Masa-masa remaja menjadi masa emas bagi seorang anak untuk menguatkan karakter positif yang telah dibangun selama masa kanak-kanak. Salah satunya adalah kepercayaan diri yang sehat, artinya tidak kurang, namun juga tidak berlebihan.
Dengan kepercayaan diri, anak remaja akan lebih mudah beradaptasi dalam lingkungan dan peluang baru. Ia juga akan lebih berani menerima tugas atau tantangan, karena memiliki keyakinan akan mampu melakukannya.
Sayangnya, meski hampir semua orangtua ingin memiliki anak yang tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, kadang tanpa sadar orangtua justru melakukan hal-hal yang menghambat kepercayaan diri anak.
Apa sajakah sikap orangtua yang menghilangkan kepercayaan diri anak remaja?
Simak informasinya yang telah Popmama.com rangkum di bawah ini yuk!
1. Selalu turun tangan dalam segala tugas dan urusan anak
Freepik
Seringkali orangtua hanya bermaksud baik untuk memudahkan remaja dan meringkas waktu.
Sayangnya, jika Mama selalu melakukan segalanya untuk anak bahkan hingga ke hal-hal sepele, seperti mengerjakan tugas sekolah, anak jadi tidak tahu jika dirinya memiliki kemampuan untuk melakukannya sendiri.
Bahkan untuk hal-hal yang lebih sulit, Mama memiliki kewajiban hanya untuk mengajarkan pada anak cara melakukannya, bukan terus turun tangan melakukannya untuk anak.
Pengetahuan remaja tentang kemampuannya sangat penting, agar ia memiliki keyakinan pada dirinya sendiri dalam menyelesaikan tantangan apapun dalam hidupnya.
2. Membesar-besarkan kesalahan remaja
Freepik/our-team
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa sepanjang proses belajar, remaja tentu akan melakukan berbagai kesalahan.
Dari kesalahan-kesalahan tersebut, anak akan belajar melakukan sesuatu dengan lebih baik lagi. Maka dari itu, Mama harus bisa bersikap lebih toleran terhadap kesalahan-kesalahan remaja lakukan. Terlebih lagi ketika ia tidak sengaja melakukannya.
Jika Mama justru membesar-besarkan setiap kesalahan anak, sekecil apa pun itu, ia akan kehilangan keberanian untuk mencoba lagi. Ia menjadi selalu ragu-ragu dan tidak berani berinisiatif dan menganggap bahwa lebih baik diam daripada berbuat salah.
Editors' Pick
3. Terlalu sering memberikan kritikan hingga lupa memberikan pujian
Freepik/Bearfotos
Pada usianya, remaja perlu diajari untuk menerima kritik, karena ketika memasuki dunia pendidikan dan kerja nanti, anak mungkin akan dihadapkan oleh banyak kritikan dan masukan dalam hidupnya.
Meski ini penting, jangan sampai orangtua tidak mengimbangi pemberian kritik dengan pujian. Bahkan saat anak mengalami kegagalan, bukan berarti tak ada yang bisa diapresiasi dari dirinya, bukan?
Paling tidak, remaja sudah berani mencoba dan berusaha melakukan yang terbaik. Ini mungkin akan makin buruk jika kritik yang disampaikan orangtua terlalu keras dan ditambah hukuman.
Bagi orang dewasa, kritik yang keras mungkin terasa biasa. Namun bagi remaja yang masih minim pengalaman dan cenderung sensitif, cara menyampaikan kritik yang kurang tepat akan membuatnya merasa terluka dan hilang keberanian daripada termotivasi.
4. Membandingkan anak dengan anak-anak berprestasi lainnya
Pexels/Ron Lach
Mama memang boleh menceritakan prestasi anak lain di depan anak mama. Remaja juga perlu tahu soal itu agar lebih termotivasi. Namun pastikan Mama paham bedanya sekadar mengabarkan, dan membandingkan anak sendiri dengan anak lain.
Jika Mama hanya ingin memberi tahu prestasi anak lain, anak juga akan menerimanya biasa-biasa saja atau bahkan ia ikut senang mendengarnya. Namun jika Mama membandingkan anak berprestasi tersebut dengan anak yang dirasa kurang berprestasi, itu akan membuatnya merasa tertekan dan malu.
Remaja bisa menjadi selalu merasa kurang dari anak-anak lain dalam hal apapun, dan ia mungkin merasa tidak berharga bagi siapa pun.
5. Tidak memberi tahu apa kelebihan anak
Freepik/DCStudio
Mengenali potensi diri memang tidak mudah. Terlebih untuk remaja yang masih harus banyak menggali potensi-potensi yang mungkin terpendam.
Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memberi tahu apa potensi anak. Tentu tidak sembarangan, melainkan berdasarkan pengamatan akan kesehariannya, buku rapor, laporan guru dan teman-temannya, bahkan jika perlu menggunakan hasil tes psikologi.
Hindari hanya berfokus pada kelebihan anak di bidang akademik saja, namun juga pada bidang non akademik hingga perilaku positifnya. Seperti sifat rajinnya, kedermawanannya, dan selalu mau membantu orangtua.
6. Tidak memberikan anak untuk memilih dan menyampaikan pendapat
Pexels/Karolina Grabowska
Jika di rumah anak tidak pernah diberi kesempatan memilih dan menyampaikan pendapat, sampai ia bertumbuh besar ia mungkin akan kesulitan mengungkapkan gagasan-gagasannya pada orang lain.
Anak mungkin selalu khawatir gagasannya keliru atau malah hanya akan mengundang tawa. Bahkan ia bisa merasa tidak pernah memiliki pendapat apa pun dan asal menjadi pengikut siapa pun. Ini tentu bisa berbahaya.
Selain dirinya menjadi tak berkembang, jika remaja ia mengikuti panutan yang tidak baik, ia akan ikut terjerumus.
7. Terlalu mengekang pergaulan remaja
Pexels/Victoria Borodinova
Pergaulan seorang remaja memang perlu dibatasi, karena jika tidak bisa ia salah pergaulan. Namun membatasi tak boleh sampai membuat anak merasa tak punya teman.
Pastikan saja remaja masih berada di lingkungan yang aman. Ia butuh terhubung dengan teman-teman sebayanya dan saling belajar.
Dalam pergaulan dengan teman sebaya, anak juga belajar menumbuhkan rasa percaya dirinya sekaligus mengendalikan kepercayaan diri itu agar tidak berlebihan. Karena bila berlebihan, ia mungkin akan membuat teman-temannya merasa tidak nyaman.
Nah itulah beberapa sikap orangtua yang menghilangkan kepercayaan diri seorang remaja. Memang tidak mudah menanamkan berbagai karakter positif pada anak termasuk kepercayaan diri yang sehat.
Namun dengan mengingat tujuh sikap yang perlu dihindari di atas, semoga Mama bisa menguatkan rasa percaya diri anak dengan tepat, dan membuatnya tumbuh jadi remaja yang memiliki kepercayaan diri yang sehat.