7 Fakta Guru Perkosa Santriwati di Bandung Hingga Hamil
Kekerasan seksual selalu terjadi lagi,lagi dan lagi.
12 Desember 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kasus kekerasan seksual baru-baru ini terjadi, salah satunya adalah kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang guru Pondok Pesantren Tahfiz Al-Ikhlas yang ada di Cibiru, Kota Bandung. Pelakunya berinisial HW (36).
Tindakannya tersebut dilakukan sejak tahun 2016, dengan jumlah korban 12 santriwati.
Memang seperti yang kita lihat, tindak kekerasan seksual ini tidak hanya terjadi di dikawasan-kawasan yang rawan. Melainkan kerap terjadi di lembaga pendidikan keagamaan. Kasus kekerasan seksual yang baru saja terjadi ini banyak sekali mendapat kecaman, terutama Ridwan kamil selaku Gubernur Jawa Barat.
Berikut Popmama.com telah merangkum 7 fakta mengenai kasus pemerkosaan ini dari berbagai sumber.
1. Total korban sebanyak 12 santriwati
Menurut keterangan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kajati) ia menjelaskan, total korban pemerkosaan yang dilakukan oleh HW sebanyak 12 santriwati. 12 korban tersebut merupakan santriwati di Pondok Pesantren Tahfiz Al-Ikhlas yang ada di Cibiru, Kota Bandung. Usia para santriwati itu tergolong masih di bawah umur yaitu berusia 16-17 tahun.
''Anak-anak santriwati yang menjadi korban sedang diurus oleh tim DP3AKB untuk trauma healing. Tim DP3AKB pun telah menyiapkan pola pendidikan baru yang sesuai dengan hak tumbuh kembangnya.'' Tulis Ridwan Kamil dalam Instagramnya.
2. Pemerkosaan dilakukan berulang-ulang kali
Berdasarkan keterangan Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Dodi Gazali Emil, ia menjelaskan bahwa HW melakukan pemerkosaan terhadap belasan santriwati di Kota Bandung selama lima tahun. Tindakan pemerkosaan itu telah dilakukan berulang-ulang kali terhitung dari 2016-2021.
Editors' Pick
3. Dilakukan ditempat yang berbeda-beda
Melansir dari berbagai sumber, HW melakukan perbuatan yang keji itu diberbagai tempat. Tempat yang dijadikan lokasi pemerkosaan tersebut, antara lain apartemen TS, hotel N, hotel R, Hotel PP, Yayasan KS, Yayasan pesantren TM, dan Pesantren MH.
Di kasus ini pun adanya penggelapan dana bantuan siswa yang berasal dari pemerintah. Dana ini ia gunakan untuk menyewa apartemen maupun hotel guna melakukan perbuatannya yang keji itu. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Kejati Jawa Barat Asep N Mulyana, Dimana dugaan tersebut didapat setelah pihaknya melakukan penyelidikan dan pengumpulan data.
Dilansir dari Antara, Asep mengatakan "Kemudian juga terdakwa menggunakan dana, menyalahgunakan yang berasal dari bantuan pemerintah, untuk kemudian digunakan misalnya katakanlah menyewa apartemen".
4. 9 bayi telah lahir dan 2 masih dalam kandungan
Berdasarkan keterangan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar Riyono, ia mengatakan "Total sembilan bayi telah dilahirkan korban akibat perbuatan terdakwa HW. Waktu prapenuntutan itu masih delapan (bayi lahir). Ketika persidangan ini digelar ada sembilan (bayi lahir),"
Selain sembilan bayi yang telah lahir tersebut, adapun dua korban lagi yang masih mengandung. "Kemudian ada juga (dua korban) yang masih hamil," ujar Riyono.
5. Pesantren telah ditutup dan dibekukan
Dengan adanya kejadian ini, baik itu Kemenag bersama Polda Jabar dan Dinas Perlindungan Anak dan Ibu (KPAI) Jawa barat langsung mengambil sejumlah langkah.
Adapun langkah yang pertama yaitu Polda Jabar akan membekukan kegiatan belajar mengajar yang ada di pesantren tersebut.
Langkah kedua, Seluruh siswa dari pesantren tersebut akan dikembalikan ke daerah asal mereka oleh Kemenag. Pendidikan mereka akan dilanjutkan ke madrasah atau sekolah sesuai jenjangnya yang ada di daerah masing-masing santri tersebut.
Langkah ketiga, Kemenang terus berkoordinasi dengan Polda Jabar dan Dinas Perlindungan Ibu dan Anak, khusunya terkait penyelesaian dan ijazah para peserta didik di lembaga tersebut.
6. Korban dijanjikan menjadi polwan hingga dikuliahkan
Motif yang dilakukan HW saat melakukan pemerkosaan terhadap 12 santriwati, yaitu dengan memberikan segudang janji. Korban tersebut diiming-imingi menjadi polisi wanita, dibiayai kuliah hingga menjadi pengurus pesantren.
Janji-janji yang diberikan oleh HW tersebut tercantum dalam surat dakwaan dan diuraikan pada saat poin-poin penjelasan korban.
"Terdakwa menjanjikan akan menjadikan korban polisi wanita."
"Ia juga menjanjikan akan membiayai kuliah dan mengurus pesantren," ujar jaksa dalam surat dakwaan yang diterima wartawan, Rabu (8/12/2021).
Pelaku pun juga mengatakan kepada korban untuk tidak khawatir dan akan bertanggung jawab kepada para korban yang hamil.
7. Pelaku sudah ditangkap polisi dan sedang diadili di pengadilan
HW didakwa karena melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP untuk dakwaan primairnya.
Sedangkan, dakwaan Subsider, melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Terdakwa diancam pidana sesuai pasal 81 Undang-undang perlindungan anak, ancamannya pidana 15 tahun tapi perlu di garis bawahi ada pemberatan, karena dia sebagai tenaga pendidik sehingga hukumannya menjadi 20 tahun," ucap Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar, Riyono, Rabu (8/12/2021).
Nah itu dia tadi fakta-fakta yang telah Popmama.com rangkum dari berbagai sumber. Semoga kasus ini bisa diadili dengan menghukum seberat-beratnya kepada pelaku tindakan kekerasan seksual ini. Semoga para korban pun mendapat perlindungan. Sebab tindakan ini bukan hanya melukai fisik melainkan memberikan efek trauma untuk para korban tersebut.
Tak hanya itu, Ridwan Kamil pun berpesan kepada para orangtua, untuk selalu rajin dan rutin memonitor situasi pendidikan anak-anaknya di sekolah berasrama, sehingga selalu up to date terkait keseharian anak-anaknya.
Baca juga:
- Hindari Pelecehan Seksual Terhadap Anak dengan Cara Ini
- 5 Alasan Mengapa Korban Pemerkosaan Enggan Melapor ke Pihak Kepolisian
- Efek Trauma yang Dialami oleh Korban Kekerasan Seksual