6 Tips Menjaga Kesehatan Mental Remaja selama Pandemi Menurut UNICEF
Masih diselimuti pandemi, pastikan kesehatan mental anak remaja mama tetap terjaga ya
4 November 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Ada banyak kejadian baru yang membuat anak harus beradaptasi dari masa kanak-kanak menjadi seorang remaja. Tumbuh menjadi seorang remaja memang bukanlah hal yang mudah, terlebih adanya pandemi Covid-19 yang semakin membuatnya terasa lebih sulit.
Mengapa demikian? Sebab perkembangan anak usia remaja di tengah pandemi menjadi lebih terbatas, Ma. Misalnya saja dengan ditutupnya sekolah dan dibatalkannya berbagai acara yang ada, tentu membuat para remaja merasa kehilangan momen tumbuh kembang mereka di masa remaja ini.
Hal-hal seperti ini yang kemudian membuat perubahan hidup bagi remaja. Misalnya membuat mereka merasa cemas, terisolasi, dan kecewa karena kurangnya waktu berkembang.
Itulah mengapa sebagai orangtua, penting memerhatikan kesehatan mental anak mama. Jadi tak hanya kesehatan secara fisik, tetapi kesehatan mental mereka pun perlu diperhatikan selama kondisi pandemi seperti sekarang ini.
Melalui laman resmi UNICEF Indonesia, Dr. Lisa Damour yang merupakan psikolog remaja, penulis best-seller dan kolumnis bulanan New York Times, menyebutkan apa saja yang bisa dilakukan para remaja untuk menjaga kesehatan mental selama pandemi berlangsung.
Apa saja tipsnya? Yuk, simak rangkuman selengkapnya yang sudah Popmama.com siapkan berikut ini.
1. Sadari bahwa kecemasan adalah hal yang wajar
Pandemi di Indonesia hingga kini masih terus berlangsung. Sampai dengan saat ini, terhitung sudah hampir dua tahun lamanya anak-anak merasakan yang namanya sekolah virtual tanpa adanya interaksi secara langsung.
Lambat laun, hal ini memicu anak merasa cemas karena geraknya yang lebih terbatas. Terlebih berita di media-media yang mereka lihat, tentu semakin membuatnya merasakan kecemasan tersebut.
Meski begitu, ini adalah hal wajar yang sudah seharusnya remaja rasakan, Ma. Menurut dr. Damour, kecemasan adalah fungsi normal dan sehat yang bisa membuat kita waspada terhadap ancaman, dan membantu kita untuk mengambil tindakan untuk melindungi diri.
Menurutnya, kecemasan tersebut akan membantu remaja mengambil keputusan di tengah kondisi saat ini, misalnya saja untuk tidak bertemu dengan orang lain dalam jumlah besar, mencuci tangan dan tidak menyentuh wajah.
Jadi tak hanya membantu menjaga dirinya sendiri, tetapi rasa waspada yang timbul karena kecemasan tersebut juga mampu menjaga kesehatan orang-orang di sekitarnya.
Para ahli sangat memahami bagaimana kecemasan selama pandemi begitu dirasakan bagi para remaja, tetapi pastikan untuk selalu mengakses berbagi informasi yang terpercaya agar tidak memperburuk kecemasan karena informasi salah yang diterima.
2. Mencari cara untuk pengalihan
Selanjutnya yang disebutkan oleh Dr. Damour adalah dengan mencari pengalihan untuk diri mereka, Ma. Ketika mereka berada dalam kondisi yang sangat sulit, cara yang bisa dilakukan untuk menghadapi situasi tersebut adalah dengan mencari pengalihan.
Mengerjakan tugas yang ada, menonton film kesukaan, atau membaca novel sebelum tidur adalah hal-hal yang disarankan oleh Dr. Damour untuk mencari pelampiasan yang kemudian dapat membantu menemukan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.
Apapun kegiatan yang mereka suka, itu bisa dijadikan alternatif dalam mengalihkan rasa kecemasan yang tengah mereka rasakan. Pastikan untuk selalu mendampingi dan memberikan dukungan ya, Ma.
Editors' Pick
3. Temukan cara baru dalam berkomunikasi
Beruntungnya, saat ini kita hidup di era teknologi yang mempermudah banyak pekerjaan dan juga komunikasi dengan banyak orang di luar sana. Sehingga cara berkmunikasi anak yang terbatas ini bisa dimanfaatkan melalui media-media yang ada, Ma.
