Perlu Dicoba, 5 Langkah Membantu Remaja Detoks dari Media Sosial
Perlu dilakukan pada remaja yang sudah kecanduan media sosial
26 Agustus 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Realitas menyedihkan dari masyarakat saat ini adalah bahwa hampir setiap anak hingga remaja menghabiskan banyak waktu untuk melihat-lihat media sosialnya, bahkan di waktu yang mungkin tidak seharusnya, seperti di meja makan keluarga atau saat belajar.
Mama mungkin berpikir kata-kata 'kecanduan media sosial' berlaku untuk remaja, sehingga ingin membantunya menghabiskan lebih sedikit waktu di layar, dan lebih aktif dalam kehidupan.
Inilah yang membuat detoks atau istirahat dari penggunaan media sosial sangat penting bagi remaja. Tetapi beberapa langkah diperlukan agar anak tak merasa ini menjadi hukuman untuknya.
Untuk membantu Mama, kali ini Popmama.com akan membahas apa manfaat dari detoks media sosial dan langkah-langkahnya. Yuk simak!
Manfaat Melakukan Detoks Media Sosial pada Remaja
Detoks media sosial adalah sebuah istilah baru untuk berhenti sejenak dari media sosial. Dilansir dari The Telegraph, rata-rata orang menghabiskan setidaknya 1 jam 40 menit per hari untuk melihat situs dan aplikasi media sosial favorit mereka, dan ini bisa terus meningkat.
Melakukan detoks tak hanya mengurangi waktu layar remaja, namun juga memiliki banyak manfaat lainnya seperti:
- Meningkatkan harga diri
- Mengurangi kecemasan
- Terhubung kembali dengan orang-orang terdekat secara langsung
- Mengurangi FOMO (Fear of Missing Out)
- Lebih menghargai momen spesial
- Mendapatkan lebih banyak waktu luang
- Mengisi kepala dengan hal-hal yang lebih positif.
Dilansir dari Self, beberapa penyanyi dan selebriti dunia pernah menjalani detoks media sosial seperti Ed Sheeran, Demi Lovato, Selena Gomez, Chrissy Teigen, Taylor Swift, Justin Bieber, dan beberapa selebritis lainnya.
Bagaimana cara mengajak anak untuk mulai istirahat dari media sosialnya? Inilah beberapa idenya!
1. Perlahan mulai mengajak anak mengurangi waktu yang dihabiskan untuk bermain media sosial
Karena remaja mungkin telah menghabiskan lebih banyak waktu bermain media sosial selama 18 bulan atau lebih, memotong waktu penggunaan media sosial atau menghapus aplikasinya mungkin tampak seperti hukuman.
Sebaliknya, itu harus dilakukan secara perlahan agar anak memiliki kesempatan untuk membiasakan diri dengan waktu layar yang lebih sedikit dan lebih banyak waktu untuk melakukan aktivitas lain.
Dilansir dari Psychology Today, waktu layar meningkatkan dopamin di otak anak. Karena itu, ia merasa nyaman saat bermain media sosial. Agar tidak menyebabkan kehancuran pada dopamin, mengambil pendekatan yang lambat dan mantap untuk detoksifikasi layar lebih diperlukan.
Ini tidak hanya akan lebih mudah bagi remaja tetapi juga akan mengurangi sakit kepala bagi orangtua yang memaksa anak untuk stop bermain media sosial di satu waktu.
Editors' Pick
2. Penting untuk menjelaskan mengapa anak perlu melakukan detoks media sosial
Ketika Mama berupaya untuk mengajak anak detoks media sosial, dibutuhkan penjelasan langsung mengapa hal itu perlu terjadi. Tentunya, ini membantu remaja mengerti dan menerima perubahan yang dilakukan.
Dilansir dari Practical by Default, menjelaskan kepada anak, membantunya memahami bahwa detoks media sosial bukanlah hukuman, melainkan baik untuk kesehatannya.
Selain fakta bahwa menggunakan media sosial berlebihan dapat mengganggu kesehatan mata dan menyebabkan Tech Neck, dilansir dari Cleveland Clinic, remaja tidak terhubung dengan keluarga atau temannya ketika ia memiliki ponsel di tangannya terus menerus.
