7 Nilai Parenting dari Juvenile Justice yang Bisa Diterapkan Orangtua
Banyak hal yang mendasari anak berbuat kriminal, orangtua dan lingkungan bisa jadi salah satunya
3 Maret 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Juvenile Justice adalah drama Korea yang ditayangkan di Netflix sejak 25 Februari 2022. Drama ini meluncur dengan jumlah 10 episode dan langsung naik menjadi trending global dalam beberapa hari.
Secara garis besar, Juvenile Justice berkisah mengenai hakim Sim Eun-Seok yang membeci pelaku kriminal anak. Ia dibantu oleh hakim Cha Tae-Ju untuk mendakwa anak-anak yang terlibat kasus kriminal.
Drama ini mempertontonkan kasus-kasus kriminal di Korea Selatan yang dialami anak di bawah umur. Mulai dari KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga), prostitusi anak hingga kenakalan remaja.
Sepanjang 10 episode berjalan, banyak pelajaran yang bisa orangtua petik dari drama ini. Sebab, dalam drama ini peran orangtua dan lingkungan penting untuk membentuk karakter anak lho.
Berikut Popmama.com rangkum nilai parenting dari Juvenile Justice yang bisa diterapkan orangtua ke anak nih!
1. Orangtua perlu tahu dan paham mengenai kondisi mental masing-masing anak
Setiap anak tumbuh dengan kondisi mental dan pikiran masing-masing. Apa yang ia dapatkan dari kecil, akan memengaruhi anak tersebut tumbuh dan berkembang.
Orangtua menjadi salah satu tonggak yang perlu paham mengenai kondisi anak. Apalagi jika memang anak tersebut memiliki kondisi khusus, baik secara fisik maupun mental.
"Anak mereka sudah melakukan tindakan kejahatan brutal. Tetapi orangtuanya tidak hadir sama sekali. Anak tidak akan berubah bila orangtua juga tidak berusaha," tutur Hakim Sim.
Jangan melabeli 'namanya juga anak-anak' atas setiap kesalahan yang ia lakukan. Ketegasan orangtua juga perlu sebagai kompas anak.
2. Kekerasan fisik dan mental tidak dibenarkan untuk mendisiplinkan anak
Anak-anak yang mengalami trauma masa kecil, memengaruhi caranya tumbuh dan melihat dunia. Trauma ini bisa sangat membekas hingga dewasa.
Akan selalu ada kemungkinan anak tersebut melakukan hal yang sama seperti kekerasan diterimanya saat kecil. Itu bisa terjadi saat anak yang tumbuh dewasa itu masih terperangkap di masa lalunya.
"Anak yang menderita karena KDRT tidak pernah tumbuh dewasa. 10 tahun? 20 tahun? Hanya waktu yang berlalu. Namun, anak itu terperangkap di masa lalu," ujar Hakim Cha di Juvenile Justice.
Oleh karenanya, penting sekali untuk melihat agar orangtua tidak melakukan kekerasan untuk menghukum anak. Apalagi menggunakannnya dengan alasan mendisiplinkan, sebab efeknya akan dirasakan anak tersebut ketika dewasa dan berkeluarga kelak.
"Mendisiplinkan artinya mendidik dan membesarkan dalam hal kepribadian dan moral. Bukan dengan memukulnya," ujar Hakim Sim.
Editors' Pick
3. Pengabaian anak akan berdampak pada sisi psikologisnya
Kondisi pengabaian anak bisa terjadi karena beberapa hal. Misalnya, orangtua yang memiliki beberapa anak dengan bakat yang berbeda tapi berusaha disamaratakan.
Sehingga yang terlihat oleh orangtua adalah anak yang menonjol sesuai standarnya. Padahal anak-anaknya yang lain juga punya kemampuan dan bakat yang baik, hanya saja dibidang lain yang mungkin dianggap kurang penting bagi orangtua tersebut.
Pengabaian bisa memicu anak tersebut menginginkan perhatian orangtua dengan cara yang salah. Sebab, yang ada dipikiran anak hanya agar orangtua sadar dirinya juga berharga.
"Anak-anak yang terluka karena keluarga akan menganiaya diri mereka sendiri, dengan cara melakukan kejahatan yang tak bisa dilakukan atau berteman dengan anak nakal," tutur O Seon-Ja, ibu pemilik rumah penampungan anak perempuan di drama tersebut.
