Perhatikan! Ini 6 Ciri Anak Jadi Korban KDRT. Mama Harus Menolongnya
Mama bisa lho membantu anak korban kekerasan!
18 Desember 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah bentuk kekerasan yang terjadi di dalam rumah. Korbannya bisa orangtua, suami, istri, atau anak mereka. Pelakunya bisa jadi salah satu atau kedua orangtua. KDRT menganggu emosi semua anggota keluarga, sudah tentu juga emosi anak.
Keadaan emosi akan sangat terganggu jika Si Anak menjadi korban atau menyaksikan secara langsung kekerasan yang terjadi terhadap anggota keluarga yang lain.
KDRT beragam bentuknya. Mulai dari kekerasan verbal hingga fisik.
Sebenarnya, apa pun bentuk kekerasan yang terjadi akan memberikan dampak buruk pada anak. Kebanyakan anak yang menjadi korban kekerasan atau menjadi saksi, akan mengalami perubahan perilaku.
Tidak banyak anak yang bisa langsung mengutarakan masalah yang ia hadapi. Biasanya mereka akan diam saja dan orang dewasa di sekitarnya lah yang harus peka melihat masalah ini.
Kalau Mama melihat perubahan sikap pada teman anak mama, anak tetangga, atau anak di sekitar Mama seperti ini, bantulah mereka. Mungkin, mereka menjadi korban kekerasan.
Ketahui ciri korban yang bisa menjadi panduan Mama.
Berikut Popmama.com telah merangkum 6 ciri-ciri korban KDRT pada anak.
1. Sering cemas
Anak yang menjadi korban KDRT atau menjadi saksi kekerasan memiliki rasa cemas berlebihan. Kecemasan itu bisa muncul karena mereka merasa tidak berdaya dan khawatir sewaktu-waktu mereka menjadi korban.
Kecemasan ini memicu ketakutan berlebihan, depresi, dan kesulitan menahan emosi. Anak akan mudah menangis atau bahkan tiba-tiba marah ketika merasa dirinya terancam. Sering terjadi anak berkelahi dengan temannya karena ia merasa temannya mengancam, padahal tidak.
2. Menjadi tertutup
Perubahan perilaku anak yang biasa ceria menjadi sangat tertutup, bisa menjadi tanda sesuatu telah terjadi. Sikap tertutup itu mungkin sekali terjadi karena mereka ingin merahasiakan apa yang terjadi di rumah.
Tidak mudah mengorek informasi tentang sebuah kejadian, apalagi jika itu menyangkut orang yang disayangi si Anak. Sudah pasti, mereka pun tidak ingin orang kesayangannya mengalami kejadian buruk. Mungkin pula mereka bingung harus berbuat apa sehingga banyak berpikir dan menjadi sangat pendiam.
Editors' Pick
3. Haus perhatian
Anak korban atau saksi KDRT ada pula yang malah berusaha mati-matian mencari perhatian dan kasih sayang dari orang lain seusia orangtua mereka. Perubahan perilaku itu adalah reaksi dari ketidakberdayaan mereka untuk mendapat perhatian dari orangtua mereka.
4. Mengalami penurunan prestasi
Anak yang awalnya memiliki prestasi di sekolah atau nilainya memenuhi standar namun kemudian menurun perlu diwaspadai. Mungkin saja ia menjadi korban atau saksi KDRT.
Peristiwa yang traumatis sudah pasti akan mengganggu konsentrasi belajarnya. Ia juga akan menjadi tidak bergairah melakukan hobinya. Misalnya jika sebelum kekerasan ia menjadi bintang sepakbola sekolah, bisa jadi prestasinya menurun, malas latihan, atau tidak punya tenaga untuk melakukan hobinya itu.
5. Mengalami kemunduran fisik
Kelelahan mental bisa memengaruhi sistem imun tubuh.
Anak korban atau saksi kekerasan yang mengalami kecemasan, depresi, sulit tidur, atau kehilangan nafsu makan sudah pasti akan membuat kesehatan fisiknya menurun. Ia akan mudah mengalami sakit mulai yang ringan seperti diare atau flu, sampai sakit serius.
6. Mengalami luka
Ini adalah cara paling mudah mengetahui anak telah menjadi korban KDRT.
Luka-luka tidak teridentifikasi atau mencurigakan harus segera dipertanyakan. Misalnya memar seperti bekas pukulan, cubitan, atau jatuh di tempat tidak semestinya. Misalnya di area perut, dada, atau bagian tubuh yang terlihat misalnya di wajah.
Lakukan ini Ma!
Apa yang harus Mama lakukan jika melihat ada anak korban KDRT di sekitar lingkungan tempat tinggal mama?
- Melaporkan kecurigaan Mama ke pihak berwenang, misalnya guru kelas, pemuka agama, atau aparat yang berwenang, misalnya ketua RT atau RW. Mama juga bisa melaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau yayasan yang peduli akan keselamatan anak-anak.
- Mengajak anak berdialog untuk membicarakan masalah yang ia hadapi. Ini tidaklah mudah. Mama perlu bersabar sebab belum tentu anak mau menjawab pertanyaan Mama.
- Menyediakan tempat perlindungan sementara. Anak korban kekerasan mungkin bingung dan butuh perlindungan. Mama bisa memberi perlindungan tempat tinggal, makan, dan lain-lain. Laporkan kesediaan Mama melakukan ini ke pihak yang berwenang, misalnya ketua RT atau aparat keamanan agar Mama pun mendapat perlindungan hukum saat memberi pertolongan.
- Jika anak mengalami luka fisik atau trauma psikologis, Mama bisa membantunya dengan membawanya ke rumah sakit atau klinik terdekat. Sekali lagi, libatkan aparat berwenang saat melakukan bantuan ini.
Yuk, sama-sama kita perhatikan anak-anak di sekitar kita agar tidak terjadi KDRT pada anak. Ini demi kebaikan semua kok, Ma!
Baca juga:
- Belajar dari Vinessa Inez, Ini Cara Mencegah KDRT
- Seringkali Melakukan Kekerasan pada Anak, Ini 7 Tanda Pola Asuh Toxic
- Selama Pandemi Kekerasan pada Anak Meningkat, Ini Kata Psikolog