Imposter Syndrome atau sindrom penipu merupakan sebuah istilah yang menggambarkan kondisi psikologis di mana seseorang seringkali meragukan atau merasa tidak pantas meraih kesuksesan dan pencapaiannya sendiri.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam International Journal of Behavioral Sciences menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen orang kemungkinan akan menghadapi keraguan ini di beberapa titik dalam hidupnya.
Karena pola perilaku ini meyakinkan seseorang bahwa ia tidak secerdas, kreatif atau berbakat seperti kenyataannya, imposter syndrome juga dapat menyebabkan anak mengalami kecemasan dan depresi.
Imposter syndrome ini juga dapat menyerang anak sekolah dan dewasa muda. Untuk mengetahui lebih lanjut, kali ini Popmama.com akan menjelaskan seputar imposter syndrome selengkapnya di bawah ini:
1. Imposter Sydnrome mengacu pada perasaan yang meragukan kompetensi diri sendiri
Freepik/Zinkevych
Dilansir dari Very Well Mind, imposter Syndrome (IS) mengacu pada perasaan yang meragukan kompetensi diri sendiri. Meskipun definisi ini umumnya diterapkan pada kecerdasan dan pencapaian, definisi ini juga memiliki kaitan dengan perfeksionisme dan konteks sosial.
Sederhananya, sindrom ini adalah pengalaman ketika seseorang merasa seperti orang palsu. Mereka merasa seolah-olah menjadi penipu, di mana seharusnya ia tidak berada di posisi saat ini, dan bisa mencapai di posisi ini hanya karena melalui keberuntungan.
Istilah yang pertama kali digunakan oleh psikolog Suzanna Imes dan Pauline Rose Clance pada tahun 1970-an. Menurut laman The Mandarin, sindrom ini diperkirakan hanya mempengaruhi perempuan, terutama di masyarakat yang didominasi oleh laki-laki.
Namun saat ini, imposter syndrome dapat mempengaruhi orang-orang dari segala usia, jenis kelamin, orientasi dan latar belakang sosial ekonomi. Faktanya, bukti terbaru menunjukkan bahwa laki-laki mungkin memiliki reaksi yang lebih parah, seperti peningkatan kecemasan atau stres.
2. Kaitan imposter syndrome pada anak sekolah
Freepik/Mariasurtu
Masih dilansir dari laman The Mandarin, sebuah penelitian berjudul “Stable impostorism and school adjustment in high school students” di tahun 2019 mengatakan bahwa akhir-akhir ini, imposter syndrome telah dilaporkan di sekolah menengah, mahasiswa, serta profesional muda.
Ini ditunjukkan ketika mereka kurang menghargai pencapaian diri sendiri dan menjadi cemas tentang langkah selanjutnya yang perlu diambil.
Kurangnya rasa percaya diri dan keraguan diri ini terbukti dalam keputusan yang mereka ambil tentang isu-isu seperti memilih mata pelajaran, karir atau perguruan tinggi, dan saat terlibat dalam kegiatan seperti organisasi, kewirausahaan, atau memulai pekerjaan baru.
Editors' Pick
3. Ciri-ciri imposter syndrome pada remaja
Freepik/Vladimirpolikarpov
Beberapa tanda umum dari imposter syndrome meliputi:
Meragukan diri sendiri
Ketidakmampuan untuk menilai kompetensi dan keterampilan secara realistis
Menghubungkan kesuksesan dengan faktor eksternal
Mengkritik kinerja
Takut tidak sesuai ekspektasi
Berprestasi
Meragukan kesuksesan diri sendiri
Menetapkan tujuan yang sangat menantang dan merasa kecewa ketika gagal
Ini dapat membentuk lingkaran setan, di mana seorang remaja bisa berpikir bahwa satu-satunya cara ia selamat dari presentasi kelas adalah dengan begadang semalaman untuk berlatih.
Masalah dengan anak yang memiliki sindrom ini adalah bahwa pengalamannya saat melakukan sesuatu dengan baik, tidak mengubah keraguannya. Proses berpikirnya seperti, jika ia melakukannya dengan baik, itu pasti hasil dari keberuntungan.
Akhirnya, perasaan ini dapat memperburuk kecemasan dan dapat menyebabkan depresi seorang remaja. Anak yang mengalami sindrom ini juga cenderung tidak membicarakan perasaannya dengan siapa pun dan berjuang dalam diam, seperti halnya mereka yang mengalami gangguan kecemasan sosial.
4. Cara mengetahui apakah anak mama memiliki imposter syndrome
Freepik/Fpphotobank
Karena imposter syndrome bukanlah gangguan yang diakui dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Diperkirakan 70 persen orang pernah mengalami setidaknya satu periode fenomena ini dalam hidupnya.
Jika Mama berpikir anak mungkin memiliki imposter syndrome, Mama bisa menanyakan pada anak pertanyaan-pertanyaan berikut:
"Apakah kamu cemas karena kesalahan atau kekurangan terkecil dalam pelajaranmu?"
"Apakah kamu merasa kesuksesanmu adalah keberuntungan atau faktor luar?"
"Apakah kamu takut pada kritik yang membangun?"
"Apakah kamu meremehkan kemampuanmu sendiri, bahkan di bidang yang kamu merasa benar-benar lebih terampil?"
