6 Fakta Mengapa Anak Remaja Melakukan Kekerasan
Mengapa anak remaja menjadi pelaku kekerasan?
20 Februari 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Berita tentang anak pra remaja melakukan kekerasan ada dimana-mana. Belajar dari salah satu kisah di masa lalu, pada bulan Februari 2018 tepatnya, seorang guru SMAN 1 Torjun, Sampang, Madura, Achmad Budi Cahyanto, tewas setelah dipukul oleh HFZ, muridnya yang berusia 16 tahun.
Pemukulan berawal karena Guru Budi menegur HFZ yang mengganggu teman-temannya saat pelajaran. Apakah perilaku HFZ wajar?
Bagaimana Mama bisa menjaga anak Mama yang masih baru masuk usia remaja agar tidak melakukan kekerasan di kemudian hari?
Popmama.com berikut ini telah merangkum fakta mengapa anak melakukan kekerasan. Setelah mengetahui ini, yuk cegah anak-anak kita menjadi pelaku kekerasan.
1. Pahami: sulitnya menjadi remaja membuat emosi buruk
Banyaknya perubahan dalam kehidupan ABG membuat mereka tidak bisa mengatasi emosinya.
Menjelang remaja, anak Mama telah dipersiapkan untuk masuk ke kehidupan dewasa. Ada yang bisa menerimanya dengan mudah, banyak yang tidak bisa.
Tuntutan agar mereka lebih mandiri, lebih berani, lebih percaya diri, kemudian diikuti dengan perubahan fisik dan hormon yang pesat, membuat mereka kewalahan dan menjadi mudah marah.
Anak-anak yang kekurangan bimbingan di masa krusial ini, cenderung memiliki emosi yang buruk. Begitu, ungkap situs psychologytoday.com.
2. Sikap agresif karena hormon, lho!
Masa puber diwarnai dengan perubahan hormonal tubuh. Hormon membuat bentuk tubuh berubah dengan sangat pesat.
Sayangnya, tidak semua anak mengalami kecepatan perubahan yang sama. Perubahan fisik ini yang bisa membuat mereka menjadi korban tekanan dari anak-anak lain. Misalnya saja, anak remaja mama yang mulai berkumis, mungkin akan diejek oleh teman-temannya yang wajahnya masih mulus, atau sebaliknya.
Perubahan fisik dan hormon, tekanan dari lingkungan pergaulan, membuat anak menjadi terkucil, merasa tidak diinginkan, kemudian merasa tidak nyaman dan muncul kemarahan.
Editors' Pick
3. Trauma memengaruhi sikap agresi
American Academy of Child and Adolescent Psychiatry mengungkapkan bahwa anak yang memiliki masalah emosi dan sangat agresif biasanya pernah mengalami trauma emosi.
Mereka, sangat mungkin pernah menjadi korban kekerasan atau kekerasan seksual, tinggal di lingkungan rumah yang penuh kekerasan, masalah genetik, terpapar kekerasan dari media atau internet, korban dari masalah rumah tangga (kemiskinan, pengabaian, perceraian, orangtua tunggal, orangtua pengangguran, dan tidak diasuh keluarga langsung).
Perilaku agresif bisa juga terjadi karena trauma atau luka di otak.
4. Anak-anak rawan stres, bisa menjadi marah
Mama harus tahu, menurut situs parentingateenager.net, anak-anak marah karena banyak hal. Mereka tidak bisa mengatasi stres yang melanda pikirannya.
Stres yang muncul biasanya karena lingkungan pergaulan mereka. Anak perempuan akan mudah terpicu marah ketika mendengar kata-kata buruk mengenai kepribadian mereka. Sedangkan, anak laki-laki lebih marah ketika fisik mereka diejek.
Anak remaja mama juga punya kecenderungan menjadi pembangkang. Mereka ingn melawan semua aturan dan norma yang dibuat orang dewasa. Misalnya, mereka akan mencoba membolos, walaupun mereka tahu itu tidak baik.
5. Anak yang agresif cenderung memiliki nilai pelajaran jelek
Jika Mama berpikir anak yang agresif selalu marah-marah, Mama salah. Situs livestrong.com menulis bahwa tanda-tanda anak agresif justru sebaliknya. Berikut tanda-tanda anak yang dicurigai berprilaku agresif:
- Mengisolasi diri,
- menghabiskan banyak waktu mengurung diri di kamar saja,
- tidak suka bergaul,
- tidak menyukai lagi hobinya,
- nilai sekolah menurun,
- kehilangan nafsu makan,
- tidak bisa tidur atau malah terlalu banyak tidur,
- sering menangis,
- sering memukul dan menendang. Tanpa peduli siapa pun korbannya, benda mati atau hidup.
6. Tenang, agresi bisa ditangani dengan lembut
Marie Hartwell-Walker, ED.D, psikolog dari PsychCentral.com mengatakan, begitu tanda-tanda agresi muncul, orangtua harus segera membawa anaknya mendapat perawatan psikiatris. Agresi biasanya akan menjadi depresi dan efek depresi bisa memengaruhi jiwa mereka secara permanen.
“Kemarahan tanpa sebab bisa menjadi tanda agresi telah menuju depresi. Yang harus Mama lakukan adalah menjadi pembimbing dan pendengar untuk anak mama. Mereka butuh merasa diperhatikan dan disayang. Tanpa tindakan nyata dari orangtua, sulit sekali perilaku agresi disembuhkan,” kata Walker.
Itulah fakta mengenai anak remaja melakukan kekerasan. Bina dan dampingi anak remaja dengan penuh kasih sayang agar mereka memiliki kepribadian yang baik dan hangat.
Baca juga:
- 5 Tanda Anak Pemarah yang Perlu Mendapat Perhatian Khusus
- Manajer Restoran Bantu Anak 11 Tahun Dari Kekerasan Orangtua
- Cara Menghadapi Anak Keras Kepala