Pemulihan Pembelajaran Melalui Buku "Bangkit Lebih Kuat"

Mari kita atasi krisis pembelajaran dan tantangan pendidikan akibat pandemi

29 September 2023

Pemulihan Pembelajaran Melalui Buku "Bangkit Lebih Kuat"
Freepik/pch.vector

Terhitung dari Maret 2020, sudah tiga tahun berlalu sejak pandemi Covid-19 menyerang Indonesia. Kondisi darurat tersebut menyebabkan banyaknya sekolah yang terpaksa ditutup sementara dan para pelajar Indonesia pun mengalami banyak kesulitan untuk menempuh ilmu.

Akibatnya, banyak pelajar yang mengalami kehilangan pembelajaran (learning loss) dan kesenjangan pembelajaran (learning gap) karena hilangnya kesempatan belajar dan kemajuan belajar yang terpaksa berhenti untuk sesaat.

Krisis pembelajaran ini untungnya disikapi dan direspons dengan baik oleh pemerintah. Kebijakan baru yang pemerintah keluarkan menunjukkan hasil yang baik di mana adanya indikasi terjadinya pemulihan pembelajaran (learning recovery).

Studi mengenai learning loss, learning gap, dan learning recovery ini dilakukan oleh program kerja sama antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia, yakni Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI). Bekerja sama dengan Kemendikbusristek, studi ini dilakukan untuk mengatasi masalah dan membantu Indonesia meningkatkan capaian pembelajaran bagi semua peserta didik.

Melalui Peluncuran Buku “Bangkit Lebih Kuat: Studi Kesenjangan Pembelajaran" pada Selasa (26/9/2023) yang dilakukan via live streaming Youtube BSKAP Kemendikbusristek, berikut Popmama.com rangkum.

Learning Loss dan Learning Gap Akibat dari Pandemi

Learning Loss Learning Gap Akibat dari Pandemi
Freepik/storyset

Learning loss adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan ketika siswa kehilangan kesempatan belajar atau kehilangan pengetahuan yang telah dipelajari. Sementara itu, learning gap adalah istilah kesenjangan pembelajaran yang telah dan yang harus dikuasai oleh siswa dengan standar pembelajaran yang telah ditentukan.

Seorang guru SD Inpres Rata Kabupaten Nagekeo, Stacia Alessandra Nau, menceritakan tantangan penerapan pembelajaran saat pandemi di daerahnya.

“Pada saat pandemi, kami tidak bisa melakukan pembelajaran secara daring dikarenakan akses internet yang terbatas. Kemudian, anak-anak murid juga tidak mempunyai gadget. Jadi, kami melakukan sistem door to door. Jadi, kami para pendidik itu dari rumah ke rumah untuk memberikan pembelajaran”, cerita guru yang disapa Bu Tasya itu.

Sistem pembelajaran ini menyebabkan jam belajar berkurang dan akhirnya tidak efektif. Bu Tasya juga menambah cerita bahwa ada siswanya yang semula bisa membaca lancar jadi tidak bisa membaca lagi karena telah lupa dengan apa yang telah dipelajari.

Mark Heyward, selaku Direktur Program INOVASI, menambahkan bahwa ada juga beragam faktor lain yang melatarbelakangi learning gap. “Faktor-faktor seperti latar belakang dari keluarga yang miskin, kesulitan bahasa atau kebiasaan pakai bahasa daerah, disabilitasnya, dan pendidikan orang tua yang terbatas berpotensi jadi saling berkaitan dalam kesenjangan pembelajaran serta menghambat potensi anak-anak tersebut”, ujar Mark.

Anindito Aditomo, Kepala BSKAP Kemendikbudristek, juga menambahkan bahwa kurikulum yang digunakan juga mempengaruhi pembelajaran. Anindito menunjukkan perbandingan standar pencapaian Kurikulum 2013, yang digunakan sebelum dan saat pandemi, dengan standar Global.

“Tapi apa betul kurikulum yang sangat ambisius, yang sangat cepat tuntutannya kepada murid itu adalah yang terbaik? Ya harus kita lihat benar-benar kepada muridnya apa yang dipelajari muridnya. Nah, sekarang kita bandingkan siswa yang berhasil mencapai standar kompetensi Kurikulum 2013 berapa persen. Di kelas satu, anya 24%. Ini sudah menyedihkan. Tapi ketika kita lihat kelas dua turun menjadi 10%. Dan di kelas tiga turun lagi menjadi 3%. Bayangkan hanya 3% murid kita yang memenuhi standar kompetensi yang diharapkan di Kurikulum 2013”, papar Anindito.

Editors' Pick

Learning Recovery Mulai Terjadi Setelah Dua Tahun Pandemi

Learning Recovery Mulai Terjadi Setelah Dua Tahun Pandemi
Freepik/pikisuperstar

Untuk mengatasi krisis pembelajaran, pemerintah meluncurkan Kurikulum Merdeka pada Februari 2022. Kurikulum ini memberikan kebebasan kepada sekolah dan guru untuk menyesuaikan pembelajaran dan mengajar siswa sesuai tingkatnya.