Dengan menjelaskan bahwa istirahat dari teknologi dapat membuat anak menghabiskan waktu bersama keluarga atau untuk menjaga kesehatan tubuh, anak akan mengerti bahwa kepentingan terbaiknya saat ini adalah untuk menahan diri dari layar sementara waktu.
Anak mungkin tidak menyukai ide ini pada awalnya tetapi seiring waktu, itu akan menjadi lebih mudah.
3. Menetapkan hari bebas digital
Untuk membatasi penggunaan media sosial anak, maka juga akan bermanfaat untuk menanamkan hari bebas digital permanen, baik itu satu hari dalam setiap minggu atau dilakukan setiap bulan.
Cara ini, membuat anak dan anggota keluarga untuk menjadi kreatif dan saling terhubung kembali, dengan melakukan sesuatu yang tidak melibatkan layar selama 24 jam.
Dilansir dari VeryWell Family, melakukan hari bebas digital adalah cara yang tepat untuk menghentikan kebiasaan konsisten bermain media sosial.
Dengan merencanakan kegiatan dan melakukan sesuatu sebagai keluarga di mana tidak ada gangguan, remaja justru akan mulai menantikan hari ini di mana semua orang hidup di masa sekarang, dan tidak terganggu oleh telepon atau notifikasi media sosial.
Begitu anak menyadari betapa menyenangkannya tanpa layar, ia akan lebih terbiasa dan mudah untuk detoks dari media sosial.
4. Menerapkan detoks media sosial pada diri sendiri
Dilansir dari HuffPost, ketika Mama meminta remaja untuk mengurangi waktu bermain media sosial, maka Mama juga perlu mencontohkannya. Bahkan jika Mama tak bermain media sosial, ini bisa dilakukan dengan tidak mengecek email, membuka ruang obrolan, dan lain-lain.
Meskipun mungkin perlu untuk bekerja dan menjawab email di ponsel, harus ada waktu yang ditentukan setiap hari di mana orangtua tidak menggunakan layar.
Contohnya, di sore hari hingga keesokan paginya, dan di waktu lain seperti saat di meja makan, di mana fokusnya harus pada makanan dan keluarga.
Jika orangtua tidak dapat menunjukkan bahwa mereka bersedia untuk detoksifikasi, remaja tentu tidak akan mengerti mengapa ia harus melakukannya.
Dengan menunjukkan detoksifikasi media sosial adalah kegiatan keluarga, anak akan lebih cenderung setuju dengan membatasi kegiatan layarnya.
5. Mengisi waktu dengan kegiatan yang lebih kreatif
Saat pertama kali melakukan detoksifikasi media sosial, anak mungkin tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan ponselnya, terlebih lagi jika ia terbiasa menggulir feeds setiap waktu. Karena itu, Mama mungkin perlu mengisi waktunya dengan kegiatan yang lebih kreatif.
Misalnya, berjalan-jalan di luar, melakukan aktivitas fisik, menyusun rangkaian bunga, piknik, atau melakukan hal lain yang dianggap menyenangkan saat berada di alam terbuka. Kegiatan lain di dalam rumah adalah membuat dekorasi DIY, bermain permainan papan, atau memasak.
Mengajari remaja cara membuat kue atau memasak adalah sesuatu yang akan selalu ia nikmati. Terlibat di dapur membuat otak tetap aktif dan tubuh tetap bergerak, serta mengembangkan keterampilan yang berguna di masa depan.
Bermain media sosial memang penting untuk menghubungkan anak dengan keluarga atau teman-temannya, terlebih dalam kondisi pandem ini. Namun jika remaja sudah masuk ke dalam tahap media sosial yang merenggangkan ikatan keluarga atau pendidikan anak, maka detoks sangat diperlukan.
Dengan detoks ini, anak akan jauh mengurangi risikonya kecanduan media sosial. Ia juga dapat menikmati hidup sebagai remaja lagi, ketika begitu banyak hal yang tidak mungkin dilakukan selama pandemi ini.