7 Fakta untuk Mengenal Karakter Anak Remaja Laki-Laki
Menyembunyikan perasaan dan mengabaikan emosi karena takut dianggap lemah
5 Februari 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Anak laki-laki dan perempuan memilki keunikan karakternya masing-masing. Bagi beberapa orang, remaja perempuan identik dengan penuh perasaan, lemah lembut, dan pandai multitasking.
Berbeda dengan remaja laki-laki yang identik dengan maskulinitas, jarang menangis, dan cenderung berpikir logis dibandingkan dengan perempuan.
Bahkan, ada anggapan bahwa remaja laki-laki adalah seseorang yang dingin dan kerap mengabaikan sisi emosionalnya. Sehingga terkadang anak laki-laki juga enggan dan menolak apabila dirinya dianggap lemah.
Bagaimana penjelasan dari sisi psikologi mengenai anak remaja laki-laki? berikut Popmama.com telah menyiapkan selengkapnya di bawah ini:
1. Remaja laki-laki tidak ingin dilihat menjadi seseorang yang lemah atau cengeng
Seperti anak perempuan, anak laki-laki juga manusia yang memiliki emosi, dan itu adalah hal yang wajar. Memang, anak perempuan cenderung lebih peka pada emosi yang dirasakan. Bedanya dengan laki-laki, mereka cenderung memilik untuk menyembunyikan atau mengabaikan emosinya.
Hal ini untuk membuat dirinya terhindar dari pernyataan “lemah”. Akibatnya, jika remaja mempunyai permasalahan yang membuat dirinya tertekan, mereka cenderung tidak menceritakannya. Sehingga, mereka jauh lebih rentan untuk mencelakai diri sendiri dibandingkan anak perempuan.
Sisi maskulinitas remaja laki-laki inilah yang membentuk norma bahwa mereka adalah makhluk kuat yang nantinya akan menjadi tulang punggung dan bertanggung jawab atas keluarganya. Hal ini lah yang membuat anak laki-laki tidak ingin dianggap “menye-menye” atau emosional.
Padahal, laki-laki juga memiliki sisi feminin dalam dirinya. Sejatinya, perempuan dan laki-laki memiliki sisi feminin dan maskulin, hanya kenderungannya tiap anak yang berbeda-beda. Anak laki-laki memiliki kecenderungan sisi feminim yang membuat mereka lebih ekspresif dan peka.
2. Lebih mudah untuk mengendalikan emosi negatifnya dibandingkan remaja perempuan
Dalam sebuah studi, laki-laki memang lebih mudah untuk mengendalikan emosi negatifnya dibandingkan perempuan. remaja laki-laki cenderung memilih untuk pergi dan mencari keadaan yang netral dibandingkan berlama-lama berdebat tanpa ada ujungnya.
Biasanya, anak laki-laki akan mencari suatu tempat di mana ia dapat menenangkan dirinya hingga emosi negatifnya mulai pudar.
Misalnya, saat anak laki-laki sedang berselisih pendapat dengan Mama, ia lebih memilih untuk diam terlebih dahulu daripada melanjutkan perdebatan.
Editors' Pick
3. Laki-laki cenderung menggunakan logika dalam mengambil keputusan
Masih seputar perasaan, jika anak perempuan lebih mengutamakan menggunakan perasaan saat menghadapi masalah, berbeda halnya dengan anak laki-laki. Mereka lebih cenderung mengedepankan logika dalam pengambilan keputusan.
Nah remaja laki-laki biasanya akan menggunakan logika saat harus mengambil keputusan, sedangkan remaja perempuan cenderung menonjolkan emosi dan perasaannya saat menyelesaikan masalah.
4. Dianggap menjadi sosok yang lebih agresif dibanding dengan anak perempuan
Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk bersikap agresif. Namun, dalam konteks tertentu, laki-laki cenderung lebih agresif daripada perempuan. Dari hasil penelitian, remaja laki-laki lebih mungkin untuk melakukan agresi fisik dibanding perempuan.
Alasannya karena secara sosial, laki-laki memiliki motif atas sisi patriarki yang cenderung ingin mengendalikan individu lainnya yang dianggap lebih lemah. Secara biologis, remaja laki-laki memiliki hormon testosteron yang lebih tinggi.
Hormon inilah yang menginduksi adanya rasa kompetitif dan keinginan untuk memiliki hierarki atau posisi yang lebih tinggi. Massa tulang antara anak laki-laki dan perempuan secara umum pun berbeda, secara anatomi, laki-laki memiliki 75 persen massa otot yang lebih banyak dibanding perempuan.
Selain itu, pola asuh juga bisa menjadi salah satu alasan mengapa anak laki-laki lebih agresif. Leonard Berkowits, seorang psikolog sosial di Amerika, laki-laki telah dididik mengenal perilaku agresif. Orangtua mengenalkan mereka tentang perilaku agresif melalui pembelian mainan seperti “pistol-pistolan”.
5. Saat dewasa nanti, anak menyeleksi calon pasangan hidup yang mirip dengan sang Mama
Beberapa studi menyatakan bahwa secara tidak disadari nantinya remaja laki-laki menyeleksi calon pasangan hidup nantinya yang memiliki kriteria mirip dengan sang Mama. Kelekatan anak laki-laki dengan sosok Mama saat kecil mungkin akan terungkap kembali saat mereka dewasa.
Secara tidak sadar, anak dapat menghidupkan kembali nuansa hubungan asmara dengan pasangannya yang sama persis saat ia masih kecil dengan Mama nya.
Misalnya, anak menggambarkan Mama sebagai anak yang dapat merawat dan mengasuhnya dengan sangat baik, mampu memasakan makanan kesukaannya, dan mengelola uang bulanan. Saat mencari pasangan ia juga akan mencari kemampuan yang sama seperti kemampuan Mama nya.
6. Mengedepankan kualitas dibanding kuantitas saat berkumpul bersama keluarga
Remaja laki-laki juga lebih mengedepankan kualitas dibanding kuantitas. Dalam artian anak laki-laki mungkin cenderung tumbuh menjadi anak yang lebih cuek, cenderung jarang menelefon atau mengunjungi keluarga.
Bagi anak kuantitas atau jumlah pertemuan dan telepon bukanlah prioritas baginya. Namun, mereka cenderung memberikan kualitas perhatian yang diberikan lebih penting saat bertemu. Memang sulit dimengerti, karena bagi orangtua khususnya Mama sulit untuk mengontrol rasa rindu pada anak.
Namun disisi lain, Mama pasti akan merasakan waktu yang lebih berkualitas bersama anak laki-laki saat bertemu nantinya
7. Memiliki kemampuan multitasking yang sama dengan remaja perempuan
Beberapa orang percaya bahwa laki-laki kurang mampu mengerjakan banyak hal secara bersamaan, sedangkan perempuan mampu melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan. Namun, belum ada penelitian yang konsisten membuktikan kemampuan multitasking antara perempuan dan laki-laki.
Sebuah eksperimen memberikan dua jenis pekerjaan untuk laki-laki dan perempuan dengan beban kerja yang sama. Didapatkan hasil bahwa, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam menyelesaikan tugas multitasking.
Justru kesimpulan penelitian tersebut adalah, secara umum laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan yang sama dalam mengerjakan suatu tugas dan multitasking.
Sejauh apapun masyarakat menganggap remaja laki-laki tidak boleh lemah atau cengeng, bukan berarti ia harus menyembunyikan dan menolak perasaan yang hadir dalam dirinya. Anak juga berhak dan pantas untuk mengakui segala emosi yang ia rasakan.