Nadiem Makarim, selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, mengungkapkan kebijakan untuk menerapkan Kurikulum Merdeka ini sebagai salah satu cara recovery yang cepat untuk mengatasi learning loss dan learning gap.

“Kurikulum Merdeka memangkas materi 30-40%. Kurikulum Merdeka pertama kali membuka kesempatan untuk guru Kalau mau ngajar satu topik aja seminggu full sampai semua anak ngerti, bisa. Dengan fleksibilitas, dia boleh fokus di satu mata pelajaran satu minggu full kalau dia mau. Kurikulum Merdeka juga pertama kali memberikan kebebasan kalau dia mau mundur 1 atau 2 tahun ke belakang untuk mengejar ketertinggalan. Anak-anak kelas enam boleh mengulang materi kelas empat kalau dia mau kalau memang itu levelnya”, jelas Nadiem.

Dengan harapan terjadinya learning recovery dari reformasi kurikulum, Bu Tasya menceritakan perbedaan pembelajaran Kurikulum Merdeka dengan yang sebelumnya.

“Untuk perbedaannya ya, kalau sekarang ini kita lebih melihat kepada kebutuhan siswa dan juga disesuaikan dengan karakteristik sekolah, jadi kita tidak terlalu terikat pada suatu pedoman yang terstruktur dibandingkan dengan kurikulum yang lalu. Kita diwajibkan dalam satu bulan kita harus menghabiskan satu tema itu, mau siswa paham atau tidak kita jalan terus. Intinya, secara administratif harus selesai. Sedangkan, kalau kurikulum saat ini kita diberi kebebasan. Kalau misalnya memang siswa belum paham, kita perlu mengulang bahkan mau satu minggu atau dua minggu sampai siswa benar-benar paham baru kita bisa maju ke level yang baru”, ungkap Bu Tasya.

Bu Tasya juga menambahkan bahwa anak-anak yang diajarnya jauh lebih aktif dan senang saat belajar karena apa yang dipelajari itu sesuai dengan kemampuannya.

Kemudian, Syarwani, Bupati Bulungan Provinsi Kalimantan Utara, mengungkapkan kesetujuannya terhadap kebijakan tersebut karena merupakan bagian dari fondasi yang sangat penting bagi anak untuk bisa melanjutkan tahap pembelajaran.

“Pada saat itu ya sangat tidak logis, 6 tahun anak sd itu diajarkan oleh bapak ibu gurunya dan harus diuji dalam 3 hari untuk menentukan kelulusan. Sehingga saya sangat sepakat dengan lahirnya merdeka belajar. Kami sangat berterima kasih di daerah dengan lahirnya konsep merdeka. Belajar dengan kurikulum merdeka yang bisa kita laksanakan di Kabupaten”, ungkap Syarwani.

Peran Orangtua Mendidik Anak di Masa Pandemi

Peran Orangtua Mendidik Anak Masa Pandemi
Freepik

Selain hadirnya guru untuk mendidik dan mengajar anak di sekolah, baiknya orangtua pun berperan sebagai guru di rumah saat anak belajar di rumah.

Sebagai guru di rumah, orangtua diharap bisa untuk membimbing dan mengawasi anak selama ia belajar. Diharapkan juga bagi orangtua untuk menyediakan dan memberi sarana dan prasarana yang dibutuhkan anak selama proses pembelajaran di rumah.

Selain itu, orangtua juga harus bisa berperan sebagai motivator anak. Berikan motivasi kepada anak agar mereka bisa lebih bersemangat mengikuti proses pembelajaran di rumah di masa pandemi ini.

Tips Mendidik dan Mendampingi Anak Belajar di Masa Pandemi

Tips Mendidik Mendampingi Anak Belajar Masa Pandemi
Freepik

Anak yang belajar di rumah tentunya bisa mengalami banyak kesulitan dalam proses pembelajarannya. Maka dari itu, penting bagi orangtua untuk bisa mendidik dan mendampingi anak dengan cara:

  • Buat jadwal kegiatan bersama anak
  • Bantu anak dengan memberikan beberapa ide kegiatan
  • Bangun komunikasi dan didik anak dengan mengajarkan perilaku yang baik
  • Atur waktu dimulai dengan mendampingi anak belajar, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, atau aktivitas lain
  • Introspeksi diri agar tidak menjadi orangtua yang 'serba tahu' tentang anaknya
  • Bantu anak melakukan refleksi mengenai kegiatan yang sudah dilakukan dengan mengobrol santai

Itulah rangkuman mengenai pemulihan pembelajaran melalui buku "Bangkit Lebih Kuat". Dengan adanya reformasi kurikulum sebagai pemulihan pembelajaran, diharapkan Indonesia mencapai pembelajaran yang lebih baik dan menghasilkan muda mudi yang cemerlang.

Baca juga:

The Latest