Tren “Teen-ternity” Leave, Cuti Khusus untuk Mendukung Anak Remaja
Mama dapat mempertimbangkan ini untuk mendukung perkembangan remaja dengan lebih baik
3 Desember 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Orangtua modern dihadapkan pada dinamika parenting yang semakin kompleks seiring anak-anak mereka memasuki masa remaja. Pada tahap ini, tuntutan pola asuh tidak hanya mencakup perawatan fisik seperti pada tahap bayi, tetapi juga melibatkan tantangan emosional yang tak kalah sulit.
Sebagai respons terhadap ini, muncul tren yang semakin populer dikenal sebagai cuti "teen-ternity" - suatu langkah yang diambil oleh orangtua untuk hadir lebih banyak selama fase yang penuh tantangan dalam kehidupan anak remaja mereka.
Seorang terapis keluarga dan penulis buku, Amanda Craig PhD, LMFT, mengatakan, “Kita sering berpikir bahwa tugas berat dalam mendidik anak ada pada anak-anak kecil, yang membutuhkan bantuan berpakaian dan lebih banyak waktu bermain yang diawasi.
Tetapi begitu Anda memiliki remaja, Anda menyadari bahwa anak yang lebih besar berarti masalah yang lebih besar.” Pernyataan ini menggambarkan esensi tantangan yang muncul ketika mengasuh remaja dan menggarisbawahi pentingnya hadir secara lebih intensif selama fase ini.
Nah, untuk mengenal lebih lanjut mengenai tren cuti "teen-ternity" dan berbagai aspek yang melibatkan keputusan ini, simak rangkuman selengkapnya di Popmama.com.
1. Munculnya tren cuti “teen-ternity”
Istilah cuti "teen-ternity" menunjukkan tren di mana orangtua mempertimbangkan untuk meninggalkan karier mereka guna memberikan dukungan yang lebih intensif selama tahun-tahun remaja anak mereka.
Keputusan orangtua untuk mengambil cuti "teen-ternity" tidak hanya mencerminkan respons terhadap tuntutan parenting yang lebih intens di masa remaja, tetapi juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara karier dan kehadiran orangtua selama fase ini.
Bekerja dari rumah menjadi solusi yang memungkinkan orangtua lebih fleksibel dalam mendukung anak-anak, memberikan peluang untuk mengatasi tantangan kompleks yang terkait dengan remaja.
Editors' Pick
2. Menyeimbangkan pekerjaan dan kebutuhan remaja
Kisah pengalaman seorang Mama dari New Jersey, Amerika Serikat, Heidi R, menjadi ilustrasi nyata tentang upaya beberapa orangtua dalam menyeimbangkan pekerjaan dan kebutuhan remaja mereka.
Heidi beralih dari bekerja sebagai asisten pengajar menjadi akuntan. Tuntutan untuk membesarkan anak berusia 12 dan 13 tahun membuat ia memutuskan untuk memilih pekerjaan jarak jauh.
“Saya merasa sangat penting untuk berada di samping anak-anak saya saat mereka bertumbuh di tahun-tahun ini,” katanya.
Ia menambahkan, “Saya bisa mengajak mereka beraktivitas, berada di sana saat mereka membutuhkan saya secara emosional.”
Pengalaman Heidi sebagai guru sekolah menengah juga mempengaruhi keputusannya.
“Saya yakin sangat penting bagi orang tua untuk hadir dan lebih bersedia membantu anak-anak mereka selama masa remaja dibandingkan masa sekolah dasar,” ujarnya, Ia juga menekankan bahwa masalah intimidasi dan kesehatan mental sebagai salah satu alasan dia terlibat semaksimal mungkin dalam kehidupan anak-anaknya.
Keputusan untuk menghadirkan diri lebih intensif selama tahun remaja bukan hanya soal memahami kebutuhan fisik anak, tetapi juga menjadi respons terhadap tantangan emosional yang seringkali dihadapi remaja.
Oleh karena itu, beberapa orangtua memilih untuk mengambil langkah-langkah konkrit, seperti bekerja dari rumah, guna menciptakan ikatan yang lebih kuat dan mendukung anak-anak mereka melewati masa kritis ini.
3. Tantangan dan pertimbangan
Tentu saja, tidak semua orangtua bisa meninggalkan pekerjaan mereka sepenuhnya untuk fokus pada kebutuhan anak-anak, namun dalam situasi apa pun, tak dapat dipungkiri betapa krusialnya kehadiran orang tua selama fase kehidupan remaja yang penuh tantangan.
Menurut Sanam Hafeez, PsyD, seorang neuropsikolog di New York dan Direktur Layanan Psikologi Konsultasi Komprehensif, banyak keluarga mengalami kesulitan untuk menyediakan lebih banyak waktu berkualitas dan pengawasan bagi anak remaja mereka.
