Dampak Covid-19, Indonesia Alami Krisis Pendidikan pada Anak-Anak
PSBB tak hanya berdampak pada orang dewasa, anak-anak pun merasakan dampaknya
12 Mei 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sejak dua bulan lalu pemerintah mengumumkan pasien pertama dan kedua positif Covid-19, kini jumlah pasien positif korona di Indonesia sudah mencapai 14.032 kasus per tanggal 10 Mei 2020.
Pemerintah pun telah melakukan berbagai upaya dengan memberlakukan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah sebagai upaya memutus penyebaran virus corona. Selain itu, kini pemerintah membuat aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi aktivitas sosial warga.
Tak hanya berdampak pada orang dewasa, PSBB juga berdampak pada anak-anak.
Baik secara kesehatan, sosial, ekonomi dan pendidikan. Meski tak berdampak besar, UNICEF Indonesia menyebutkan dalam diskusi online mengambil tema besar “Dampak Sosial Ekonomi Covid-19 pada Anak-Anak di Indonesia”, anak juga menanggung dampak lain yaitu dampak sosial dan ekonomi.
Krisis pembelajaran pun mulai dirasakan pada anak-anak Indonesia. Setelah menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari rumah pada Maret lalu, penutupan sekolah bisa memperburuk kesenjangan akses pendidikan.
Penutupan sekolah ini menjadi dampak tersendiri khususnya bagi siswa miskin dan rentan. Sebab pendidikan mungkin tidak menjadi prioritas utama, mereka sering kali bersusah payah memenuhi kebutuhan dasar terlebih dahulu.
1. Anak lebih sulit menguasai pengetahuan
Dalam diskusi online yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan UNICEF, Senin (11/5), Angga Dwi Matra, Spesialis Kebijakan Sosial UNICEF menyebutkan bahwa akibat penutupan sekolah berdampak pada kesulitan anak dalam menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai tingkatan kelas yang diharapkan.
Dengan berkurangnya waktu belajar tatap muka, tentu saja hal ini akan berisiko terhadap pembangunan sosial dan ekonomi Indonesia. Ini juga berdampak pada peningkatan anak yang putus sekolah akibat kesulitan yang dihadapi anak dan remaja untuk kembali dan tetap bersekolah setelah penutupan sekolah dan kontraksi ekonomi yang berlangsung dalam waktu lama.
Kondisi ini pun dirasakan bagi anak-anak penyandang disabilitas, mereka secara khusus sulit belajar dari jarak jauh dengan efektif karena lebih memerlukan kontak fisik dan emosional dengan guru serta mengandalkan alat-alat dan terapi khusus agar dapat belajar dengan baik.
Editors' Pick
2. KPAI akui krisis pendidikan pada anak-anak Indonesia
Kondisi krisis pendidikan ini kemudian juga diakui oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan KPAI terhadap dampak Covid-19 pada anak-anak Indonesia.
Dari diskusi online yang sama, Retno mengakui PJJ yang saat ini diberlakukan sebagai bagian dari upaya menekan penyebaran Covid-19 memunculkan fakta, besarnya kesenjangan pendidikan antara kelompok yang mampu dan tidak mampu.
Mulai dari akses listrik, internet, serta kemampuan membeli pulsa dan komputer atau ponsel yang layak untuk belajar jarak jauh ternyata masih kurang memadai. KPAI menyebutkan bahwa masih banyak anak yang tak memiliki kebebasan dalam mengikuti pembelajaran secara online.
Inilah yang kemudian berdampak pada kehilangan kesempatan belajar yang layak. Padahal pendidikan merupakan salah satu hak anak yang wajib dipenuhi oleh pemerintah demi kesenjangan sosial dan ekonomi negara.