Demi Membahagiakan Mamanya, Seorang Anak Bunuh Diri
Usai menulis surat untuk Mamanya, gadis tersebut pun mencabut nyawanya sendiri
15 Januari 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tragedi mengerikan tersebut terjadi di Meksiko pada 6 Januari 2019, ketika perayaan Christian Festival of Three Kings Day tiba.
Pada hari itu, secara tradisional, anak-anak Spanyol akan menerima hadiah dari keluarga mereka. Sama halnya dengan Evelyn Nicole N.
Alih-alih meminta mainan, dalam perayaan tersebut, Evelyn hanya meminta sang Mama untuk selalu menjadi orang yang bahagia.
"Aku ingin meminta Mama ku untuk tenang, tidak banyak bekerja, ini adalah hadiah terbaik yang bisa aku berikan, kebahagiaan," tulis gadis tersebut di dalam sebuah surat.
Mengejutkannya, Evelyn yang masih berusia 10 tahun bunuh diri untuk 'membuat sang Mama bahagia'.
Dikutip dari laman The Sun, gadis tersebut tampaknya disalahkan karena sang Papa telah meninggalkan rumah. Ia juga mengira bahwa dirinya hanya akan membuat hidup sang Mama pedih dan hancur. Rupanya, sang Mama mengatakan pada Evelyn bahwa seharusnya ia tidak dilahirkan.
Berikut isi surat yang Evelyn tulis untuk Mamanya sebelum ia memutuskan untuk bunuh diri:
"Dear Three Kings, aku hanya ingin meminta kepadamu agar Mama ku dapat menjadi perempuan yang paling bahagia di dunia setelah aku tidak berada di sini lagi. Aku hanyalah sumber rasa sakit dan kehancuran dalam hidupnya, bahkan sejak aku dilahirkan. Karena aku pula, Papa meninggalkan rumah kami. Aku hanya ingin meminta agar Mama ku dapat selalu tenang dan tidak banyak bekerja. Itulah hadiah terbaik yang bisa aku berikan padanya, kebahagiaan. Dan aku berharap suatu hari Mama mengingatku dan akhirnya dapat memelukku. Aku pikir hadiah terbaik untuk Three Kings adalah jika aku bunuh diri. Seperti yang selalu Mama katakan kepada ku, ia berharap bahwa aku tidak pernah dilahirkan. Aku sangat mencintaimu, Mama, aku tahu Three Kings tidak ada tetapi aku berusaha memberimu hadiah yang luar biasa ini."
Mengetahui kasus tersebut, pihak berwenang hingga saat ini sedang menyelidiki insiden tersebut.
Berkaitan dengan itu, berikut Popmama.com telah merangkum beberapa hal yang dapat membuat anak stres dengan perlakuan Mama.
1. Melarang anak menangis
Semua orangtua pasti ingin anaknya menjadi anak yang hebat. Namun seringkali orangtua tidak menyadari bahwa kata-kata motivasi yang diberikan justru membebani anak, dan mungkin saja membuat mereka menjadi stres.
Beban dan tekanan ini terutama dialami oleh anak laki-laki dibanding perempuan, karena di kultur Indonesia laki-laki itu dianggap mahluk yang paling kuat sehingga tidak boleh menunjukkan kelemahannya sedikit pun.
Pola pikir anak-anak dan dewasa berbeda. Anak, terutama pada balita, hanya akan menyerap kata-kata yang terdengar, dan belum bisa memprosesnya dengan sempurna seperti yang dilakukan orang dewasa. Misalnya, ketika anak terjatuh dari sepeda dan kemudian menangis.
Jika yang terjatuh adalah anak perempuan, orangtua biasanya akan membiarkannya untuk menangis. Tetapi ketika yang mengalami adalah anak laki-laki, orangtua pasti akan melarangnya menangis diiringi pesan, "Kamu tidak boleh menangis", "Kamu kan laki-laki, tidak boleh cengeng", atau "Kamu kan anak laki-laki yang kuat, luka ini tidak ada apa-apanya."
Sekilas, tak ada yang salah dengan kalimat tersebut, karena tujuannya memotivasi anak untuk tidak cengeng. Namun, ketika diserap oleh otak anak, kalimat ini akan memiliki arti yang berbeda. Kalimat tersebut akan diterima sebagai sebuah perintah, yang akan selalu ada di otak mereka sampai dewasa.