Ia menyoroti perasaan bahwa waktu berlalu terlalu cepat, terutama ketika remaja tampaknya akan beranjak dewasa dan berangkat ke perguruan tinggi dalam waktu yang singkat.
Dr. Hafeez mengakui bahwa tidak semua orang tua memiliki kemampuan atau keinginan untuk berhenti bekerja. Namun, di tengah masalah serius yang dihadapi oleh remaja, seperti gangguan makan atau keinginan untuk bunuh diri, pengambilan cuti menjadi pilihan yang sulit dihindari bagi beberapa orang tua.
Bahkan tanpa keadaan yang begitu berat, menjalin hubungan yang mendalam dengan anak remaja memerlukan upaya ekstra dibandingkan dengan masa ketika mereka masih kecil dan cukup dengan menghabiskan waktu bersama menonton kartun.
4. Manfaat kehadiran orangtua yang lebih besar
Pandangan dari pakar seperti Danielle Roeske, PsyD, menekankan keuntungan yang diperoleh melalui keterlibatan orangtua yang lebih intensif selama tahun-tahun remaja.
Pada periode ini, kehadiran yang lebih besar dari orangtua tidak hanya memperdalam hubungan emosional dengan anak, tetapi juga berperan sebagai faktor pelindung terhadap perilaku berisiko.
Artinya, ketika orangtua hadir secara aktif, hubungan emosional yang kuat terbentuk, memberikan dasar yang aman bagi anak untuk menghadapi tantangan identitas dan membangun hubungan interpersonal yang sehat.
"Dengan kehadiran yang kuat, orangtua dapat memainkan peran kunci dalam mendukung anak untuk mengembangkan kemandirian dan membuat keputusan bijak.
Selain itu, kehadiran ini juga diidentifikasi sebagai faktor yang dapat mengurangi kemungkinan anak terlibat dalam perilaku berisiko, seiring orangtua dapat memberikan bimbingan dan pemahaman yang mendalam mengenai dunia remaja yang penuh tekanan", jelasnya.
5. Cara untuk mendukung remaja
Untuk orangtua yang berkomitmen pada pekerjaan mereka, terdapat beberapa strategi praktis yang dapat diterapkan guna memberikan dukungan maksimal kepada remaja mereka. Berikut adalah poin-poin kunci yang perlu diperhatikan:
Membuka dialog efektif:
- Orangtua perlu menciptakan lingkungan yang mendukung dialog terbuka dengan remaja.
- Berikan contoh cara mengajukan pertanyaan yang membangun kepercayaan dan mendorong remaja untuk berbicara tentang perasaan dan pengalaman mereka.
Terlibat dalam kegiatan yang relevan:
- Orangtua perlu aktif terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan minat dan kegiatan remaja.
- Hal ini dapat mencakup mendukung mereka dalam olahraga, seni, atau kegiatan ekstrakurikuler lain yang menjadi passion remaja.
Meluangkan waktu khusus:
- Tekankan pentingnya meluangkan waktu khusus bersama remaja, bahkan dalam kesibukan sehari-hari.
- Berikan ide praktis tentang cara menyusun jadwal yang memungkinkan waktu berkualitas bersama, seperti menetapkan hari khusus untuk kegiatan bersama.
Mendengarkan mereka:
- Penting bagi orangtua untuk mendengarkan secara aktif terhadap kekhawatiran dan perasaan remaja.
- Berikan perhatian penuh, menghindari interupsi, dan mengajukan pertanyaan reflektif untuk lebih memahami perspektif remaja.
Tujuan dari strategi ini adalah menciptakan hubungan yang kuat antara orangtua dan remaja, memberikan dukungan emosional yang diperlukan, serta membangun kepercayaan sehingga remaja merasa nyaman berbagi pengalaman dan perasaan mereka.
Ingat, Ma, dalam menghadapi kompleksitas mendidik remaja, tren cuti "teen-ternity" mencerminkan pergeseran penting menuju kesadaran akan keterlibatan lebih besar. Meskipun tidak semua dapat mengambil cuti, menyadari perlunya keseimbangan antara karier dan peran orangtua adalah langkah penting.
Investasi waktu dan perhatian ekstra pada anak remaja membentuk dasar yang kuat untuk menghadapi tantangan masa remaja dengan kepercayaan dan hubungan yang mendalam.
Baca juga:
- Mendekati Usia Remaja, Ini 12 Cara Efektif Mendidik Anak?
- Mama Perlu Tahu, Ini 3 Tahap Perkembangan Masa Remaja
- Perkembangan Anak 12 Tahun, Begini Cara Bantu Anak Melewati Pubertas