Beri Tahu Remaja, 5 Cara Mengatasi Sifat Toxic Dalam Diri
Jangan biarkan sifat toxic bertahan pada remaja hingga usianya dewasa
25 Januari 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Belakangan ini penggunaan istilah toxic cukup sering digunakan di kalangan remaja hingga dewasa. Secara sederhana, toxic adalah seseorang atau perilaku yang menyebabkan pengaruh negatif. Orang-orang yang dianggap toxic ini, dapat menguras energi.
Namun seringkali tak disadari, ada perilaku toxic dalam diri sendiri. Beberapa ciri-ciri toxic pada diri sendiri, misalnya adalah harus bisa sempurna dalam berbagai hal, lebih mementingkan orang lain daripada diri sendiri, sering merendahkan diri sendiri, dan lainnya.
Nah, apakah Mama merasa anak remaja di rumah ciri-ciri yang telah disebutkan?
Tentu ada beberapa ha yang bisa Mama tanamkan pada anak, untuk mengatasi hal tersebut agar tidak berkembang dan merugikannya sampai usia dewasa kelak. Berikut Popmama.com telah merangkum lima cara mengatasi sifat toxic dalam diri anak remaja Simak ulasan ini, ya!
1. Cari tahu apa yang menyebabkan anak memiliki pola pikir negatif dalam diri
Meskipun bagi Mama terlihat mudah, tetapi sebenarnya meminta remaja untuk mencari penyebab pola pikir negatif dalam dirinya sendiri, cukup sulit. Namun, bukan berarti Mama tidak bisa menuntun anak ya!
Mulailah dengan membuat mindmap atau tabel sifat apa saja yang anak tak sukai dari dirinya sendiri. Misalnya ia tidak percaya diri, kemudian berdiskusilah untuk mencari apa saja penyebab yang menyebabkan anak tak percaya diri.
Apakah itu mungkin karena ia memiliki ekspektasi yang tinggi, suka membandingkan diri sendiri dengan orang lain, atau merasa tidak mampu melakukan suatu hal. Saat terjawab semua, cobalah untuk menyusun beberapa solusi sederhana yang bisa anak capai dengan mudah.
Seperti memperdalam hobi dan minat, mencari keterampilan baru, mengikuti komunitas, dan lain-lain. Ketika berhasil mencapai target-target kecil ini, anak bisa merasa berhasil, dan akhirnya meningkatkan kepercayaan dirinya.
Ini juga termasuk ketika remaja mengalami suatu kegagalan. Ketika kegagalan terjadi, ia bisa menemukan hal-hal kecil yang menjadi masalah dan penyebab kegagalan. Mengetahui kegagalan dan solusinya, membuat anak tak mengulanginya lagi di situasi yang sama.
Editors' Pick
2. Menetapkan harapan yang realistis
Seringkali tak disadari, ekspektasi yang tak realistis membuat anak mudah mengkritisi dirinya sendiri. Misalnya ketika anak baru belajar bermain gitar, dan menetapkan bahwa dalam dua hari ia bisa lancar bermain satu lagu.
Dalam prosesnya, anak tentu akan mengalami kesulitan atau kegagalan. Ketika tak berhasil mencapai harapannya, anak mungkin akan menyerah, kurang percaya diri, dan tidak mau mempelajarinya lagi.
Tak hanya dalam hal mendapatkan keterampilan baru, pikiran negatif ini sering terjadi saat remaja menghadapi suatu peristiwa atau situasi tertentu. Nah ketika ini sering terjadi, Mama perlu mengubah pikiran tersebut menjadi lebih realistis, agar ia tidak berpikir toxic pada dirinya sendiri.
Tetapkan langkah-langkah realistis yang bisa anak capai dengan mudah secara perlahan. Misalnya, dalam dua hari anak bisa belajar dan menghafalkan tiga kunci bermain gitar. Ketika ini berhasil, tentu akan meningkatkan kepercayaan diri dan semangat belajar anak.