Siapa Saja yang Menjadi Korban G30S PKI?

Berikut adalah nama-nama jenderal dan perwira tertinggi TNI yang menjadi korban G30S PKI

30 September 2024

Siapa Saja Menjadi Korban G30S PKI
Dok. IDN Times

Gerakan 30 September yang didalangi Partai Komunis Indonesia atau yang lebih dikenal dengan sebutan G30S PKI merupakan salah satu tragedi kelam yang pernah terjadi di sejarah Indonesia. Meski telah lama terjadi, namun hingga kini peristiwa tersebut masih menjadi tragedi paling kontroversial dan menyisakan banyak misteri.

Akibat tragedi G30S PKI antara PKI dan TNI tersebut, banyak menyebabkan sejumlah prajurit perwira TNI gugur. Kali ini Popmama.com akan memberi penjelaskan lengkap tentang siapa saja yang menjadikorban G30S PKI? Simak informasinya di bawah ini.

Daftar Korban G30S PKI

1. Jenderal Ahmad Yani

1. Jenderal Ahmad Yani
id.wikipedia.org

Lahir di Purworejo pada 19 Juni 1922, Jenderal Ahmad Yani merupakan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) saat peristiwa G30S PKI terjadi. Ia dikenal sebagai jenderal yang tegas dan menentang pembentukan angkatan kelima yang diusulkan PKI. Sebelumnya, pada 1958 ia diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang, Sumatera barat untuk memberantas pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Ahmad Yani dibunuh di rumahnya oleh anggota Gerakan 30 September dan jasadnya ditemukan di Lubang Buaya. Pada 1 Oktober 1965 dini hari, sekitar pukul 04.30 WIB, sekelompok pasukan Cakrabirawa yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung mendatangi rumah Ahmad Yani di Jalan Lembang, Menteng, Jakarta.

Mereka berpura-pura membawa Ahmad Yani ke istana untuk rapat dengan Presiden Soekarno. Namun, Ahmad Yani menolak dengan mengatakan akan berganti pakaian terlebih dahulu. Ketika Ahmad Yani berbalik, dia ditembak mati di tempat oleh pasukan tersebut. Jenazahnya kemudian dibawa ke Lubang Buaya.

2. Letjen Suprapto

2. Letjen Suprapto
id.wikipedia.org

Letjen Suprapto seorang Deputi (wakil) Kepala Staf Angkatan Darat di Medan sekaligus perwira tinggi Angkatan Darat berpangkat Mayor Jendral yang dilantik di Jakarta. Ia menjadi salah satu korban penculikan dan pembunuhan dalam G30S. Namun, karena dinyatakan gugur dalam tugas pangkatnya pun dinaikan menjadi Letnan Jenderal

Karirnya di dunia militer dimulai dengan masuk Akademi Militer Kerajaan Bandung. Sayangnya, pendidikannya tersebut harus berhenti karena pendaratan Jepang di Indonesia. Namun, pada awal kemerdekaan Indonesia, Suprapto turut serta dalam usaha bangsa Indonesia merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Setelahnya, ia melanjutkan karir militernya dengan masuk Tentara keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto.

Saat berkarir di TKR, Suprapto dipercaya sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman dalam pertempuran di Ambarawa. Karir Suprapto di militer pun semakin melejit. Di tengah puncak karirnya, PKI mengajukan pembentukan angkatan perang kelima, namun Suprapto menolaknya. Yang kemudian menjadikan alasan dirinya pun menjadi korban pemberontakan G30S PKI yang jasadnya ditemukan di Lubang Buaya..

Pasukan Cakrabirawa tiba di rumah Suprapto sekitar pukul 04.00 WIB. Suprapto diminta untuk ikut bersama pasukan dengan alasan serupa, yakni diundang untuk rapat di istana. Setelah dibawa keluar, Suprapto diikat dan dinaikkan ke truk. Dalam perjalanan, ia dibunuh, dan jenazahnya dibawa ke Lubang Buaya.

3. Letjen S. Parman

3. Letjen S. Parman
id.wikipedia.org

Siswondo Parman atau akrab disapa S. Parman merupakan petinggi TNI AD orde lama yang berkutat di bidang intelijen. Pria kelahiran Jawa Tengah pada 4 Agustus 1918 itu pernah dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai. Begitu Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, S. Parman pun memilih mengabdi kepada negara untuk memperkuat militer Indonesia.

Terlebih lagi, pengalamannya di bidang intelijen sangat berguna bagi TNI pada masa itu. Dengan keahliannya, S. Parman berhasil mengetahui rencana yang diusung PKI yang ingin membentuk angkatan kelima. Karena hal itu, ia diculik dan harus gugur pada tanggal 1 Oktober 1965. Sama seperti Suprapto, pangkatnya pun dinaikan dari semula Mayor Jenderal menjadi Letnan Jenderal setelah dinyatakan gugur dalam tugas.

