Tak Lolos PPDB Jalur Zonasi, Orangtua Sedih Lihat Anaknya Stres
Diduga karena adanya manipulasi Surat Keterangan Domisili (SKD)
4 Juli 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 kembali diwarnai keluhan dari sejumlah orangtua. Tak hanya di Jakarta, PPDB di kota Jember, Jawa Timur pun juga banyak dikeluhkan oleh sejumlah orangtua calon siswa.
Tidak adanya Ujian Nasional akibat pandemi Covid-19 membuat persyaratan untuk PPDB tahun ini sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Namun, bukan hanya persyaratan usia saja yang memberatkan para orangtua dan calon siswa, adanya pemalsuan Surat Keterangan Domisili (SKD) juga menjadi pemicu kekecewaan para orangtua.
Sejumlah orangtua mengaku sedih melihat anaknya stres lantaran tak lolos dalam jalur zonasi. Untuk mengetahui informasi selengkapnya, berikut Popmama.com telah merangkumnya dari berbagai sumber.
Editors' Pick
1. Adanya dugaan pemalsuan SKD
Pada Kamis (2/7/2020) kemarin, belasan wali murid yang tergabung dalam persatuan orangtua peduli pendidikan anak mendatangi kantor DPRD Jember. Mereka menyampaikan kekecewaan terkait PPDB jalur zonasi beberapa waktu lalu.
Sejumlah wali murid mengaku menemukan kejanggalan yakni dugaan pemalsuan SKD.
Dari pemalsuan tersebut, diduga ada siswa yang rumahnya dekat sekolah namun tak lolos jalur zonasi. Berbanding terbalik dengan siswa yang jaraknya jauh dari sekolah yang dituju, tetapi dapat lolos lantaran SKD yang dipalsukan.
2. Seorang Mama sedih lihat anaknya stres lantaran tak lolos
Adanya dugaan kecurangan yang dilakukan sejumlah orangtua guna meloloskan anaknya pada sekolah yang dituju tentu membuat kerugian bagi beberapa pihak. Seperti Dwi Riska, salah seorang wali murid yang turut meramaikan aksi demo bersama belasan wali murid lainnya di DPRD Jember.
Ia mencontohkan, ada siswa yang berasal dari Kecamatan Wuluhan dan Jenggawah, bisa masuk di SMAN 1 dan SMAN 2. Padahal jarak sekolah dengan Kecamatan Wuluhan sekitar 36 kilometer. Sementara, anak dari Dwi sendiri tidak lolos di SMAN 2, padahal jaraknya sekitar 1,6 kilometer.
Dwi mengaku anaknya lolos di SMAN 5 yang memiliki jarak lebih jauh dari tempat tinggalnya, “Sampai anak saya stres, sampai sekarang tidak mau masuk SMAN 5. Saya dibikin pusing, kadang (sang anak) tertawa sendiri, tidak mau makan. Bagaimana seorang ibu melihat anaknya seperti itu,” jelas Dwi.