4. Jangan membandingkan anak dengan saudara kandungnya sendiri
Memiliki anak yang pintar dan berbakat tentu bisa sangat membanggakan orangtua. Namun, jangan sampai membandingkan anak kita yang lain dengan saudara kandungnya tersebut.
Dalam Juvenile Justice, ini bisa menimbulkan persaingan tak sehat antar saudara. Anak yang dibandingkan bisa dendam kepada adik atau kakaknya, bahkan kepada orangtuanya.
Sementara anak yang dijadikan pembanding bisa merasa sangat bersalah. Ini membuat anak juga tidak bisa percaya diri saat di rumah karena ditekan oleh berbagai pihak yang merupakan keluarganya sendiri.
5. Banyak cara anak ingin berusaha mendapatkan pengakuan orangtua
Jika tinggal di rumah dengan kondisi keluarga yang serba cuek, anak juga akan bingung. Oleh karenanya pada suatu titik, kemungkinan anak melakukan berbagai cara untuk mendapatkan perhatian orangtua bisa berbahaya.
Dalam Juvenile Justice, beberapa kasus kriminal anak dilatar belakangi oleh kondisi keluarga mereka. Ada anak yang mengalami pengabaian, kekerasan hingga pengancaman yang dilakukan orangtua mereka sendiri.
Kondisi mental dan emosi mereka yang belum matang, membuatnya mengalihkan pada kesenangan instan. Minuman keras, pergaulan bebas hingga obat-obatan adalah hal yang ditunjukkan di drama ini.
Perlu diingat Ma, orangtua berperan penting membimbing anak melalui masa remaja mereka. Sebab, dalam drama ini diperlihatkan bahwa orangtua tidak bisa lepas tangan begitu saja.
"Kalian (orangtua/wali) harus mengikuti pelatihan, sering menengok mereka dan memperhatikan pertumbuhan mereka. Anak tidak tumbuh dengan sendirinya," tutur Hakim Sim.
6. Kecenderungan anak berbuat kriminal bisa berasal dari keadaan keluarga
Banyak faktor yang mendorong anak-anak bisa berbuat kriminal, di mana dalam drama Juvenile Justice disebutkan keluarga dan lingkungan adalah salah satunya.
Lagi-lagi tak bisa ditampik, peran orangtua untuk memberikan pendidikan jadi cara jitu agar anak tidak terlibat kasus kriminal. Selain itu, lingkungan yang mendukung anak tumbuh secara baik juga menjadi faktor pendukung lain.
"(Anak-anak yang melakukan tindak kriminal) mereka minta diperhatikan, sedang mengutarakan kenestapaan, dan minta dipahami. Biasanya awal dari kenakalan anak ini adalah keluarga," ujar O Seon-Ja.
7. Peran mendidik anak tak hanya orangtua, tapi juga lingkungan sekitarnya
Dari drama Juvenile Justice, sebagai penonton bisa melihat bahwa peran untuk membentuk anak menjadi pribadi yang baik bukan tanggung jawab sebelah pihak. Orangtua, lingkungan hingga negara bertanggung jawab membentuk ekosistem yang baik untuk pertumbuhan anak.
"Kasus kriminal anak sudah bukan perkara pribadi. Kini masyarakat dan pemerintah harus ikut turun tangan," pungkas Hakim Sim.
Anak-anak yang melakukan tindak kriminal awalnya mungkin tidak berniat sama sekali. Namun, jika sudah terjadi ia juga dihukum secara tegas sesuai dengan konstitusi yang berlaku.
"Memang benar bahwa keluarga dan lingkunganlah memengaruhi anak. Tetapi yang memilih tidak kriminal adalah anak itu sendiri, tidak semua orang melakukan tindak kriminal hanya karena lingkungan," tegas Hakim Sim.
Dalam drama Juvenile Justice, kita bisa belajar soal peradilan kasus kriminal anak di Korea Selatan. Sisi lainnya, sebagai orangtua bisa melihat bahwa banyak faktor yang mendorong anak berbuat kriminal.
Pastinya dua hal tak bisa dilepaskan, yaitu orangtua dan lingkungan tempat anak tersebut tumbuh.
Baca juga:
- 5 Akibat Menerapkan Strict Parenting pada Anak Remaja
- 10 Ilmu Parenting Drama 'Record of Youth' yang Bisa Ditiru Orangtua!
- Mengenal Permissive Parenting, Pola Asuh Bebas yang Menjerumuskan