Sekitar pukul 04.00 WIB, pasukan Cakrabirawa tiba di rumah Parman di Jalan Syamsu No. 8, Jakarta. Ia dipaksa keluar rumah dan diikat. Parman dibawa ke Lubang Buaya, di mana ia kemudian dibunuh. Ia diketahui memiliki informasi penting tentang rencana kudeta, sehingga dianggap sebagai salah satu target utama.

4. Letjen M.T. Haryono

4. Letjen M.T. Haryono
id.wikipedia.org

Mas Tirtodarmo Haryono atau M.T. Haryono adalah Letnan Jenderal Angkatan Darat yang juga menjadi korban dalam peristiwa ini. Sebagai seorang diplomat militer, Haryono dekat dengan Soekarno namun tetap berprinsip ideologi antikomunis. Ia juga dibunuh di rumahnya oleh kelompok G30S PKI.

Berbeda dengan pahlawan revolusi lainnya, M.T. Haryono memiliki latar belakang pendidikan di Ika Dai Gaku yaitu sekolah kedokteran. Setelah kemerdekaan Indonesia, barulah ia terjun ke dunia militer dengan bergabung bersama TKR dan menyandang pangkat mayor.

M.T. Haryono dikenal sebagai sosok yang piawai dalam berbahasa Belanda, Inggris, dan Jerman. Bakatnya itu pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk melakukan berbagai perundingan internasional.M.T. Haryono kemudian berkarir di Kementerian Pertahanan dan sempat menjabat sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia. Setelahnya, pada tahun 1950, ia menjadi Atase Militer RI untuk Negeri Belanda.

Pasukan Cakrabirawa datang ke rumah M.T. Harjono sekitar pukul 03.30 WIB. Harjono sempat berusaha melawan dan melarikan diri, namun pasukan menembaknya dan membawanya ke Lubang Buaya dalam keadaan hidup. Harjono disiksa sebelum akhirnya dibunuh di Lubang Buaya.

Editors' Pick

5. Mayjen D.I. Panjaitan

5. Mayjen D.I. Panjaitan
id.wikipedia.org

Donald Izacus Panjaitan atau D.I Panjaitan adalah seorang Mayor Jenderal Saat menjabat sebagai Asisten IV Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani. adalah pahlawan yang lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli. Ia memulai karir di dunia militer dengan memasuki pendidikan militer Gyugun saat Indonesia masih diduduki oleh Jepang.

D.I. Panjaitan kemudian ditempatkan di Pekanbaru, Riau sampai Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Setelah itu, ia pun turut serta membentuk TKR dan memiliki karir cemerlang di bidang ini.

Panjaitan pernah berangkat ke Amerika Serikat untuk turut ikut kursus militer di Associated Command and General Staff College di wilayah Fort Leavenworth dan kursus atase militer. Karena ikut menentang keras aktivitas PKI, ia menjadi korban penculikan dan dibunuh di rumahnya di Jakarta.

Pasukan Cakrabirawa tiba di rumah Panjaitan sekitar pukul 04.00 WIB di Kebayoran Baru. Panjaitan yang dikenal sebagai sosok religius sedang melakukan doa malam. Ketika pasukan Cakrabirawa masuk ke rumahnya, ia dengan tenang mempersilakan mereka menunggu di ruang tamu. Namun, pasukan tersebut menembaknya di depan keluarganya dan membawanya ke Lubang Buaya.

6. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo

6. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo
id.wikipedia.org

Lahir pada 28 Agustus 1922 di Purworejo, Sutoyo adalah seorang Mayor Jenderal yang bertugas sebagai Inspektur Kehakiman atau Jaksa Militer Utama dengan pangkat Brigadir Jenderal TNI. Sutoyo pernah bergabung bersama TKR dan bersekolah di staf dan komando Bandung tahun 1960. Ia dikenal sebagai sosok yang disiplin dan teguh terhadap hukum. Sutoyo ditangkap oleh pasukan G30S dan dibunuh di Lubang Buaya.

Pasukan Cakrabirawa tiba di rumah Sutoyo sekitar pukul 03.30 WIB. Sutoyo diculik dengan alasan diundang untuk rapat di istana. Setelah dibawa keluar rumah, ia dibunuh dan jenazahnya dibawa ke Lubang Buaya.

7. Brigjen Katamso

7. Brigjen Katamso
budaya.jogjaprov.go.id

Brigadir Jenderal Katamso, lahir 5 Februari 1923 merupakan Komandan Korem 072/Pamungkas Yogyakarta. Ia dikenal sebagai perwira yang disiplin dan menentang keras ideologi komunis, sebelumnya ia pu mencurigai gelagat PKI. Katamso mengikuti pendidikan militer pada PETA di Bogor saat masa pendudukan Jepang.

