5 Hal yang Bisa Memicu Konflik Orangtua dengan Anak Remaja Perempuan
Mengetahui hal yang bisa memicu konflik, dapat mencegah pertengkaran dengan remaja di kemudian hari
26 November 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mulai tumbuh rasa kemandirian yang tinggi dan menuntut kekuasaan adalah salah satu perubahan perilaku yang umum terjadi dari masa pra-remaja ke remaja. Tak jarang, perubahan perilaku ini dapat menyebabkan konflik antara orangtua dan anak.
Jika Mama adalah orangtua dari setidaknya satu anak perempuan, kemungkinan besar Mama sudah tak asing dengan konflik yang muncul. Namun, argumen ini tak bisa disepelekan lagi seperti ketika anak masih berusia kanak-kanak lho!
Bahkan konflik ini dapat menyebabkan kerusakan permanen dalam hubungan Mama-anak, jika tidak dikenali dan diperbaiki. Bukan untuk menghindari konflik yang sudah terjadi, mengetahui akar masalah yang sering terjadi dapat mencegah Mama dan anak mengulangi konflik yang sama di kemudian hari.
Berikut Popmama.com telah merangkum lima pemicu konflik orangtua dan anak remaja perempuan, simak informasinya di bawah ini ya!
1. Kontrol yang ditetapkan orangtua
Seperti yang disebutkan sebelumnya, saat anak tumbuh remaja, ia mendorong kemandirian. Namun, banyak orangtua yang jatuh ke dalam pola di mana mereka merencanakan segalanya untuk anak-anak mereka. Bahkan terkadang sampai terlalu mengendalikan.
Meski kebanyakan orangtua melakukan ini karena percaya bahwa keputusannya adalah demi kepentingan terbaik putrinya, dilansir dari Psychology Today, tindakan ini mengirimkan pesan kepada anak bahwa dia tidak memadai dan tidak berdaya.
Akhirnya, anak remaja perempuan ingin keluar dari tuntutan ini dan mendapatkan kemandiriannya. Pada titik inilah di mana konflik sering terjadi.
Masalah ini bahkan bisa menjadi perebutan kekuasaan, dan jika tidak ditangani secara efektif, ini dapat menyebabkan konflik seumur hidup, yang melibatkan perencanaan dan pengendalian.
Editors' Pick
2. Kebutuhan yang diabaikan
Setiap kebutuhan anak adalah prioritas utama orangtua. Sayangnya, hal ini menjadi masalah di lingkungan sosial yang sering membungkam perempuan dan gagal memenuhi kebutuhan mereka. Masalah dalam konstruksi sosial ini bisa meluas hingga ke dalam kehidupan keluarga.
Dilansir dari Counseling Today, hal ini dapat memicu konflik orangtua dan anak perempuan, seperti anak merasa tidak diperhatikan dan tidak didengar. Pada akhirnya remaja perempuan merasa kebutuhan emosionalnya tidak terpenuhi, dan bertekad untuk memperjuangkan perhatian dan dukungan yang dibutuhkan.
3. Tidak adanya batasan privasi
Tak seperti hubungan dengan anak laki-laki yang melibatkan lebih banyak kegiatan bersama, hubungan orangtua dan anak perempuan biasanya mencakup lebih banyak bicara, ini terutama dalam hubungan Mama dan anak perempuan.
Tanpa adanya batasan privasi inilah yang membuat hubungan orangtua dan anak pada akhirnya akan menghadapi konflik, seringkali karena komunikasi yang berlebihan atau ekspresi verbal yang berlebihan.
Dengan kata lain, Mama dan remaja perempuan mungkin mengatakan hal-hal yang menyinggung satu sama lain, karena terlalu banyak berkomunikasi.
Namun, dilansir dari VeryWell Family mengatakan bahwa masalah ini dapat dengan mudah dihindari jika Mama dan anak perempuannya mencoba melakukan aktivitas bersama dari waktu ke waktu untuk mengembangkan ikatan dengan cara yang berbeda.
Meskipun ini tidak selalu menghindari konflik sepenuhnya, ini dapat membantu Mama dan anak perempuannya tetap produktif, jika percakapan yang sulit muncul selama menjalani waktu bersama.
4. Tidak menerima identitas diri anak yang sebenarnya
Dilansir dari PsychCentral, terkadang sulit bagi anak perempuan untuk mengembangkan identitas individu mereka sendiri, karena sifat sebagian besar hubungan orangtua-anak. Bahkan, banyak hubungan di mana sang Mama tampak seperti 'hidup' melalui putrinya.
Sama seperti perebutan kekuasaan lainnya, hubungan ini dapat melibatkan banyak konflik karena anak perempuan ingin membebaskan diri dan membangun jati dirinya sendiri, namun Mama mungkin khawatir jika anak perempuannya membangun identitas sendiri yang berbeda dengannya.
Dalam kasus ini, orangtua perlu belajar bagaimana setiap individu, bahkan anaknya sendiri memiliki keunikan masing-masing, dan membiarkan anak berkembang secara sehat dan seimbang.
Meskipun Mama dan anak tidak perlu benar-benar memisahkan diri satu sama lain, baik Mama maupun anak perempuan perlu menemukan keseimbangan yang sehat.
5. Terlalu bergantung pada bantuan anak
Beberapa orangtua tentu ingin mengajarkan anak bagaimana menjalani kehidupan mandiri, agar ketika dewasa kelak anak dapat menjalani hidup tidak bergantung pada orang lain.
Namun dalam kasus ini, tak jarang orangtua mendidik anak dengan cara memberikan banyak tanggung jawab pada anak perempuan mereka, baik untuk mengurus rumah dan adik-adiknya. Terutama jika anak perempuan adalah anak tertua.
Anak perempuan mengambil peran sebagai pengasuh dan bahkan dapat menjadi kepala rumah tangga dalam beberapa situasi. Namun, ketergantungan yang berlebihan ini dapat menyebabkan banyak kebencian pada putrinya, terutama saat ia tumbuh dewasa dan menyadari apa yang terjadi.
Meskipun beberapa konflik orangtua dan anak tidak dapat dihindari, Mama dapat mengurangi jumlah pertengkaran yang muncul dengan remaja perempuan mama hanya dengan mempelajari konflik umum ini. Bagaimanapun, bekerja sama dengan positif dan komunikasi yang saling menghormati adalah landasan hubungan yang sehat, kan Ma?
Baca juga:
- 6 Cara Mengajak Remaja Melakukan Tugas Rumah tanpa Konflik
- Cara Mengatasi Masalah saat Anak Berkonflik dan Mengalami Ghosting?
- Ini Tips untuk Mama agar Bisa Mengatasi Konflik Anak dan Guru