Orangtua Berpisah, Begini Dampak Psikologis Anak Broken Home
Pahami juga cara mengasuh anak pasca bercerai dengan pasangan!
25 Februari 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setiap pasangan suami istri yang bercerai tentu pernah mengalami berbagai konflik di dalam hubungan mereka. Padahal saat perceraian itu terjadi, maka anaklah yang seringkali menjadi korban terutama secara psikologis dan akan memengaruhi perkembangannya di masa mendatang.
Selama proses perceraian berlangsung, pelan-pelan menjadi luka tersendiri untuk anak apalagi jika di usianya yang sudah paham mengenai sebuah perpisahan. Mental anak pun ajan
Contohnya saja ketika melihat kedua orangtua sedang bertengkar, memiliki hubungan dingin bahkan saling menyalahkan justru membuat mental anak terganggu. Bahkan perebutan hak asuk anak menjadi salah satu pemicu yang membuat perkembangan anak tidak optimal.
Terkait berbagai pengaruh yang dapat terjadi pada anak ketika orangtuanya bercerai, Popmama.com mewawancarai secara eksklusif Psikolog Alexandra Gabriella A., M.Psi, C.Ht mengenai permasalahan ini.
Simak juga 5 hal yang perlu orangtua lakukan kepada anak mereka agar psikologis mereka tetap terjaga pasca perceraian. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Ma!
1. Orangtua perlu menjalankan perannya masing-masing
Demi menghindari terganggunya psikologis anak pasca bercerai, maka orangtua perlu tetap terlibat serta menjalankan perannya masing-masing untuk perkembangan keluarganya.
Disarankan orangtua perlu menerapkan co-parenting agar perkembangan dan pertumbuhan anak-anak dapat terjadi secara optimal.
Istilah co-parenting sendiri sempat digagas di Italia oleh sebuah komunitas orangtua yang telah berpisah yaitu Association of Separated Parents.
Co-parenting adalah sebuah pola pengasuhan anak yang dilakukan pasca perceraian, sehingga orangtua yang sudah bercerai diwajibkan secara bersama-sama untuk saling berkomunikasi dan membesarkan anak walau tidak ada ikatan pernikahan serta tak tinggal lagi di dalam satu rumah. Penerapan co-parenting ini diharapkan agar psikologis anak tidak terganggu akibat perpisahan kedua orangtuanya.
Dengan penerapan co-parenting yang dilakukan oleh kedua belah pihak, maka perlu sekali tetap berkomitmen. Walau sudah bercerai dan tak tinggal satu rumah, perlu diingat bahwa orangtua tetaplah orangtua di hati anak-anaknya.
Editors' Pick
2. Usahakan tidak selalu memanjakan anak, walau hanya sebatas untuk menebus rasa bersalah
Sebagai seseorang yang dapat merasakan perasaan anak tak jarang berusaha untuk memanjakannya dengan tujuan untuk menebus rasa bersalah. Padahal langkah seperti ini justru tidak baik untuk perkembangan anak-anak di masa mendatang.
"Usahakan untuk menghindari kebiasaan yang selalu memanjakan anak, meskipun sedang merasa sangat bersalah," kata Alexandra.
Perlu diketahui bahwa jika seringkali memanjakan anak, maka dapat membentuk sebuah persepsi bahwa perpisahan itu sesuatu situasi yang menyenangkan. Bahkan bisa saja, anak-anak akan memiliki kehilangan rasa untuk sekadar bertanggung jawab terhadap hal apapun.
3. Anak-anak perlu selalu merasa dicintai dan disayangi kedua orangtuanya
Ketika kedua orangtuanya berpisah anak-anak akan merasa bahwa dirinya tidak dicintai dan disayangi. Banyak anggapan dipikirannya bahwa kasih sayang orangtua akan berubah total.
Padahal dengan menerapkan pola asuh seperti co-parenting, anak-anak akan mendapatkan kasih sayang yang sama.
"Orangtua perlu selalu mengingatkan anak bahwa dirinya dicintai dan disayangi. Anak-anak yang menganggap orangtua selalu hadir di setiap momen, maka membuat mereka merasa lebih berharga," jelas Alexandra.