Untuk tetap bersosilaisasi dengan teman-temannya, cobalah memulainya dengan menemukan cara baru dalam berkomunikasi. Tak hanya itu, media sosial juga disarankan Dr. Damour sebagai wadah mengasah kreativitas remaja untuk mengalihkan rasa cemas mereka.
Namun, pastikan untuk tetap memberikan batasan waktu pada anak remaja mama, ya. Sebab seperti yang dijelaskan Dr. Damour, mengakses layar secara berlebihan juga tidak sehat dan justru meningkatkan rasa cemas.
Jadi pastikan Mama dan anak sudah mendiskusikan hal ini untuk mengatur jadwal screen time atau waktu yang bisa dihabiskan di depan televisi/gadget.
4. Fokus pada diri sendiri
Memasuki usia remaja, anak mama akan semakin banyak berkembang dan mengalami perubahan. Baik dari perubahan fisiknya, maupun pola pikir mereka.
Saat mereka berpikir untuk melakukan banyak hal baru yang sebelumnya pernah dicoba, mungkin pandemi ini adalah waktu yang tepat untuk melakukannya, Ma.
Fokus pada diri sendiri dan mencari cara untuk memanfaatkan waktu tambahan yang bisa anak remaja dapatkan adalah cara yang produktif untuk menjaga kesehatan mentalnya.
“Kalau sudah bicara tentang perasaan yang menyakitkan, satu-satunya jalan keluar adalah berusaha melaluinya," kata Dr. Damour.
5. Rasakan perasaan yang dihadapi
Kehilangan banyak momen meyenangkan dimasa remaja memang hal yang mengecewakan. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan merasakan perasaan tersebut terlebih dahulu.
Lebih lanjut, Dr. Damour menjelaskan, “Kalau soal mengalami perasaan yang menyakitkan, satu-satunya jalan keluar adalah berusaha melaluinya. Lanjutkan hidupmu dan jika merasa sedih, selami perasaanmu. Jika kamu bisa membiarkan dirimu merasa sedih, akan lebih cepat pula kamu merasa lebih baik.”
Setiap anak tentu memiliki cara yang berbeda untuk mengolah perasaan mereka. Ada yang menyalurkannya melalui sebuah karya seni, melakukan donasi untuk orang sekitar, dan lain sebagainya.
Apapun yang dilakukan, pastikan hal tersebut sudah cukup benar untuk anak lakukan ya, Ma. Jadi sebelumnya, Mama bisa mengarahkan anak remaja ke cara yang lebih tepat untuk menyalurkan perasaan yang tengah dialaminya.
6. Berbaik hatilah pada diri sendiri dan orang lain
Di usia remaja, umumnya sangat rentan dengan adanya perilaku bullying maupun pelecehan sesama temannya. Menurut Dr. Damour, “Menjadi bystander yang aktif (pembela) adalah cara terbaik untuk menghadapi segala jenis bullying.”
Ketika anak remaja menghadapi hal ini, tidak seharusnya mereka diminta untuk melawan para pelaku bullying secara langsung. Justru, kita sebagai orangtua yang bisa memberikan dorongan pada mereka untuk untuk mencari pertolongan dan dukungan dari teman atau orang sekitarnya.
Saat anak mama mengetahui adanya pembulian yang dihadapi oleh temannya, cobalah ajak mereka untuk berempati dengan mendekati dan memberikan dukungan pada temannya tersebut. Kata-kata motivasi yang anak berikan, bisa saja membuat perubahan bagi mereka yang mengalami.
Perlu diingat, dimasa seperti sekarang ini menjadi paling penting bagi remaja untuk lebih bijaksana dalam memutuskan apa yang akan dibagikan atau katakan kepada orang lain. Jadi, cobalah minta anak untuk berbaik hati dengan diri sendiri dan orang lain yang ada disekitarnya.
Itu dia sederet tips yang dibagikan UNICEF Indonesia untuk menjaga kesehatan mental remaja selama pandemi berlangsung. Semoga bermanfaat dan anak remaja mama selalu sehat secara fisik dan mental ya!
Baca juga:
- Kenali Dampak Gangguan Mental Akibat Cyberbullying pada Anak Remaja
- Faktor Penyebab Kesehatan Mental dan Tips Mengatasinya pada Remaja
- Apakah Mama Menjaga Kesehatan Mental Anak dengan Baik? Ini 7 Tandanya