Jika anak sering merasa dirinya sebagai seorang penipu, mungkin akan membantu jika Mama mengajak anak untuk berbicara dengan terapis. Pikiran negatif, keraguan diri, dan sabotase diri yang sering, menjadi gejala imposter syndrome dapat berdampak pada banyak bidang kehidupan remaja.
5. Beberapa faktor yang menyebabkan imposter syndrome
Freepik/user15145147
Faktor-faktor tertentu dapat menyebabkan imposter syndrome yang lebih umum. Misalnya, anak berasal dari keluarga yang sangat menghargai pencapaian, dan memiliki orangtua yang suka memberikan pujian dan kritikan.
Memasuki peran baru juga dapat memicu sindrom ini. Misalnya, anak memulai jenjang sekolah yang lebih tinggi atau berjuang dengan kompetisi bergengsi, yang mungkin membuatnya merasa seolah-olah tidak termasuk atau tidak mampu.
Selain itu, imposter syndrome dan kecemasan sosial juga bisa saling tumpang tindih. Remaja dengan gangguan kecemasan sosial, mungkin merasa seolah-olah dirinya tidak termasuk dalam situasi sosial.
Penyebab lainnya mungkin anak sedang berbicara dengan seseorang yang dianggap lebih cerdas dan mampu menemukan ketidakmampuan anak.
Sementara gejala kecemasan sosial dapat memicu perasaan imposter syndrome, ini tidak berarti bahwa setiap orang dengan sindrome ini memiliki kecemasan sosial atau sebaliknya.
Anak tanpa kecemasan sosial juga dapat merasakan kurangnya kepercayaan diri dan kompetensi. Imposter syndrome sering menyebabkan anak yang biasanya tidak cemas mengalami rasa cemas ketika berada dalam situasi di mana ia merasa tidak mampu.
6. Kategori imposter syndrome yang telah diidentifikasi
Freepik/Wavebreakmedia-micro
Imposter syndrome dapat muncul dalam beberapa kategori yang berbeda. Beberapa jenis sindrom yang telah diidentifikasi adalah:
The perfectionist (Perfeksionis): Perfeksionis tidak pernah puas dan selalu merasa bahwa pekerjaannya bisa lebih baik. Alih-alih fokus pada kekuatannya, anak cenderung terpaku pada kekurangan atau kesalahan apapun. Hal ini sering menyebabkan banyak tekanan diri dan kecemasan yang tinggi.
The superhero (Superhero): Karena anak merasa tidak mampu, ia merasa terdorong untuk bekerja sekeras mungkin.
The expert (Pakar): Anak selalu berusaha untuk belajar lebih banyak dan tidak pernah puas dengan tingkat pemahamannya. Meskipun anak sering sangat terampil, ia meremehkan keahliannya sendiri.
The natural genius (Jenius alami): Anak selalu menetapkan tujuan yang terlalu tinggi untuk dirinya sendiri, dan kemudian merasa hancur ketika ia tidak berhasil pada percobaan pertamanya.
The soloist (Solois): Anak cenderung sangat individualistis dan lebih suka bekerja sendiri. Harga diri seringkali berasal dari produktivitasnya, sehingga ia sering menolak tawaran bantuan. Anak juga cenderung menganggap bahwa meminta bantuan adalah tanda kelemahan atau ketidakmampuan.
7. Cara mengatasi imposter syndrome pada anak
Freepik/Ufabizphoto
Untuk mengatasi masalah imposter syndrome pada anak, Mama harus mulai bertanya padanya beberapa pertanyaan sulit. Itu mungkin termasuk pertanyaan seperti berikut:
"Keyakinan apa yang kamu pegang tentang dirimu sendiri?"
"Apakah kamu percaya bahwa kamu layak dicintai?"
"Haruskah kamu menjadi sempurna agar orang lain menyukaimu?"
Sikap perfeksionisme memainkan peran penting dalam sindrom ini. Anak mungkin berpikir bahwa ada "naskah" yang sempurna untuk percakapan ini dan ia tidak dapat mengatakan hal yang salah. Anak mungkin juga mengalami kesulitan meminta bantuan dari orang lain.
Untuk mengatasi perasaan-perasaan ini, Mama perlu mengajarkan anak untuk merasa nyaman tentang dirinya sendiri. Ini bisa sulit karena remaja mungkin tidak menyadari bahwa ia memiliki kemampuan. Berikut adalah beberapa tips mengatasi imposter syndrome pada anak:
Saling bertukar cerita tentang pengalaman pencapaian pribadi.
Mengubah perasaan ragu menjadi rasa syukur.
Fokus untuk berempati pada orang lain .
Nilai kemampuan anak dengan membuat jurnal pencapaian.
Ingatkan anak untuk selalu mengambil langkah kecil.
Hindari membandingkan kemampuan dan pencapaian anak dan anak lainnya.
Batasi penggunaan media sosial.
Selalu dukung anak untuk mengejar tujuannya.
Nah itulah beberapa informasi seputar imposter syndrome pada remaja. Keraguan yang anak perlu diatasi dengan kasih sayang dan dukungan dari keluarga, dan meyakini anak bahwa kemampuan yang dimilikinya adalah anugerah dan bukan keberuntungan semata.
Jika Mama telah melakukan semua hal di atas dan merasa sindrom ini menghambat kinerja anak di sekolah, penting untuk segera berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental untuk mengetahui apa perawatan yang tepat.