7 Perbuatan Orangtua yang Membuat Anak Trauma, Yuk Hindari!
Apakah ada salah satu dari perbuatan ini yang pernah Mama atau Papa lakukan?
11 Juni 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bukan cuma orang dewasa, trauma juga bisa dialami oleh anak-anak. Melansir berbagai sumber, trauma sendiri merujuk kepada kerusakan mental sebagai akibat dari peristiwa buruk yang pernah dialami di masa lampau. Banyak sekali faktor pemicu trauma pada anak, bahkan salah satunya bisa dari orangtua.
Sebagai contoh, tidak jarang orangtua keceplosan berperilaku kasar saat mendisiplinkan anak. Tanpa disadari, hal tersebut bisa memberikan efek jangka panjang untuk kesehatan mentalnya.
Ini berdasarkan pernyataan National Child Traumatic Stress Network yang menunjukkan kalau sebagian besar orang dewasa pengidap PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) umumnya memiliki pengalaman traumatis saat kecil.
Supaya menghindari hal sedemikian, mari simak informasi yang telah Popmama.com rangkum tentang 7 perbuatan orangtua yang membuat anak trauma berikut ini!
1. Berperilaku kasar, baik secara fisik maupun psikis
Argumen bisa saja terjadi ketika Mama sedang menasihati anak. Namun, di saat amarah sudah tak mampu dibendung, tangan pun akhirnya ikut melambung. Tamparan ataupun pukulan yang orangtua layangkan tidak hanya menimbulkan rasa takut, tapi juga trauma psikis yang bakal terbawa hingga anak dewasa.
Tidak hanya itu, kekerasan verbal, seperti umpatan dan makian, juga ada pengaruhnya, lho, Ma. Harga diri hingga kemampuan akademis anak bisa menurun akibat dari lontaran kata-kata kasar.
2. Memarahi anak di depan banyak orang
Semarah apapun Mama dengan anak, jangan pernah memarahinya di depan umum. Hal ini bakal berdampak langsung kepada perkembangan emosionalnya. Secara lengkap, Claire O’ Mahony memaparkan bahwa memarahi anak di depan banyak orang bisa membuatnya merasa dipermalukan dan direndahkan.
Akibatnya, anak mama menjadi kurang percaya diri dan enggan untuk pergi keluar bersama Mama–karena takut dimarahi. Claire menambahkan bahwa perbuatan tersebut juga bisa berdampak pada kemampuan sosialisasi anak di masa depan.
Hal yang sepatutnya Mama lakukan adalah dengan bersabar dahulu. Jika keadaan memaksa untuk mendisiplinkannya, jelaskan secara baik-baik kalau yang dilakukan si Anak adalah salah.
Editors' Pick
3. Sering membanding-bandingkan
Kalau Mama aktif di media sosial, pastinya sering sekali melihat posting-an atau meme tentang kebiasaan orangtua membanding-bandingkan anaknya dengan anak tetangga.
Memang, tujuannya hanyalah untuk menunjukkan si Anak sebuah contoh baik yang perlu ia ikuti. Namun, bisa saja anak mama memahaminya dengan cara berbeda dan malah merasa dirinya tak pernah dihargai.
Apabila terjadi secara kontinu, tidak mustahil anak mama mengalami stres, penurunan harga diri, sampai dengan social anxiety. Maka dari itu, kebiasaan membanding-bandingkan harus segera dihilangkan ya, Ma.
4. Memanggil anak dengan sebutan buruk
Nama yang baik diberikan supaya anak juga tumbuh menjadi pribadi yang baik pula. Namun, ada juga orangtua yang tega memanggil anaknya dengan panggilan yang tidak mengenakkan.
Ratna Juwita, staf pengajar di Fakultas Psikologi UI, melarang orangtua memanggil anak dengan julukan yang merendahkan. Hal ini karena anak bakal merasa dijatuhkan dan direndahkan. Imbasnya, kepercayaan diri anak mama akan semakin menurun.
5. Mengatakan anak bodoh dan tidak pantas
Bukan hanya memanggilnya dengan sebutan merendahkan, mengatakan kalau anak bodoh juga menjadi pantangan bagi orangtua. Hal ini bisa memicu krisis identitas pada diri anak dan seolah mengamini kalau dirinya memanglah sedemikian.
Anak mama pun bakal kehilangan kepercayaan dan kapasitas diri karena ia juga menganggap kalau dirinya bodoh seperti yang dikatakan orangtuanya. Alhasil, ia akan merasa minder dan menutup diri.
Dampak yang lebih parah bisa menuntun si Anak menuju mental illness, mulai dari stres sampai dengan kecemasan sosial.
6. Gengsi untuk meminta maaf
Siapa sangka kalau enggan meminta maaf juga mampu membuat anak merasa trauma. Hal ini karena ketika anak memberitahu kesalahan yang kita lakukan, alih-alih berucap sorry, Mama malah balik memarahinya.
Pastinya, ini menyebabkan anak takut untuk speak-up di masa depan. Ia pun menjadi kurang confident dan akan terus menyalahkan diri atas kesalahan yang bukan ia perbuat.
Dalam skenario lain, anak mama malah juga tumbuh menjadi individu yang gengsi meminta maaf. Mereka hanya merasa bersalah di saat melakukan problem yang besar.
Padahal, dengan bersikap besar hati dan mengakui kesalahan, hubungan Mama dengan anak bisa tetap terjalin dengan baik.
7. Tidak mampu menjadi contoh yang baik
Seperti kata pepatah, anak merupakan cerminan orangtua, sudah sepatutnya Mama berusaha untuk menciptakan citra terbaik dan menjadi teladan untuk buah hati tiru.
Mama bisa mulai dari cara berkomunikasi. Orangtua pastinya ingin dipatuhi dan didengar oleh anak. Maka, berikan perhatian sepenuh hati di saat mereka curhat kepada Mama.
Apabila kita malah berperilaku buruk dan anak mama mencontohnya, tidak menutup kemungkinan teman-temannya tidak menyukai dan berakhir menjauhinya.
Itulah beberapa perbuatan orangtua yang membuat anak trauma. Tidak ada yang bilang menjadi orangtua itu mudah.
Kendati demikian, Mama harus tetap sabar, terlebih saat si Anak tengah bandel-bandelnya. Harus selalu memerhatikan ucapan dan perbuatan supaya tidak melukai hati dan bahkan sampai memicu trauma pada dirinya.
Semoga bermanfaat ya, Ma!
Baca Juga:
- Studi: 4 Cara Mengatasi Anak yang Mengalami Trauma saat Pandemi
- 5 Cara Mengatasi Ketakutan pada Balita dengan Trauma
- Kenali Gejala dan Penanganan Stres Pasca Trauma atau PTS