4. Tetap memberikan waktu berkualitas untuk anak
Orangtua yang bercerai seringkali merasa ingin menang sendiri tanpa mengutamakan kondisi psikologis anaknya. Padahal situasi yang buruk di dalam keluarga dapat berdampak pada kehidupan si Anak nantinya.
"Ketika perceraian, anak biasanya akan merasa serba salah karena tidak tahu harus membela siapa. Di satu sisi, dirinya merasa nyaman dalam sebuah keluarga yang utuh," ucap Alexandra.
Sebagai psikolog, Alexandra pun mengatakan bahwa beberapa anak ada yang merasa tidak disayangi terutama oleh orangtua yang telah meninggalkannya. Padahal kekecewaan tersebut dapat berkembang menjadi perasaan tidak berharga, sehingga menyebabkan si Anak menjadi rendah diri dalam lingkungan sosialnya.
Demi perkembangan anak tetap optimal dengan baik, maka orangtua perlu menyingkirkan ego masing-masing untuk memberikan waktu berkualitas kepada anak.
"Tetap berikan waktu berkualitas untuk anak bahwa kalian tetaplah Mama dan Papa-nya," kata Alexandra.
Jika ini rutin dilakukan tentu akan berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak ke depannya.
5. Usahakan tidak berubah dan tetaplah menjadi orangtua terbaik untuk anak
Ketika perceraian orangtua terjadi, anak-anak akan memendam sebuah luka di hatinya. Tak jarang di antara korban perceraian orangtua, beberapa anak merasa kesulitan dalam mengekspresikan emosinya.
Selayaknya seseorang yang tertimpa pengalaman buruk, si Anak pun akan melewati 5 fase emosi. Kelima tahapan itu, seperti:
- Penyangkalan karena anak-anak bisa saja tidak menerima kenyataan yang ada. Beberapa di antara mereka berusaha menyangkal segala emosi yang muncul, termasuk ketika mengalami kehilangan sosok orangtua pasca perceraian.
- Kemarahan pun akan muncul di dalam dirinya, bahkan dirinya bisa menyalahkan siapa saja termasuk sang Pencipta.
- Ada perasaan berharap di mana anak-anak masih ingin keluarganya bersatu secara utuh. Pada tahapan ini mereka memang sulit dalam menerima segala kenyataan yang ada dan menyadari bahwa kedua orangtuanya telah berpisah.
- Pada tahapan depresi anak biasanya mulai menyadari bahwa perpisahan kedua orangtuanya memang nyata. Ada rasa kehilangan yang pelan-pelan dapat berkembang ke arah depresi. Hal ini dikarenakan ada rasa kesepian, kehilangan, sedih mulai terasa pada fase tersebut. Namun, pada akhirnya si Anak akan terbuka terhadap kenyataan yang ada.
- Penerimaan pun dapat terjadi ketika seseorang anak telah menerima perpisahan kedua orangtuanya, lalu beranjak memikirkan masa depan. Hanya saja tidak semua anak bisa mencapai tahapan penerimaan dengan cepat karena beberapa di antara mereka hanya terus berputar-putar dalam tahap depresi.
Sebagai orangtua perlu sekali mendampingi berbagai fase yang harus dilalui oleh anak pasca terjadinya perceraian.
Kehadiran dan kasih sayang yang konsiten pada anak seperti sedia kala dapat membantu anak lebih merasa berharga. Kebiasaan-kebiasaan yang dulu sempat dilakukan dan dirutinkan kembali pasca perceraian membuat si Anak sadar bahwa kedua orangtuanya tetap ada apapun yang terjadi.
Semoga informasi mengenai kondisi anak pasca perceraian ini menjadi pengetahuan baru ya, Ma!
Baca juga:
- Eksklusif: Terlibat dalam Co-Parenting, Begini Pengalaman Gista Putri Saat Jadi Ibu Sambung
- Waspada, Pola Asuh Hyper Parenting Bikin Anak Tak Bahagia
- Hebat! Broken Home dan Disleksia Tak Halangi Prestasi Azka Corbuzier