Mengenal Kebijakan Diversi untuk Anak yang Tersangkut Kasus Hukum
Tak seluruh kasus pidana harus diselesaikan melalui proses persidangan
3 Februari 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Apakah Mama sudah tahu tentang adanya kebijakan diversi pada sistem hukum negara kita?
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara yang menyangkut anak sebagai pelaku pidana, dengan mengutamakan proses menyelesaikan masalah di luar proses persidangan.
Pelaku hukum pidana memang seharusnya dijerat dengan hukuman yang setimpal supaya jera. Namun sepertinya tidak adil jika pelakunya masih berusia kanak-kanak. Proses di luar peradilan dinilai menjadi alternatif penanganan terbaik untuk anak supaya mereka tidak harus mengikuti proses peradilan yang berlangsung panjang dan mengintimidasi.
Anak adalah aset berharga bagi negara yang harus dilindungi sebagai penerus bangsa. Atas dasar prinsip perlindungan anak, akhirnya ide untuk mengeluarkan kebijakan diversi terbentuk.
Sejalan dengan ketentuan Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Indonesia, UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pun mengemukakan penegasan terhadap prinsip-prinsip umum perlindungan anak yang menyangkut prinsip non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak.
Diversi juga dinilai dapat menghindari anak dari label penjahat yang akan melekat padanya jika ia harus menjalani proses penyelesaian perkara formal dan masuk penjara.
Namun, pemberlakuan diversi ini juga tidak berlaku untuk seluruh tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh anak.
Supaya Mama mengetahui lebih jauh tentang diversi, berikut Popmama.com akan merangkum informasi penting seputar kebijakan diversi untuk anak yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang!
1. Tujuan pemberlakuan diversi anak
Negara tetap melangsungkan jaminan perlindungan anak bahkan terhadap anak-anak yang telah menjadi pelaku tindak kejahatan. Oleh sebab itu, diversi akhirnya diberlakukan.
Diatur secara khusus dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012, tujuan diversi adalah untuk:
- mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
- menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
- menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
- mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
- menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
Penyelenggaraan diversi dimulai sejak anak telah berhadapan dengan hukum di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara apabila proses penyelesaian dilakukan dalam pengadilan.
2. Pengaturan mengenai batas usia anak
Disebutkan dalam Pasal 1 UU No. 11 Tahun 2012, yang dianggap sebagai subjek Anak sebagai pelaku di dalam hukum menyangkut anak-anak yang telah berusia 12 tahun namun belum mencapai usia 18 tahun.
Dalam rentang usia 12-18 tahun, anak-anak yang berkonflik dengan hukum dapat memperoleh upaya diversi, Ma!
Namun untuk anak yang sudah melebihi batas usia 18 tahun maka mereka harus mengikuti mekanisme peradilan formal di dalam persidangan untuk memperoleh putusan hukuman.
Editors' Pick
3. Ketentuan pelaksanaan diversi
Upaya diversi melibatkan banyak pihak, seperti penyidik, jaksa penuntut umum, dan majelis hakim. Ketika para penegak hukum ini ingin melakukan diversi, berdasarkan Pasal 9 UU Sistem Peradilan Anak, mereka harus mempertimbangkan beberapa hal seperti:
a. kategori tindak pidana;
b. umur Anak;
c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Balai Permasyarakatan; dan
d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
Merujuk kepada poin a, sudah jelas bahwa tidak seluruh tindak pidana yang dilakukan oleh anak dapat 'dikurangi' hukumannya melalui diversi, ya, Ma! Jika kejahatan yang dilakukan memiliki ancaman hukuman pidana penjara di bawah 7 tahun, seperti pencurian, maka pelaku berpotensi dapat diversi. Itu pun jika perilaku tersebut terbukti baru pertama kali dilakukan.
Sebagai catatan lebih, jika korban tindak kriminal tidak menghendaki adanya diversi, maka hak pelaku untuk mendapatkan diversi bisa langsung tercabut, lho, Ma!
4. Pedoman tata cara diversi
Berdasarkan Pasal 8 UU No. 11 Tahun 2012, diversi dilaksanakan dengan cara musyawarah dengan melibatkan anak beserta orangtua/wali, korban dan/atau orangtua/wali, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.
Orientasi pelaksanaan diversi wajib memerhatikan beberapa unsur yang tidak boleh ditinggalkan salah satunya, yaitu:
a. kepentingan korban;
b. kesejahteraan dan tanggung jawab anak sebagai pelaku;
c. menghindari cap/label/stigma negatif;
d. menghindari resolusi pembalasan;
e. mewujudkan keharmonisan masyarakat; dan
f. kepatutan, kesusilaan, serta ketertiban umum.
Mengutip dari jurnal berjudul Diversi Sebagai Bentuk Penyelesaian Perkara Pidana Anak yang ditulis oleh Dwi Rachma Ningitas dkk., pelaksanaan diversi memiliki beberapa tingkatan seperti berikut yang meliputi:
Upaya diversi
Musyawarah diversi
Kesepakatan diversi
Pelaksanaan kesepakatan diversi
Pengawasan dan pelaporan pelaksanaan kesepakatan diversi
Penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan
Registrasi diversi
5. Hasil kesepakatan diversi
Setelah melewati berbagai tahap musyawarah yang menjunjung tinggi prinsip restorative justice, bentuk hasil kesepakatan diversi dapat berupa:
a. Perdamaian dengan atau tanpa ganti rugi kerugian;
b. Rehabilitasi medis dan psikososial;
c. Penyerahan kembali kepada orangtua/wali;
d. Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 bulan;
e. Pelayanan masyarakat.
Namun jika apabila proses diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan, maka penyelesaian perkara tetap harus berlanjut ke tahapan persidangan sesuai dengan Kitab Umum Hukum Acara Pidana, selayaknya mekanisme untuk tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
6. Penjatuhan hukuman mati atau hukuman seumur hidup pada anak
Sebagaimana pelaksanaan diversi dan 'janji' negara untuk melindungi anak-anak, dalam hukum pidana, anak tidak akan mendapatkan vonis hukuman mati atau hukuman seumur hidup, Ma!
Hal ini dijelaskan dalam Pasal 81 ayat 5 UU 11 Tahun 2012 yang ditegaskan bahwa jika tindak pidana yang dilakukan oleh Anak memiliki ancaman hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka penjatuhan pidana diberikan paling lama berupa penjara 10 tahun.
Dalam setiap media pun, pelaku anak tidak boleh dipaparkan identitasnya baik berupa foto atau pun. Identitas yang boleh ditunjukkan hanya menggunakan inisial nama tanpa gambar.
Itulah Ma, informasi seputar kebijakan diversi yang berlaku di Indonesia untuk anak-anak yang sedang berkonflik dengan hukum.
Pidana penjara akan selalu menjadi ultimatum remedium, yang artinya bahwa hukuman secara pidana memang diusahakan sebagai upaya terakhir bilamana upaya-upaya penyelesaian perkara lainnya tidak dapat ditempuh.
Semoga ini dapat menambah wawasan Mama ya, Ma!
Baca juga:
- Mengenal Norma Hukum, Norma Yang Paling Mengikat
- 3 Jenis Hukuman Terburuk yang Diberikan Orangtua, Jangan Dilakukan Ya
- Hasil Studi: Orangtua Sering Menghukum, Anak Bakal Jago Berbohong