Hati-Hati, 5 Kondisi Sosial Ini Memicu Anak Berpikir untuk Bunuh Diri!
Pola asuh yang salah juga bisa pemicunya lho, Ma!
22 September 2018
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Di tanggal 10 September kemarin, seluruh dunia memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri dan di tahun 2018 mengusung tema “Berupaya Bersama untuk Pencegahan Bunuh Diri”.
Untuk bisa mengupayakan pencegahan terhadap bunuh diri, Mama juga perlu mengetahui kondisi seperti apa yang memicu seseorang bisa mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Terkadang kondisi sekitar atau pola asuh orangtua di rumah bisa menjadi salah satu faktor yang membuat anak menyakiti diri sendiri dan berpikir untuk bunuh diri.
Berhubung masih dalam suasana Hari Pencegahan Bunuh Diri di bulan September, kali ini Psikolog Alexandra Gabriella A.,M.Psi, C.Ht dan Popmama.com ingin berbagi mengenai beberapa kondisi sekitar anak yang bisa memicu pemikiran untuk bunuh diri.
Yuk Ma, mulai kembali membuka mata terhadap kondisi-kondisi yang bisa memicu anak berpikir untuk bunuh diri!
1. Pola asuh perfeksionis
Ada yang menerapkan pola asuh perfeksionis di rumah?
Pola asuh perfeksionis memaksa si Anak selalu berhasil dalam keadaan apapun. Orangtua seolah membentuk gambar ideal anak yang terlalu kaku dan tidak boleh melakukan kesalahan apapun karena ingin anak-anaknya berhasil.
Pola asuh yang salah dari orangtua si Anak bisa menjadi salah satu pemicu pikiran untuk bunuh diri. Ini dikarenakan terlalu depresi saat harus menuruti segala peraturan orangtuanya yang begitu ketat.
Padahal orangtua yang menerapkan pola asuh perfeksionis harus paham tentang pembelajaran dari sebuah kegagalan. Bersama kegagalan, si Anak justru bisa mengetahui kesalahan yang terjadi padanya dan justru akan belajar untuk memperbaiki.
Jika pola asuh perfeksionis ini terus dilakukan ke si Anak, jangan heran kalau dirinya merasa frustasi dengan segala tekanan yang diberikan padanya.
Editors' Pick
2. Selalu mendapatkan julukan yang buruk
“Dasar Anak Manja! Kemana-mana pasti selalu sama orangtuanya!”
“Matanya kok juling?”
Anak yang menerima cap atau julukan dari orang lain bisa membuat dirinya merasa tidak nyaman. Belum lagi kalau julukan itu benar-benar menyakitkan.
Tak bisa dipungkiri kalau ini sudah termasuk kekerasan secara verbal, korban pun bisa merasakan sakit hati karena diperlakukan seperti ini hingga dirinya dewasa nanti.
Ingatan tentang julukan buruk ini akan selalu ada dan sulit sekali dihilangkan. Hal terburuk lainnya, ini menjadi salah satu faktor atau alasan seseorang mengakhiri hidupnya.
Baca juga: 5 Peran Orangtua Terhadap Pencegahan Bunuh Diri pada Anak
Baca juga: 10 September, Ajakan Membuka Mata Mengenai Pencegahan Bunuh Diri