Instagram Diselidiki, Dianggap Sebabkan Depresi pada Remaja
Instagram dianggap bisa menyebabkan depresi, gangguan makan, dan bunuh diri di kalangan anak muda
23 November 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kemajuan teknologi membuat hampir setiap anak-anak dan remaja saat ini menggunakan media sosial. Salah satu media sosial yang banyak digunakan adalah Instagram. Di sini remaja dapat mengunggah foto, membuat konten video, memberi komen, hingga bertukar pesan.
Hal ini tentu memberikan banyak manfaat bagi remaja, seperti meningkatkan kepercayaan dirinya, berkomunikasi dengan keluarga atau teman-teman dalam jarak jauh, bertukar informasi foto atau video, dan masih banyak lagi.
Namun sebaliknya, Instagram dianggap memberikan dampak buruk bagi banyak anak-anak dan remaja. Sejumlah negara di Amerika Serikat sedang menyelidiki Instagram karena tidak sehat bagi kalangan anak muda.
Untuk mengetahui seputar dampak Instagram lebih lanjut bagi remaja, berikut Popmama.com telah merangkum informasinya di bawah ini!
1. Instagram dianggap melanggar undang-undah perlindungan konsumen
Sejumlah negara bagian di Amerika Serikat, baik yang dikuasai oleh Demokrat maupun Republik, sedang menyelidiki Instagram, dan perusahaan induknya, Facebook Meta, untuk menentukan apakah mereka melanggar undang-undang perlindungan konsumen.
Penyelidikan itu terjadi setelah mantan manajer Facebook bersaksi di Kongres AS bahwa perusahaan itu sebenarnya tahu produknya dapat membahayakan anak-anak dan memicu risiko buat mereka.
Jaksa Agung Massachusetts, Maura Healey, yang pertama kali mengumumkan penyelidikan, mencuit, "Facebook, atau Meta, telah mengetahui bahwa Instagram bisa menyebabkan depresi, gangguan makan, dan bunuh diri di kalangan anak muda."
"Kami akan memeriksa apakah ada undang-undang yang dilanggar dan kami akan mengakhiri penyalahgunaan itu demi kebaikan bersama."
2. Dianggap memperlakukan anak-anak hanya sebagai komoditas untuk dimanipulasi
Perusahaan Induknya, Facebook, yang memiliki aplikasi Instagram dan WhatsApp, mengubah namanya menjadi Meta pada bulan Oktober 2021, setelah muncul serangkaian skandal.
Jaksa Agung Nebraska, Doug Peterson, seorang Republik, mengatakan bahwa perusahaan tersebut "memperlakukan anak-anak hanya sebagai komoditas untuk dimanipulasi, demi meningkatkan waktu layar yang lebih lama dan mengambil data".
Kemudian Letitia James, Jaksa Agung New York mengatakan bahwa, platform media sosial ini sangat berbahaya dan telah terbukti menyebabkan kerusakan fisik dan mental pada anak muda.
3. Facebook dikatakan dengan sengaja menyodorkan platformnya ke anak-anak
Penyelidikan itu muncul setelah mantan karyawan Facebook, Frances Haugen, membocorkan dokumen yang memicu serangkaian laporan.
Dalam kesaksiannya kepada anggota parlemen di AS, Haugen mengatakan bahwa Facebook dengan sengaja menyodorkan platformnya ke anak-anak, meskipun mereka mengetahui hal itu bisa mengganggu masalah kesehatan.
Kemudian pada September, Instagram membatalkan rencana aplikasi khusus anak, setelah lebih dari 40 jaksa agung negara bagian di Amerika Serikat mendesak mereka untuk membatalkannya.
Seperti seperti media sosial lainnya, Instagram mengharuskan penggunanya berusia di atas 13 tahun. Namun, perusahaan ini mengakui ada banyak pengguna yang usianya lebih muda, dari peraturan yang sudah ditentukan.
Editors' Pick
4. Juru bicara Meta membantah tuduhan yang mengatakan platform mereka tidak sehat
Seorang juru bicara Meta, pada Kamis (18/11), telah membantah bahwa platform mereka tidak sehat.
"Tuduhan itu tidak benar dan menunjukkan kesalahpahaman yang mendalam tentang fakta yang ada," kata seorang juru bicara dalam sebuah pernyataan.
Juru bicara Meta juga mengatakan bahwa tantangan dalam melindungi kaum muda secara online, berdampak pada seluruh industri.