Masuknya perkataan ini ke otak anak akan membuat anak selalu menahan tangisnya, dan memendam perasaan sedihnya. Hal inilah yang membuat anak menjadi stres.
Tidak heran kalau laki-laki jarang dan malu menangis, karena dari kecil sudah dijejali dengan perkataan seperti itu.
Padahal orang sah-sah saja untuk menangis dan mengeluarkan perasaan mereka. Menangis boleh saja, yang harus dikontrol adalah frekuensinya.
Editors' Pick
2. Perilaku orangtua tidak konsisten
Menurut penelitian, 90 persen anak-anak akan lebih mudah menyerap berbagai hal di sekitarnya melalui bahasa tubuh seseorang, 7 persen intonasi suara, dan 3 persen kata-kata.
Orangtua yang tidak konsisten akan membuat anak kebingungan, dan akhirnya stres karena orangtuanya tidak konsisten.
Seharusnya orangtua bersikap tegas dalam mendidik anak, dan antara suami dan istri bekerjasama agar tercapai kata sepakat.
Misalnya, anak dihukum ketika melakukan sebuah kesalahan. Namun ketika ia mengulangi kesalahannya, orangtua tidak menghukumnya.
Bahasa tubuh orangtua yang tidak konsisten ketika menghadapi masalah yang sama, seperti kadang bersikap galak dan kadang baik, akan membuat anak tertekan.
3. Membeda-bedakan anak
Banyak orangtua yang secara tak sadar membeda-bedakan anaknya. Meski dalam perbuatan tidak terlalu terlihat, namun intonasi suara yang turun naik ketika menghadapi kakak dan adik akan membuat anak merasakan adanya pembedaan sikap orangtua.
Ketika adik kakak berkelahi, biasanya nada bicara orangtua akan lebih lembut ke adik dibanding kakak, karena mengganggap bahwa kakak yang sudah lebih dewasa harus mengalah.
Intonasi suara yang berbeda ketika menghadapi kakak dengan nada yang keras, dan adik dengan nada yang lembut, akan membuat si Kakak merasa si Adik lebih disayang dan ia pun menjadi tertekan.
4. Labeling pada anak
Salah satu yang paling berbahaya yang dilakukan orangtua kepada anak adalah memberi label atau cap kepada anak.
Kata-kata seperti, "Dasar kamu anak pemalas", atau "Kamu kegemukan, makanya pakai baju apa saja tidak ada yang cocok", atau "Kamu kok lemot sih, nggak pinter seperti kakakmu?".
Hati-hati, labeling, apalagi yang diiringi dengan tindakan membanding-bandingkan anak, tak hanya membuat anak merasa tertekan, tetapi juga mengalami luka batin yang akan terbawa hingga ia dewasa.
5. Terlalu sering melarang
Anak-anak memiliki rasa ingin tahu dan ingin belajar yang sangat tinggi. Namun, sikap kreatif anak dan daya ekplorasinya dianggap sebagai kenakalan orangtua, lalu berusaha membatasi gerak mereka.
"Jangan main di sana", atau "Jangan dipegang-pegang!", dan masih banyak kata larangan lain yang digunakan orangtua untuk membatasi kreativitas anak.
Meski memiliki tujuan yang baik agar si Anak tidak terluka, namun kata-kata 'jangan' dan 'tidak' ternyata bisa membuat anak menjadi stres karena mereka tidak bebas untuk melakukan apapun.
Gunakan kata-kata lain yang lebih baik untuk mengarahkan anak, sehingga anak akan menerimanya dengan positif.
Anak akan mengerti bahwa Mama melarangnya melakukan hal tersebut karena berbahaya, dan bukan karena tidak sayang pada anak.
Kalau selalu dilarang, suatu saat anak bisa mencuri-curi untuk melakukannya saat Mama tidak tahu.
Nah, itulah fakta mengenai kasus mengenaskan Evelyn sekaligus beberapa hal yang secara tidak sengaja dapat membuat anak stres.
Maka dari itu, usahakan untuk menghargai perasaan anak, apalagi jika anak mama merupakan tipe anak yang sensitif.
Gunakanlah bahasa-bahasa yang lebih membangun agar anak tidak merasa stres dan terhakimi.
Baca juga:
- 5 Peran Orangtua Terhadap Pencegahan Bunuh Diri pada Anak
- Hati-Hati, 5 Kondisi Sosial Ini Memicu Anak Berpikir untuk Bunuh Diri!
- Bisa Bunuh Diri! Begini Dampak Cyberbullying pada Anak