidak adil bagi anak-anak, yaitu:
- ketetapan zonasi di DKI Jakarta yang hanya 40% dari yang seharusnya minimal 50% menurut Permendikbud No. 44 Tahun 2019 tentang PPDB,
- ada pengaduan terkait penggunaan indikator seleksi berupa usia (semakin tua usia, peluang diterima semakin besar), sementara anak pengadu mau mendaftar ke jenjang SMA dengan usia 14 tahun.
Orangtua pengadu khawatir anaknya tidak diterima di sekolah negeri karena usianya masih terlalu muda, padahal secara ekonomi keluarga pengadu mengalami kesulitan kalau harus bersekolah di SMA swasta.
3. Kesulitan mendaftar karena menjalani isolasi
Selain itu, ada satu keluarga inti beranggotakan 4 orang yang sedang menjalani isolasi di RS Wisma Atlet kebingungan mendaftarkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi karena mereka sekeluarga sedang diisolasi, di mana seluruh dokumen anak ada di rumah dan bingung dengan sistem daring PPDB DKI Jakarta.
Kasus yang terakhir ini, yang mengadukan adalah tetangganya.
Tidak Bayar SPP, Tidak Boleh Ujian Kenaikan Kelas
Banyak orangtua siswa terdampak pandemic covid 19 secara ekonomi, sehingga banyak yang kesulitan membayar SPP.
Sebagian sekolah swasta meringankan bayaran SPP dengan mengurangi SPP dari sebelum pandemik.
Namun sebagian sekolah lagi sepertinya tidak menurunkan SPP. Pihak yayasan diduga kuat tidak memiliki empati pada para orangtua yang terdampak ekonomi.
Pihak yayasan tetap menuntut orangtua membayar penuh SPP jika anaknya ingin ikut Penilaian Akhir Semester (PAT) atau ujian kenaikan kelas.
Menurut keterangan KPAI, diduga strategi ini digunakan oleh pihak yayasan untuk menekan orangtua agar ada uang masuk ke kas sekolah/yayasan.
Ancaman bagi Anak yang Orangtua Tidak Bisa Bayar SPP Harus Segera Dicarikan Solusi
Ancaman anak tidak bisa mengikuti ujian PAT jika orangtua tidak membayar tunggakan SPP adalah pelanggaran hak anak di bidang pendidikan, padahal semua pihak tahu bahwa pandemi Covid-19 berdampak besar pada ekonomi jutaan rumahtangga di Indonesia.
Terjadi jutaan pemutusan hubungan kerja, bahkan para pengusaha seperti pengusuha rumah makan dan pedagang selain makanan dan bahan pokok mengalami kehilangan penghasilan.
Sementara itu banyak juga orangtua yang bekerja dan bergantung pada upah harian, di mana selama pandemi Covid-19 terjadi mereka juga kehilangan pekerjaannya atau dirumahkan sementara tanpa penghasilan.
Anak berhak mendapatkan perlindungan dan pendidikan yang layak
“Hak anak untuk ujian wajib dipenuhi pihak sekolah, meskipun orangtua menunggak SPP selama pandemik Covid-19. Hak anak dilindungi oleh UU Sisdiknas dan UU Perlindungan Anak”, ungkap Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan.
Kewajiban membayar SPP adalah kewajiban orangtua, namun ketika orangtua tidak bisa membayar karena kesulitan secara ekonomi, maka hak anak untuk ujian harus tetap dipenuhi oleh pihak sekolah.
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang bersifat sosial, bukan mencari keuntungan semata.
Menurut ketentuan perundang-undangan, yayasan pendidikan swasta berbadan hukum nirlaba.
Kebijakan Penggunaan Dana BOS Bisa Jadi Opsi
“Namun, ketika sekolah juga mengalami kesulitan keuangan karena tunggakan SPP para orangtua siswa akibat pandemik, maka dana BOS dari APBN dapat dipergunakan secara fleksibel sesuai kebutuhan sekolah. Selain itu, para pengadu juga berharap pihak yayasan dapat mengurangi pembayaran SPP agar mereka dapat membayar jika diberikan potongan,” ujar Retno.
Retno melanjutkan, "Bagi sekolah-sekolah swasta papan atas, yang dapat dipastikan memiliki dana talangan, namun tidak mengurangi beban SPP orangtua siswa yang terdampak Covid-19, padahal tunggakan ini mungkin hanya sementara dan dapat ditagih kembali ke orangtua siswa ketika ekonomi kembali pulih, maka Dinas Pendidikan setempat seharusnya dapat memediasi permasalahan ini”.
Mediasi bertujuan agar harapan dan kenyataan kepentingan para pihak terlindungi, perlu ditengahi difasilitasi pihak berwenang.
Pemerintah Daerah sebagai pihak yang paling berwenang dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut.
Karena kelangsungan hidup sekolah swasta tertentu itu masih membutuhkan bantuan Pemerintah Pusat dan Pemda melalui dana BOS dan BOSDA (APBD), KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan KJP (Kartu Jakarta Pintar).
Pemda memiliki kewenangan atas aturan di lingkungan pendidikan pada masing-masing daerah
Menurut keterangan KPAI, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan melakukan monitoring penggunaan dana BOS, BOSDA dan bahkan perpanjangan izin operasional sekolah swasta setiap 5 tahun sekali.
Oleh karena itu, yayasan yang membuka dan menyelenggarakan pendidikan itu tetap bertanggung jawab kepada Pemerintah, dalam ketentuan peraturan perundangan tentang yayasan disebutkan bahwa yayasan itu milik masyarakat.
Yayasan pendidikan juga dapat dicabut ijin operasionalnya jika melanggar ketentuan peraturan perundangan.
Jadi, Pemda memiliki pendekatan pengaruh kekuasaan yang kuat terhadap yayasan pendidikan di wilayahnya.
Kewenangan dan kekuasan Pemda tersebut sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah, diantaranya yaitu PP No. 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Tentang Yayasan dan PP No. 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Oleh karena itu, untuk menangani masalah tunggakan SPP di berbagai sekolah swasta yang berdampak pada psikologis anak-anak karena terancam tidak ikut ujian kenaikan kelas.
Maka KPAI mendorong permasalahan ini dapat diselesaikan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk jenjang pendidikan TK, SD dan SMP.
Sedangkan untuk jenjang pendidikan anak SMA/SMK dan SLB dapat ditangani oleh Pemerintah Provinsi.
Semua harus didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak, demikian pemaparan KPAI.
Baca juga:
- Sempat Dibuka, Korsel Kembali Tutup 250 Sekolah karena Covid-19
- Komisioner KPAI Ungkap Persiapan Orangtua saat Anak Masuk Sekolah
- KPAI: 129.937 Orangtua Tidak Setuju Sekolah Kembali Dibuka 13 Juli