Sedangkan, Instagram berusaha menjadi pemimpin di industri dalam memerangi intimidasi dan mendukung orang-orang yang berhasil melawan pikiran untuk bunuh diri, melukai diri sendiri, dan gangguan makan.
5. Mark mengatakan bahwa perusahaannya diperlakukan tidak adil
CEO Meta, Mark Zuckerberg menanggapi kebocoran Frances Haugen dengan mengatakan bahwa perusahaannya diperlakukan tidak adil.
"Jika kita menyerang organisasi-organisasi yang berusaha mempelajari dampak produknya terhadap dunia, itu seperti menganjurkan kami untuk tidak mencari tahu sama sekali ketika menemukan sesuatu yang berpotensi menjadi serangan balik." ucap Zuckerberg
Apa yang dikatakan Zuckerberg adalah, jika perusahaan-perusahaan diserang karena melakukan penelitian tentang efek produk mereka terhadap pengguna, mereka tidak akan melakukan penelitian sama sekali.
Hal ini penting karena Instagram bukanlah satu-satunya platform media sosial yang digunakan remaja dan tak menutup kemungkinan bahwa mereka juga memengaruhi kesehatan mental remaja.
Apakah Membiarkan Remaja Menggunakan Instagram dapat Menyebabkannya Depresi?
Seperti yang disebutkan sebelumnya, media sosial sebenarnya dapat membawa manfaat bagi anak-anak. Namun, dari informasi di atas, mungkin membuat Mama menebak-nebak apakah Instagram aman untuk remaja.
Apakah Instagram dan Facebook benar-benar menyebabkan depresi pada para penggunanya, khususnya anak muda?
Pengguna Remaja yang Menghabiskan Waktu di Media Sosial, Mengalami Tingkat Depresi yang Lebih Tinggi
Apakah menggunakan media sosial membuat anak-anak depresi dan tidak bahagia? Bukti semakin banyak bahwa ada hubungan antara media sosial dan depresi.
Dilansir dari Child Mind Institute, dalam beberapa penelitian, pengguna remaja dan dewasa muda yang menghabiskan paling banyak waktu, seperti di Instagram, Facebook, dan platform lain terbukti memiliki tingkat depresi yang dilaporkan secara substansial, dari 13-66 persen lebih tinggi daripada mereka yang menghabiskan sedikit waktu.
Lalu apakah ini berarti Instagram dan Facebook menyebabkan depresi pada remaja? Studi-studi ini menunjukkan korelasi, bukan sebab-akibat.
Tetapi perlu diperhatikan secara serius bagaimana media sosial dapat memengaruhi remaja dan dewasa muda secara negatif.
Depresi Terjadi Bersamaan dengan Peningkatan Penggunaan Smartphone
Salah satu alasan korelasi yang terjadi adalah bahwa peningkatan depresi terjadi bersamaan dengan peningkatan penggunaan smartphone.
Sebuah studi tahun 2017 terhadap lebih dari 500 ribu siswa kelas 8-12 menemukan bahwa jumlah yang menunjukkan gejala depresi tingkat tinggi meningkat sebesar 33 persen, jika dibandingkan antara tahun 2010 dan 2015.
Pada periode yang sama, tingkat bunuh diri untuk anak perempuan dalam kelompok usia tersebut meningkat sebesar 65 persen.
Smartphone mulai diperkenalkan pada tahun 2007, dan pada tahun 2015 sekitar 92 persen remaja dan dewasa muda memiliki smartphone. Peningkatan gejala depresi berkorelasi dengan adopsi smartphone selama periode itu, menurut penulis utama studi tersebut, Universitas Negeri San Diego Jean Twenge, PhD, yang juga merupakan seorang psikolog.
Ini mungkin menjadi saat yang tepat bagi para Mama untuk berbicara dengan anak-anaknya tentang apa yang harus mereka lakukan jika mereka mengalami gejala depresi, seperti kesedihan yang terus menerus hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Kemudian beri tahu anak bahwa ia bisa kapan saja datang kepada Mama untuk membicarakannya. Jika ia melihat unggahan seseorang tentang depresi atau menyakiti diri sendiri, itu harus segera dilaporkan. Tujuannya untuk melindungi orang yang telah mempostingnya dan orang lain yang mungkin melihatnya.
Baca juga:
- Cara Mengatasi Stres dan Depresi Anak di Masa Pandemi
- Harus Tahu, 5 Perbedaan Antara Sedih dan Depresi pada Remaja
- 10 Spot Foto Instagramable di Solo yang Wajib Dikunjungi