Pejuang yang lahir pada 5 Februari 1923 di Sragen, Jawa tengah ini kemudian diangkat menjadi Shocando (prajurit yang pernah sekolah pada tingkat menengah pertama) PETA di Solo. Saatr kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Katamso kemudian masuk TKR lalu menjadi seorang TNI. Dia terus melanjutkan karirnya bersama militer Indonesia.

Pada tahun 1958, Katamso ditugaskan ke Sumatera Barat untuk memberantas pemberontakan PRRI. Di sana ia datang sebagai Komandan Batalion A Komando Operasi 17 Agustus. Setelahnya, katamso menjadi Staf Resimen Team Pertempuran (RIP) II Diponegoro di Bukittinggi. Namun, nahas ia harus gugur sebab beringasnya pemberontakan G30S PKI. Kemudian pada tanggal 22 Oktober 1965, mayatnya baru ditemukan. katamso dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

8. Kapten Pierre Tendean

8. Kapten Pierre Tendean
id.wikipedia.org

Kelahiran 21 Januari 1939, Pierre Andreas Tendean adalah seorang perwira muda intelijen yang saat itu menjadi ajudan Jenderal A.H. Nasution. Sebelumnya ia pernah bertugas menjadi intelijen di Malaysia ketika konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, sehingga ia naik pangkat menjadi letnan satu dan menjadi ajudan. 

Ketika para pelaku G30S mencoba menangkap A.H. Nasution, Pierre Tendean mengorbankan dirinya dengan berpura-pura sebagai AH Nasution saat sekelompok PKI tidak dapat mengenalinya. Ia kemudian diculik dan dibunuh, sementara A.H. Nasution berhasil melarikan diri.

9. AIPDA K.S. Tubun

9. AIPDA K.S. Tubun
indonesiadefense.com

Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta (AIPDA) Karel Satsuit Tubun adalah seorang pengawal Wakil Perdana Menteri, Dr. J. Leimena. Saat G30S mencoba menculik Jenderal A.H. Nasution. Aipda Karel Satsuit Tubun tidak terlibat langsung dalam peristiwa di rumah Nasution, namun rumah Dr. Leimena berdekatan dengan rumah Nasution. Ketika pasukan G30S menyerbu rumah Nasution, Tubun berusaha memberikan perlawanan dan tertembak oleh pasukan. Tubun tewas di tempat.

10. Letnan Kolonel Sugiyono

10. Letnan Kolonel Sugiyono
kumbercer.blogspot.com

Kolonel Sugiyono adalah seorang perwira Angkatan Darat yang menjabat sebagai Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta. Ia juga pernah bersekolah di PETA dan bergabung bersama TKR sebagai komandan. Selain itu, ia kemudian pernah menjabat sebagai ajudan Komandan Brigade 10 di bawah Letnan Kolonel Suharto.  

Sugiyono juga menjadi korban dari simpatisan G30S di Yogyakarta. Sama seperti Katamso, ia diculik pada hari yang sama dan dibawa ke daerah Kentungan. Sugiyono dibunuh dengan cara yang sama, dan jenazahnya dibuang ke sumur tua.

11. Ade Irma Suryani

11. Ade Irma Suryani
id.wikipedia.org

Ade Irma Suryani Nasution adalah putri dari Jenderal A.H. Nasution. Ade Irma yang saat itu baru berusia 5 tahun menjadi korban ketika pasukan Cakrabirawa menyerbu rumah Nasution. Saat Nasution melarikan diri, Ade Irma tertembak oleh pasukan dan menderita luka parah. Meskipun sempat dibawa ke rumah sakit, ia meninggal dunia pada 6 Oktober 1965 akibat luka-luka yang dideritanya.

12. Jenderal A.H Nasution

12. Jenderal A.H Nasution
id.wikipedia.org

A.H. Nasution merupakan penjabat Kepala Staf ABRI yang memiliki prinsip anti komunis, sehingga ia pun juga menentang angkatan kelima. Saat penculikan terjadi, A.H. Nasution satu-satunya target PKI yang berhasil selamat dan tetap hidup dari tragedi tersebut karena ajudannya, Kapten Pierre menyamar menjadi dirinya. Walaupun kakinya mengalami cedera ketika berusaha kabur dengan meloncat pagar.

Itulah informasi mengenai siapa saja yang menjadi korban G30S PKI? Peristiwa G30S PKI menewaskan 12 orang, yang terdiri dari 7 jenderal dan perwira tinggi TNI AD, 1 kapten, 2 perwira di Yogyakarta, 1 anggota polisi, dan putri kecil dari Jenderal Nasution. Tragedi ini merupakan momen penting dalam sejarah Indonesia, yang kemudian menyebabkan penumpasan terhadap PKI dan simpatisannya, serta berakhir dengan perubahan besar dalam tatanan politik Indonesia.

Baca juga:

The Latest